Mohon tunggu...
Eddy Roesdiono
Eddy Roesdiono Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris, Penerjemah, Copywriter, Teacher Trainer -

'S.C'. S for sharing, C for connecting. They leave me with ampler room for more freedom for writing.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Perempuan dari Malmedy 35: Suiker en Honig

17 April 2012   07:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:31 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

EPISODE 34 : NERAKA DI STASIUN UTRECHT bisa dibaca di sini

EPISODE 35 : SUIKER EN HONIG

Mana mungkin bagi Pitra untuk menghindar. Ini benar-benar mengerikan.

”Pitra...,” pekik Karin. Tapi pekik itu tak ada gunanya. Inrenanu melangkah pasti mendekati Pitra. Nafas bajingan itu memburu dan jubahnya berkibar.

Ruangan telah sepi. Kerumunan telah menyingkir jauh. Hanya sebagian kecil orang yang bernyali berani saja yang menyaksikan adegan mencekam itu dari jarak jauh.

Pitra memeluk Andra rapat dan menanti satu persatu langkah Inrenanu mendekatinya.

Tiba-tiba Zaldy melihat sesuatus. Pitra berdiri memeluk Andra membelakangi sebuah dinding kaca. Cepat Zaldy bergerak dan melompati pagar pengaman. Ia memberanikan diri terjun dari ketinggian 4 meter ke bawah. Orang-orang yang sedang antri karcis masuk pameran kereta api menjadi gaduh. Tanpa menghiraukan kakinya yang sakit sekali setelah terjun, Zaldy meraih meja dorong yang berfungsi juga menancapkan payung besar pelindung petugas penyobek karcis.

”Lompat ke belakang, Pit!” teriak Zaldy. Karin faham maksud Zaldy. Dia sudah menyiapkan penahan bila Pitra terjun ke belakang bersama Andra.

”Lompat ke belakang!” teriak Karin.

Pada saat yang hampir bersamaan, terasa angin menghembus deras ke arah Pitra di sertai panas api membara. Tombak-tombak api seolah memburu dirinya dengan gencar.

Sekuat tenaga Pitra mempergunakan berat tubuh Andra untuk mendorong dirinya terjungkal ke belakang. Kaca pecah berhamburan ketika punggung Pitra membentur dinding kaca. Bersamaan dengan pecahan kaca, tubuh Pitra terlempar keluar bersama Andra. Ia tak sempat menutup mata. Tubuhnya jatuh kebawah dengan punggung terlebuh dahulu menerpa payung-payung yang sudah disiapkan Zaldy. Orang-orang berteriak ngeri.

Pada saat itu, Inrenanu menoleh Karin. Gadis itu mempertajam kewaspadaan. Ketika tangan Inrenanu mulai bergerak menyiapkan jurus pemuntah api, Karin maju dengan jarum Kalugatii teracung. Inrenanu menyongsongnya dengan dua telapak merentang ke depan.

Karin terpental hebat oleh deru angin ribut yang diciptakan gerakan tangan Inrenanu. Tubuh Karin melayang seperti kertas ke belakang dan membentur vending-machine yang berisi minuman botol. Gadis itu melolong kesakitan bersama dengan rubuhnya mesin barang swalayan itu. Berbagai jenis minuman kaleng terlempar dari mesin swalayan itu. Karin melihat darah menetes dari kulit kepalanya.

Sementara itu, sehabis meluncur dari atas dengan punggung terlebih dahulu, Pitra bergulung-gulung ke lantai. Andai tak ada payung kain itu, kepalanya pasti sudah membentur lantai.

Ia segera berdiri dan menurunkan Andra. Bersama Zaldy ia kembali naik ke atas untuk menengok Karin.

Karin mengenggam erat jarum itu di telapak tangannya. Seluruh tubuhnya terasa sakit. Ia mencoba berdiri. Tapi kedua kaki seolah tak kuasa menyangga beban tubuhnya. Sementara itu, Inrenanu terus menghampirinyadengan gerak pasti.

Tiba-tiba, dari arah kejauhan, muncul sepasukan petugas keamanan. Mereka memburu Inrenanu yang saat itu bersiap menerkam Karin.

”Minggir-minggir semua!” teriak seorang petugas keamanan. Jumlahnya sepuluhorang. Mereka semua membawa senjata api otomatis yang terarah pada Inrenanu tak berhenti.

”Berhenti, makhluk jahat!”

Inrenanu tak mengindahkan peringatan itu. Rentetan peluru terdengar memekikkan telinga dilontarkan ke arah Inrenanu. Ia hanya terhuyung-huyung dan menoleh ke arah tembakan itu. Sama sekali tak ada darah muncrat dari tubuhnya. Hanya asap tipis mengepul dari bagian tubuh yang diberondong peluru.

Cepat kedua belah tangan Inrenanu mengibas kedepan.

”Menyingkir!” Pitra mencoba mengingatkan para petugas keamanan. Tapiterlambat. Kesepuluh anggota petugas keamanan itu seperti dihempas badai menubruk jajaran ticket-box stasiun Utrecht disertai kobaran api yang dikirim lewat tombak-tombak membara Inrenanu.

Jerit kembali mewarnai ruangan. Pitra menyambar tubuh Karin, dan mencoba menyeretnya. Karin memekik kesakitan.

”Kita harus menghindar! Ke sana!” Zaldy menunjukkan jalan turun ke peron stasiun. Bergegas mereka menuruni escalator.

Karin berusaha dan berjalan terseok-seok mengikuti Pitra,

”Kini aku tahu sedikit kelemahan Inrenanu, ”ujar Karin.

”Apa itu?” tanya Pitra.

”Ia tak bisa terus menerus menggunakan semburan tombak api tanpa berhenti bebrapa saat. Itu bagian dari program Smallstone. Dan, semburan api itu kadang pula berselang-seling dengan hempasan angin.”

”Tapi, emosi iblisnya kan bukan bagian program Smallstone?”

”Benar. itu yang kukuatirkan. Semangat balas dendam itulah yang sulit kita fahami kekuatannya”

Pada saat mereka berada di kaki escalator, Andra berdiri di sana menunggu. Karin terkejut.

”Ayo, Andra! Sini kugendong!” Pitra meraih kedua tangan anak kecil itu dan membawanya ke peron. Mereka mengira Inrenanu masih di atas sana. Tetapi, tak terduga-duga, tiba-tiba saja sebuah bayangan hitam menerjang dari lantai dua. Inrenanu berdiri, dan menebarkan hawa panas yang menggerahkan tubuh.

Dari loud-speaker di arah sana terdengar alarm bahaya dan perintah agar semua orang meninggalkan stasiun. Kerumunan orang yang sedang menunggu kereta api bubar seketika.

Tapi, sebuah kereta api yang datang dari arah luar agaknya tak dapat dicegah. Karin melihat kertea api melaju di rel tak jauh dari peron tempat ia berdiri.

Karin punya akal. Bisa jadi Inrenanu kebal peluru panas. Tapi benturan dengan lokomotof belum dicoba.

Meski Karin sadar resikonya tinggi, toh ia nekad juga. Pada saat tinggal dua ratus meter lagi kereta api sampai didekatnya, Karin memberi aba-aba Pitra.

”Kita menyebrang rel!”

”Apa?” tanya Pitra.

”Melintas ke seberang!”

Pitra bingung sesaat. Tapi ia tahu maksud Karin. Segera ia melompat turun ke jalur kereta api yang lebih rendah sekitar satu setengah meter menyusul Karin. Cepat mereka melintasi rel kereta api, plus ketakutan luar biasa badan lokomotof bakal membentur mereka. Tapi rupanya gerakan mereka menyeberang rel lebih cepat dai datangnya lokomotif. Zaldy berlari paling depan dan segera memberi bantuan pada Pitra yang menggendong Andra.

Inrenanu geram. Setelah mengambil ancang-ancang ia melompat menyusul keseberang. Inilah sebetulnya tujuan Karin. Ketika tubuh Inrenanu melompat melintasi bentangan rel, lokomotif tanpa ampun lagi menerabas tubuh mahkluk itu. Masinis kereta api tercengang. Meski laju kereta sudah berkurang ketika memasuki stasiun, derasnya benda besi itu tetap saja tak boleh dianggap enteng. Dan ini sudah terlanjur.

Benturan keras terdengarsaat moncong lokomotif yang lancip itu menyongsong Inrenanu. Tapi, diluar dugaan, bagian depan lokomotif itu hancur berkeping-keping dan kereta api terhempas beberapa meter kebelekang. Inrenanu sendiri, lewat seperti angin.

Seluruh rangkaian gerbong kereta api berguncang keras. Untung tak ada gerbong yang keluar rel.

”Kau bermain-main dengan ratusan nyawa, tahu!” Pitra memprotes tindakan Karin itu.

”Aku cuma berspekulasi!”

”Itu sangat berbahaya!”

”Suiker en honig,” ujar Andra menuding Inrenanu. Pitra baru ingat ia ingin sekali tahu apa yang diucapkan gadis cilik gipsy itu.

”Anak ini, sedari tadi mengatakan itu. Apa maksudnya?” tanya Pitra.

”Dia bilang apa?” balas Zaldy.

”Katakan sekali lagi, Andra!” pinta Pitra pada gadis cilik itu.

”Suiker en honig!” ...suiker en honig!" suara Andra melengking, menyerupai pekik histeriyang penuh kejengkelan, karena Pitra tak segera tahu artinya.

”Gula dan madu!” Zaldy tercenung sesaat.

“Gula dan madu?” Pitra heran. “Mungkin… mungkin itu rahasianya”.

[caption id="attachment_172224" align="aligncenter" width="446" caption="Kue stroopwafel yang mengandung banyak gula dan madu (foto : peckthebeak.com)"]

13346482061591699634
13346482061591699634
[/caption]

“Ada apa?” tanya Zaldy.

“Menurutmu, apakah orang gypsy tahu rahasia Inrenanu?” tanya Pitra .

“Bisa jadi!” jawab Karin.

“Bocah ini sedari tadi bilang suiker an honig. Aku punya campuran gula dan madu. Di sakuku, di bekas lelehan kue stroopwafel!” Zaldy merogoh saku. Tangannya bersimbah campuran gula dan madu.

Apa mungkin makhluk bengis yang tangguh ini bisa dikalahkan hanya dengan segumpal campuran gula dan madu?

(BERSAMBUNG KE SINI)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun