Mohon tunggu...
Eddy Roesdiono
Eddy Roesdiono Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris, Penerjemah, Copywriter, Teacher Trainer -

'S.C'. S for sharing, C for connecting. They leave me with ampler room for more freedom for writing.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Perempuan dari Malmedy 26 : Bara Dendam 504 Tahun

13 Maret 2012   07:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:08 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1331625230530571822

EPISODE 25 : SAYATAN DI KULIT TUBUH CANTIK bisa dibaca di sini

EPISODE 26 : BARA DENDAM 504 TAHUN

Pitra melihat Bergen kembali mengutak-utik keyboard komputer untuk mengarahkan lensa penembak ke dada Karin. Kali ini benar-benar Pitra tak rela Smallstone berbuat semaunya. Sudah saatnya mereka mengalah sedikit kalau itu memang yang dimaui Smallstone.

Pada saat Bergen memberi tanda bahwa arah lensa sudah tepat, dan Smallstone bersiap memencet tombol, Pitra berteriak:

”Hentikan! Nyalakan lampu! Aku akan serahkan jarum iblis itu!” Pitra merogoh saku, bersamaan dengan lampu-lampu yang kembali menyala.

Semua mata tiba-tiba mengarah pada Pitra. Tak terkecuali Riri. Zaldy merupakan orang yang paling lega. Itulah sebenarnya yang ia harapkan dari tadi.

Smallstone kemudian berjalan perlahan dan berdiri persis di muka Pitra dengan sebuah senyum tersungging. Ringan sekali tangan kanan Smallstone menjulur menanti Pitra memberikan sesuatu.

Penuh geram Pitra menyerahkan kulit pembungkus jarum Kalugatii. Smallstone memeriksa kulit itu. Tak sulit baginya untuk segera tahu di bagian mana dari kulit itu jarum Kalugatii tersembunyi. Ia kemudian menjepit jarum itu dengan jari telunjuk dan ibu jari dan mengangkatnya ke depan mata. Bibir Smallstone membentuk senyum puas.

”Mustinya, tak perlu kau biarkan aku meminta benda milikku ini dengan sekasar itu, ujar Smallstone sambil mengisyaratkan agar seseorang melepaskan Karin dari pembaringan perak.

”Aku tak butuh nasehatmu. Lepaskan Karin dan Riri!” bentak Pitra. Smallstone mengernyitkan dahi.

”Kau lihat sendiri Karin sudah kami lepaskan. Tapi soal Riri, saya pikir kau sama sekali tak punya hak mengajaknya keluar dari ruangan ini. Ada orang lain yang lebih berhak,” Smallstone menoleh Titon. ”Bukan begitu, Titon?”

”Ya, tak ada alasan untuk itu. Riri tunanganku,” seru Titon, seperti tanpa semangat, asal ngomong saja. Ini amat tak sebanding dengan pertanyaan Smallstone yang diucapkan keras.

Pitra tak bicara sepatah katapun. Ini memang situasi yang sudah ia perkirakan sebelumnya. Pasti Smallstone tak mau begitu saja melepaskan Riri.

Pitra hanya mampu membalas pandang Riri yang menatap dengan sorot mata tak berdaya. Pitra tahu Riri tak menyukai tempat ini dan Riri jelas tak suka Titon melakukan kegiatan ini. Tapi agaknya, Riri tak punya pilihan, seperti halnya Titon yang juga sulit memilih.

Barangkali kali ini Pitra memang terpaksa berpikir keras. Ia melihat Karin tak bisa berdiri tegak begitu Fred dan Karl menurunkannya dari pembaringan perak. Karin pasti loyo akibat deraan cahaya penyayat itu.

Bersamaan Pitra dan Zaldy menyongsong Karin. BibirKarin masih bergetar menahan sakit. Bau hangus kulit Karin sendiri menciptakan aroma yang sama sekali tak menyenangkan.

”Sebetulnya tak perlu kau lakukan itu, Pit. Aku cukup kuat dan ogah mundur. Si bangsat itu sudah kalah,”ucap Karin lirih di tengah getar bibiryang menahan sakit.

”Sudahlah, Karin! Aku telah memberikan jarum itu. Kita berharap semoga percobaan itu....semoga....ah, sialan! Aku sendiri tak tahu untuk apa sebetulnya percobaan itu,“ Pitra mengepakan tinju.

“Kau perlu gagasanku, Pit?“ tiba-tiba Zaldy berbisik.

“Katakan“

“Tak usah ngotot banget. Kita ikuti saja percobaan Smallstone. Berhasil atau gagal, percobaan itu tak banyak mengubah nasib kita,” ujar Zaldy.

Pitra menatap Zaldy sejenak, kemudian menatap Karin.

”Kupikir Zaldy benar. Kita ikuti saja percobaan ini,” bijuk Pitra, ” Kau bisa bangun, Karin?”

”Ya, tapi lenganku perih sekali. Menusuk tulang rasanya,” Karin meringis, ”dan sulit digerakkan”.

”Tahan. Kutolong kau bangun. Ayo!”

”Well....well, kalian rupanya sudah membulatkan suara untuk percobaan ini. Baik! Itu sangat baik! Aku memang kurang gembira kalau ada orang di ruangan ini yangmeragukan keberhasilan percobaanku,” Smallstone menyela dengan ucapan sarat ejekan.

”Aku sangat meragukan itu!” geledek Karin sambil mencoba bangkit, ”Kau tak akan berhasil. Kau gagal menyakini kemampuanmu sendiri. Bahkan kau harus menyiksa orang lain untuk mendapatkan jarum Kalugatii. Padahal dalam anganmu, kau yakin betul bisa meluluhkan kehendakku tanpa menyakiti terlebih dahulu. Kau telah gagal di tahap pertama. Itu kau harus akui”

”Aku mengakuinya” tutur Smallstone, tapi untuk percobaan membangunkan Inrenanu, aku benar-benaryakin! SekarangJarum Kalugatii telah ada padaku. Dan tuan-tuan yang baik ini telah menyumbangkan kepakarannya untuk mendukung teknologi percobaanku. Tak ada lagi yang perlu diragukan, ”Smallstonr membungkukkan badan ke arah Karin. Pitra dan Zaldy. Sekali lagi aku mengundang kalian menyaksikan peristiwa langka ini. Carilah tempat yang enak untuk berdiri. Saksikan dengan mata kepala sendiri.”

Masih setenang semula, Smallstone membalikkan badan dan membawa jarum Kalugatii ke arah lensa penembak. Karin menatap Smallstone dengan mata berpijar. Ia sama sekali tampak tak rela jarum itu benar-benar berpindah tangan. Ini bisa dimaklumi. Mati-matian gadis ini mempertahankan jarum Kalugatii. Pantas kalau ia sedih sekali melihat jarum itu kini berada di tangan Smallstone.

”Maafkan aku, Karin! Maafkan,” Pitra berbisik. Karin tak bersuara. Hanya matanya menguntit Smallstone yang mulai membagi-bagi perintah untuk anak buahnya. Percobaan membangunkan jasad Inrenanu yang membuat Karin gundah itu, agaknya memang tak bisa dicegah lagi.

Jauh dalam hati, Pitra bisa merasakan ketidakyakinan Karin untuk percobaan Smallstone. Tapi, meski demikian Pitra tak mampu memahami mengapa gadis ini sangat meragukan keberhasilan percobaan smallstone. Dan mereka kini harus puas menyaksikan sesuatu yang mendebarkan hati, yang tak mereka inginkan tejadi, berlangsung begitu saja didepan mata.

***

Bergen meletakkan jarum Kalugatii di atas permukaan sebuah kaca pembesar yang dihubungkan dengan komputer. Sebentar kemudian, Smallstone meminta Dominique mendekat ke arah layar monitor komputer. Serius Dominique memeriksa dan meminta Bergen mengkutak-kutik layar komputer. Sama seriusnya dengan saat ia mengamati hasil pembesaran jarum Kalugatii di layar komputer bebarapa saat kemudian. Pitra memperkirakan, Dominique yang ahli arkeologi itu di tengah meneliti keaslian jarum Kalugatii.

Sebentar kemudian, Dominique mengangguk-angguk. Ia sudah yakin betul jarum itu ali.

”Lihat!”ujar Smallstone pada Karin, Pitra dan Zaldy, ”Kalian memberikan jarum itu pada saat yang tepat,” Smallstone menunjuk hasil pembesaran jarum Kalugatii di layar komputer. Kini setiap orang dapat dengan mudah membaca huruf-huruf yang menghiasi punggung jarum pipih Kalugatii itu.

”Sederet mantra di jarum Kalugatii ini menjelaskan tentang saat pergantian waktu. Huruf-huruf DIV adalah angka romawi untuk menuliskan 504. Beberapa menit lagi adalah saat pergantian hari yang sudah ditentukan. Tepat hari ini, awal Juli 1485, Vlad Papis, bapak Inrenanu, mati konyol. Saat kematian Vlad Papis menjadi patokan bagi kebangkitan Inrenanu untuk membalas dendam. Ya, hari ini, 504 tahun kematian Vlad Papis, saat tepat bagi Inrenanu untuk membalas dendam, ” Smallstone tersenyum pada semua yang hadir. ”Dan saat yang menentukan itu tak lebih dari duabelas menit lagi,” Smallstone berseru senang.

Nafas karin memburu. Dadanya naik turun.

”Nah, saudara-saudara! Kita akan memulai percobaan kita,” Smallstone memberikan isyarat tangan kepada Titon. Tunangan Riri itu kemudian meraih sebuah pesawat remote-control dan mengarahkannya ke sebuah dinding tak jauh di sampingnya. Dinding itu tiba-tiba terbuka ke bawah, bersamaan dengan bau apek dan bau campuran zat-zat kimia yang berbau seperti obat. Kelmer dan Titon kemudian masuk ke pintu yang baru saja terbuka itu. Setengah menit kemudian mereka kembali dengan sebuah kereta dorong. Jasad Inrenanu tergolek di kereta dorong dengan penutup tubuh berwarna kelabu dan rambut menjurai nyaris menyentuh lantai.

Tahulah kini Zaldy, bahwa ruangan berjerami tempat mereka terperosok tadi sebetulnya tak jauh dari ruangan inferometer. Kalaupunruang interferometer kemudian terasa jauh dan rumit masuknya, itu karena pintar-pintarnyaanak buah Smalstone mengelabuhi mereka.

”Jasad Inrenanu, ”ujar Smallstone, ”Merupakan hasil mumifikasi yang bernilai tinggi. Ia tak hanya utuh berupa jasad, melainkan masih menyimpan gelombang-gelombang roh di rongga dada yang tak mudah lepas. Jaringan syaraf di otak Inrenanu, juga berhasil diaktifkan, dan kini telah dihubungkan dengan komputer di tangan Bergen.

”Aku sendiri akan melakukan penyinaran atas Inrenanu dengan sepuluh lensa ini, kemudian menembaknya dengan proyeksi jarum Kalugatii. Bayangan hasil proyeksi ini nanti akan ditangkap oleh layar putih di atas. Dan bayangan inilah yang akan dikendalikan dengan komputer. Inilah puncak percobaanku, sebuah percobaan ilmu fisika yang didukung arkeologi, ilmu kimia, antropologi, dan teknologi komputer yang tiada tandingannya,”Smallstone tersenyum jumawa.

Karin memejamkan mata mendengar ocehan Smallstone. baginya, penjelasan Smallstone sama pedihnya dengan sayatan sinar tadi. Pitra benar-benar melihat ekspresi tak rela dari mata Karin.

”Titon, bisakah kau tempatkan Inrenau di meja perak pada posisi yang tepat?’tanya Smallstone. Titon dan Kelmer segera melepas penutup tubuh Inrenanu dan mendekatkan kereta dorong ke meja perak. Mereka kemudian memindahkan Inrenanu dengan mengangkat alas tidur Inrenanu yang terbuat dari bahan semacam fiberglass setebal 3 cm. Jasad utuh Inrenanu kini telah digolekkan di meja perak, sementara Bergen sibuk mengukur posisi tepatnya lewat komputer.

”Tiga menit lagi!” teriak Smallstone. Perlahan ia menaiki satu anak tangga menuju lensa penembak.

Dominique dengan hati-hati menyelipkan jarum Kalugatii pada bagian belakang lensa penembak seperti orang menyisipkan peluru pada sebuah revolver. Sesaat kemudian, tangan smallstone telah siap di meja tombol, berbarengan dengan kesibukan Bergen, Kelmer dan Titon di meja komputer masing-masing.

”Dua menit,” Smallstone melihat arloji. Ketegangan tampak mulai menyelimuti ruangan interferemoter. Fred dan Karl serta Ruud yang tadinya ketat mengawasi Pitra, Karin dan Zaldy, kini lebih suka menancapkan mata mengikuti setiap gerakan Smallstone.

”Enam puluh detik,” teriak Smallstone. Suaranya terdengar perau dan sedikit tegang. lampu-lampu meredup. Ruangan tiba-tiba terasa menghangat. Otot Karin seperti terlihat menonjol di balik kulit. Keterangan menggerayangi dirinya.

”Tiga puluh detik!”

Suasana sunyi dan tegang merayapi semua orang. Peluh mulai mengalir nyaris di sela-sela bulu kuduk semua orang. Mata Riri memandang ke arah Smallstone tanpa berkedip.

”Sepuluh...sembilan...delapan...tujuh...enam...lima...empat...tiga...dua...satu...”

”Hentikan itu, Smallstone! Kau bisa membinasakan banyak orang,” tiba-tiba Karin melompat ke arah Smallstone dengan sebuah terjangan. Pitra terkejut. Ini sama sekali tak terduga. Sigap ia mendekap Karin dari belakang.

”Tahan, Karin! Kalau meleset waktunya, resiko kegagalan makin besar!” hardik Pitra. Tapi Karin meronta terus, sementara itu jari Smallstone sudah mengucap di tombol hitam.

Burai cahaya berpijar seperti tembakan beruntun dari kesepuluh lensa di sekeliling meja perak tempat Inrenanu terlentang. Berpuluh warna, semuanya menyilaukan.

Pitra menyipitkan mata. Tapi ia sempat menyaksikan setiap lensa menyorotkan seribu satu cahaya yang seperti langsung mebuat jasad Inrenanu berpijar terang seperti besi yang dipanaskan sampai seribu derajad Celcius.

Tak sampai duapuluh detik kemudian, jari Smallstone menyentuh tombol di lensa penembak. Zaldy terpukau sekaligus miris melihat sebuah sinar meleset agak perlahan lebih lama daripada kecepatan cahaya menuju ke tubuh Inrenanu dari moncong lensa penembak. Bisa dengan jelas dilihat cahaya yang meleset itu berbentuk tombak berpijar berwarna campuran inframerah dan ultraviolet. Jarum kalugatii rupanya sudah di tembakkan ke arah Inrenanu.

Karin melotot dalam dekapan Pitra. Ia menyaksikan tubuh Inrenanu berguncang keras dan berpijar merah, ungu dan oranye. Rambut Inrenanu bagai gugusan bara yang menjilati lantai. Sapuan panasnya terasa di wajah setiap orang yang hadir

Pada saat itu juga, sekonyong-konyong meja perak juga memendarkan cahaya yang pijarnya nyaris menandingi pijar jasad Inrenanu. Pijar meja perak kemudian diliputi asap berwarna-warni yang menyemburkan hawa panas.

Berkas itu membentuk tubuh Inrenanu dan membumbung sampai ke layar di atas meja. Kini Pitra dapat dengan jelas melihat berkas itu membentuk bayangan dengan wujud yang semakin lama semakin jelas di layar putih itu.

(BERSAMBUNG KE SINI)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun