Mohon tunggu...
Eddy Roesdiono
Eddy Roesdiono Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris, Penerjemah, Copywriter, Teacher Trainer -

'S.C'. S for sharing, C for connecting. They leave me with ampler room for more freedom for writing.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Perempuan dari Malmedy 27 : Indah Tapi Maut

20 Maret 2012   07:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:43 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

EPISODE 26 : BARA DENDAM 504 TAHUN LALU bisa dibaca di sini

EPISODE 27: INDAH TAPI MAUT

Berkas itu membentuk tubuh Inrenanu dan membumbung sampai ke layar di atas meja. Kini Pitra dapat dengan jelas melihat berkas itu membentuk bayangan dengan wujud yang semakin lama semakin jelas di layar putih itu. Dan dengan jelas pula dapat disaksikan pijar tombak hasil pembesaran jarum Kalugatii berpusar di daerah Inrenanu.



Bibir Karin bergetar keras, dan rasa was-was semua orang memuncak. Mata Smallstone sendiri tak lepas dari bayangan Inrenanu di layar atas, dan tetap dengan tenang ia mengawasi setiap perubahan yang terjadi pada proyeksi jasad itu.

Perlahan tapi pasti, proyeksi jasad Inrenanu di layar atas tampak semakinsempurna, dan semakin menampakkan ujud tiga dimensi. Bagian-bagian tubuhnya mulai terlihat jelas dan utuh. Perlahan-lahan pula seluruh sosoknya tak lagi mebentuk bayangan, melainkan sosok utuh yang pijarnya bertahap meredup.

Zaldy ngeri sekali melihat kerut-kerut di wajah Inrenanu berangsur-angsur bergerak dan membentuk seringai. Berbarengan dengan itu, berangsur-angsur pula bagian kaki Inrenanu menjauh dari layar, menurun pelan dan mendarat di lantai. Rambut kumal Inrenanu mulai tampak hitam dan panjang, tertarik ke atas mengikuti gerak kepala yang tegak berdiri. Sebentar kemudian sosok Inrenanu benar-benar sampai di lantai. Perlahan.

Manakala bayangan Inrenanu berangsur-angsur kelihatan makin padat, sedikit demi sedikit pula jasad Inrenanu yang masih tertinggal di meja pembaringan memudar. Warnanya cepat sekali berubah abu-abu tua, diikuti dengan beberapa bagian yang keropos. Tak sampai satu menit kemudian jasad Inrenanu terbakar habis oleh energi panas yang besar yang dihasilkan pijaran meja perak itu. Kini hanya seonggok abu yang tersisa di meja pembaringan, sementara sosok baru Inrenanu sudah makin dekat ke lantai.

Senyum kemenangan mulai mengembang di sudut bibir Smallstone. Ia tahu bagian tersulit dari usahanya mulai menunjukkan hasil. Ia tahu ekspresinya tak sia-sia. Dan ia bangga keraguan semua orang, dan keyakinan Karin bisa dipatahkan.

Ketika sosok Inrenanu menyentuh lantai dan dengan jelas mata Inrenanu menyorot ke arah Smallstone, yakinlah dia ia bisa mengendalikan Inrenanu sepenuhnya.

Tapi Karin masih menatap wajah wanita kelelaki-lelakian Inrenanu itu dengan khawatir. Ia bagai melihat Inrenanu yang lain, yang mustahil dikendalikan oleh peralatan canggih apapun. Karin bisa merasakan itu.

”Bergen!” seru Smallstone memecah kegelisahan Karin, ”Minta Inrenanu tersenyum padaku!”

Bergen kemudian sibuk dengan tombol-tombol komputernya. Dan pemandangan menakjubkan lantas terpampang di depan mata semua orang. Bibir Inrenanu membentuk senyuman, persisi seperti yang diminta Smallstone.

”Minta dia tersenyum pada semua orang yang hadir, Bergen!” perintah Smallstone lagi. Sekali lagi jari jemari Bergen sibuk dengan tombol-tombol komputer. Dan kemudian semua yang hadir takjub menyaksikan Inrenanu, melempar senyum pada semua orang. Tapi di mata Karin, senyum itu, lebih merupakan seringa daripada sebuah lemparan senyum bersahabat.

Karin masih menatap dengan mata melotot. Pitra memperhatikan gadis itu.

It’s allright, Karin! Nggak ada yang perlu dikhawatirkan. Agaknya Smallstone benar-benar menetapi janjinya. Ini hanya sebuah percobaan, sebuah percobaan yang...berhasil,” Pitra mencoba menenangkan Karin. Tapi sedikitpun tak muncul ekspresi tenang dari raut Karin. Benar-benar sulit menyakinkan gadis ini.

”Sekarang, semuanya seperti hampir beres. Segala hal yang akan dipamerkan Smallstone pada tamu-tamunya sudah tercapai. Kita sudah cukup terkagum-kagum dengan upaya Smallstone mengendalikan jasad mati itu. Ini sudah luar biasa!” kata Zaldy. ”Tak pernah aku setakjub ini.”

”Kau benar. Kau benar! Mudah-mudahan kekuatiran Karin sama sekali tak beralasan,” ucap Pitra.

Tapi Karin agaknya sama sekali tak sepakat dengan Zaldy dan Pitra, atau dengan semua orang yang hadir di ruangan ini yang sudah terlanjur menganggap percobaan membangkitkan Inrenanu ini cukup berhasil. Karin masih terlihat sesuatu yang bergerak di dada Inrenanu.

”Aku melihat. Aku merasakan, gelombang-gelombang roh Inrenanuyang sebenarnya tengah bergolak. Ada bara panas di hatinya. Smallstone tidak sepenuhnya berhasil,” Karin makin kelihatan khawatir. Sementara itu, Smallstone berjalan mendekat ke arah Inrenanu sambil menatap jasad hidup itu lekat-lekat.

Perfect! Sungguh sempurna. Bahkan dia bisa berdiri tegak dilantai tanpa menyentuhnya. Ia berdiri 8 centimeter di atas permukaan lantai. Persis dengan perhitunganku,” Smallstone memuji, ”Lihat. Betapa eloknya. Adakah kesan keji dan membahayakan dari makhluk ini? Sama sekali tidak! ucapan Smallstone itu seperti sengaja dilempar buat Karin.

”Kalian terlalu mengentengkan aku! Lihat. Betapa manisnya makhluk ini!” Smallstone merentangkan tangan menunjuk Inrenanu. Tampak Inrenanu masih tersenyum.

”Nah, Bergen. Sekarang minta Inrenanu membungkuk padaku. Suruh ia menghormat padaku, karena aku telah memanggilnya dari kematian 5 abad menuju ke kehidupan yang menyenangkan ini,” seru Smallstone pada Bergen.

Beberapa tombol di keyboard komputer segera dimainkan oleh Bergen. Inrenanu sesaat kemudian menunduk di hadapan Smallstone dan membuat gerakan menghormat.

”Amboi! Well, Bergen. Aku kini ingin mendengar suaranya. Suaranya, Bergen!” perintah Smallstone. Suara Smallstone sendiri bergetar menahan suka cita.

Tegang Smallstone menanti Bergen menyiapkan perintah untuk program komputer. Dan semua yang hadir tiba-tiba saja terkesima melihat Inrenanu membuka mulut.

”Smallstone...Smallstone...Aku Inrenanu, putri Vlad Papis, pangeran Walachia yang perkasa,” terdengar suara serak berat dari mulut Inrenanu.

Pitra takjub sekali. Smallstone benar-benar telah mebangkitkan jasad Inrenanu lengkap dengan pengendaliannya.

”Lekas, Inrenanu! Katakan kau siap hidup untukku dan siap menerima perintahku,” ujar Smallstone kemudian.

”Aku siap, Smallstone!” terdengar getar serak dari mulut Inrenanu perintahku, nyaris merupakan sebuah gemuruh kecil.

”Ya, aku siap, Smallstone. Aku siap...,” desah Inrenanu lagi. Ia maju mendekati Smallstone. Tapi, sedikit perubahan terjadi. Bola mata Inrenanu melebar dan gugusan rambutnya seolah berdiri tegang.

Pitra heran tiba-tiba saja wajah Inrenanu menyuguhkan seringai tanpa perintah Bergen, dan ekspresinya sama sekali tak menunjukkkan keelokan seperti yang disebut Smallstone.

”Aku siap, Smallstone.....aku siap mencekikmu!” tiba-tiba saja tangan mendarat cepat di leher Smallstone. Begitu cepat sergapan itu, sehingga sama sekali Smallstone tak menduga dan tak punya waktu untuk menghindar.

Samllstone meronta-ronta. Dominique mendelik. Ia trekejut.

”Apa yang kau lakukan, Bergen?” bentak Dominique. Ia mengira Bergen menggerakkan Inrenanu lewat komputer untuk mencekik Smallstone.

”Aku tak melakukan apa-apa. Program komputer ini tiba-tiba kacau,” Bergen mulai panik.

”Pesawat komputerku juga,” seru Kelmer tiba-tiba.

”Gawat. Semua serba error,” Titon mengoyang-goyang pesawat komputernya. Semua mulai panik.

”Apa yang kukuatirkan mulai terbukti. Aku benci ini. Kita harus melakukan sesuatu,” desis Karin. Sementara itu Smallstone sedang mencoba melepaskan diri dari cekikan Inrenanu.

”Lepaskan aku, Bergen! Lepaskan!” teriak Smallstone panik.

”Bukan aku! Ada yang tidak beres pada sistem pengendalian komputer,” teriak Bergen tak kalah panik.

”Jangan bengong saja. Tolong Smallstone!” Kelmer memberi perintah. Cepat Fred dan Karl mendekati Smallstone dan berusaha meraih Inrenanu dari belakang. Tapi, tanpa terduga, tubuh Fred dan Karl seperti melayang terhempas membentur dinding di belakangnya. Tangan kanan Inrenanu dengan mudah melibas Fred dan Karl begitu saja. Keduanya mengerang keras saat tubuh mereka keras membentur dinding. Sesaat kemudian tak terdengar lagi suara Fred dan Karl. Darah segar tampak sumamburat di dinding tempat kepala Fred dan Karl terbentur.

”Oh, my God! Sudah ada darah tertumpah!” Karin menatap kuatir.

“Selamatkan Smallstone! Selamatkan Smallstone!” teriak Kelmer merangsek maju. Smallstone tengah merangkak sambil mengurut lehernya yang sakit luar biasa. Ia berusaha menjauh dari Inrenanu yang kini sedang menghadang Kelmer.

Tapi langkah Kelmer mandeg. Ia jadi ragu-ragu untuk maju.

Inrenanu, dengan wajah semakin sangar dan menyeramkan berjalan maju mendekati Kelmer. Dalam bahasa Inggris terdengar desah serak.

”Aku datang untuk membalas dendam. Akan kululuhlantakkan ruang ini! Hiaaah!” sepenuh tenaga Inrenanu mengayunkan tangan. Tiba-tiba saja meluncur berpuluh anak tombak kecil sepanjang masing-masing 20 centimeter dari sela-sela jari Inrenanu. Tombak api itu menerjang deras tubuh Kelmer. Kelmer terpental ke belakang dengan puluhan bola api membakar tubuhnya. Kelmer menjerit-jerit histeris. Sementara itu, dengan mata melotot, Inrenanu mencari-cari mangsa berikut.

Dominique, Bergen, Titon dan Ruud yang mengelilingi Inrenanu dengan panik, undur beberapa langkah. Kelihatan mereka mulai gentar. Banyak hal yang tak terduga mulai terjadi.

”Dengar! Kalian harus meninggalkan tempat ini secepatnya. Tak usah melayani monster ini. Tak mungkin lagi kalian bisa mengendalikannya,” pekik Karin/

”Kami tak butuh saranmu! Urus dirimu sendiri,” hardik Bergen. Sementara itu tergopoh Pitra menghampiri riri yang yang duduk tersandar di dinding.

”Mbak Riri nggak apa-apa?” tanya Pitra.

”Nggak apa-apa, Cuma cape saja. Apa mungkin kita bisa selamat keluar dari ruang ini Pit? Monster itu menyeramkan sekali”

”Mungkin bisa! Mas Titon akan membawa mbak Riri menyingkir dari tempat ini,” Pitra melihat ke arah Inrenanu yang terus mengamuk itu.

”Astaga! Kini Inrenanu meraih Bergen. Mbak Riri tunggu di sini dulu. Jangan ke mana-mana,” seru Pitra.

Riri mengangguk. Pitra melompat kembali ke arah Karin dan Zaldy. Ia melihat Karin tengah mencari-cari.

”Kau cari apa, Karin?“ tanya Pitra.

”Tombol untuk membuka pintu darurat”

”Titon yang tahu,” kata Pitra. ”Mas Titon, mana alat pembuka pintu. Kita harus keluar dari sini. Mbak Riri harus diselamatkan!”

”Jangan membuka satu pintupun!” hadrik Dominique. ”Titio, kemari!”

Titon menoleh Dominique. Ia terserang bimbang.

”Kalau membuka pintu. Inrenanu bakal lepas. Bahaya besar!” ujar Titon.

”Tapi akan lebih berbahaya bila ia tetap di sini. Ia bisa merobohkan kincir ini dan mengubur kalian di sini!” kata Karin.

”Aku tak perduli. Itu jauh lebih bagus katimbang membiarkan Inrenanu lepas ke alam bebas,” balas Titon.

”Ia pasti lepas. Ia lebih perkasa daripada kita, dan kita harus menyelamatkan diri. Tak pahamkah kau?” desak Karin.

”Lantas apa kalau pintu sudah dibuka?” tanya balik Titon.

”Katakan apakah menurut penelitian kalian Inrenanu bisa terbang?”

”Tidak pada malam hari. Ia bisa melayang hanya dengan tenaga matahari. Smallstone yang merancang itu,” jawab Titon.

”Sekarang masih tengah malam. Biarkan ia lepas. Masih tak jelas ke mana ia bisa pergi, bukan?

”Sudah jelas. Aku taku kemana ia akan pergi,” kata Titon.

”Kemana?” tak sabar Pitra bertanya.

(BERSAMBUNG KE SINI)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun