EPISODE 21 : ITRENG KADIT? NGERTI TIDAK? bisa dibaca di sini
EPISODE 22 : KEINDAHAN DI SAAT YANG TIDAK TEPAT
Pitra dan Zaldy mengonggokkan begitu saja setelan necis yang dihadiahkan Smallstone pada mereka di pojok ruangan. Dengan isyarat, Pitra minta Zaldy bergegas. Zaldy menaikkan resluiting jaket dan mengikuti Pitra berlari di lorong-lorong panjang yang seperti tak ada habisnya itu.
”Kau masih ingat dimana ruangan interferometer berada?” tanya Zaldy.
”Ingat. Tapi lebih baik lagi kalau kita cari jalan lain menuju ke sana” kata Pitra.
”Apa ada?”
”Pasti ada. Nah, kita coba lorong yang ke kanan itu” Pitra menunjuk arah kanan, ”Dengan memperkirakan letak ruang interferometer itu, aku yakin jalan yang ke kanan itu adalah bagian belakang ruang interferometer”
”Ayolah kita coba. Ada satu pintu di depan sana,” kata Zaldy.
”Betul. Mudah-mudahan itu. Tapi, sebentar. Tunggu!”
”Ada apa?” Zaldy berhenti.
”Jarum Kalugatii itu, dimana ya? Tadiaku taruh di saku kanan stelan bagus itu” Pitra mencari ke seluruh saku celana, baju dan jaket.
”Pasti tertinggal di saku stelan itu. Kau tinggalkan stelan di kamr rias, ” ucap Zaldy.
”Kau betul. Teledor sekali aku. Aku harus ambil benda itu sebelum ketahuan anak buah Smallstone”
”Kalau begitu, kau ambil dulu. Aku mau cari makanan ke ruang makan. Segawat apapun, makanan tetap perlu, supaya kita kuat. Nanti kita ketemu di ruang makan, ” kata Zaldy.
”Oke. Aku kembali ke ruang rias”
Pitra segera ambil langkah dan kembali menyusuri lorong-lorong panjang. Setelan necis itu masih teronggok di tempat semula . Cepat Pitra menjemba saku celana dan memeriksa. Tapi sebentar kemudian ia jadi berkeringat. Potongan kulit tempat menyimpan jarum Kalugatii tak ada di tempat. Semua saku telah dijarah, tapi tak juga potongan kulit itu ditemukan.
”Tak ada di sini. Pasti tertinggal di kamar!”
Kembali Pitra melewati beberapa koridor dan balik ke kamar tempat ia beristirahat. Ia bernafas lega melihat potongan kulit berisi jarum itu tergolek di bagian pinggir tempat tidurnya. Pasti tadi tertinggal saat ia membaringkan badan. Ia duduk sejenak di tepian tempat tidur dan perlahan mengeluarkan jarum Kalugatii. Masih ada!.
Pitra bersiap berdiri dari tempat tidur danhendak segera menyusul Zaldy. Namun, lampu ruang tiba-tiba saja meredup. Belum sempat kejut itu hilang, sesosok tubuh tiba-tiba muncul di pintu. Rupanya sosok itu yang menggerakkan alat pemutar agar lampu menjadi redup. Tak lama untuk memastikan itu sosok wanita dalam gaun satin tipis yang menebarkan harum bunga alam. Pitra bisa dengan jelas menatap lekukan tubuhnya, dan mendengar desah nafasnya yang nyaris memburu.
”Pitra...” sosok itu memanggil. Sejenak Pitra bisa menebak pemilik suara itu. Tapi ia belum yakin benar. Itulah sebabnya pemilik suara itu. Tapi ia belum yakin benar. Itulah sebabnya ia perlu memperhatikan sepenuh hati. Ia baru yakin betul tatkala sosok itu bergeser perlahan ke dekatnya.
”Mbak Riri!” Pitra diam terpaku, ”Kau itu, mbak?”
”Ya...ini aku,” Riri tenangdi depan pintu tertutup. Semula Pitra berpikir Smallstone tengah mengelabuinya dengan hologram Riri. Tapi ia tahu bayangan buatan Smallstone selama ini selalu didahului oleh asap tebal dan hawa panas. Dan lagi, Pitra dengan mudah bisa menatap wajah Riri dalam remang itu, lengkap dengan bentukan dadanya yang naik turun manakala perlahan Riri berjalan menghampiri dirinya.
Pitra undur beberapa centimeter.
”Aku melihat Mas Titon. Ia ada di ruangan itu!” ucap Pitra perlahan, setengah berbisik begitu Riri makin dekat padanya.
”Ya, aku tahu. Ia anggota kelompok ini, anak bauh Smallstone. Aku baru tahu ketika anak buah Smallstone membawaku kemari,” Riri makin dekat dan menatap Pitra dalam-dalam. Harum tubuh Riri makin menyundut hidung bersamaan dengan pandangan Riri yang membiarkan mata Pitra menikmti tubuh Riri yang tak berbekal sehelai benangpun selain gaun tidur berkain satin putih yang tipis dan terawang.
Sesaat kemudian, Riri melingkarkan tangannya ke leher dan mendekatkan wajah ke wajah Pitra. Dengus nafas Riri terasa menghentak dadanya.
”Mbak Riri, kita harus keluar dari sini... kita tak punya waktu,” Pitra bicara, di tengah kecupan Riri yang bertubi-tubi.
”Banyak waktu...banyak waktu,” desah Riri.
”Ruangan ini disadap. Orang bisa mendengarkan suara kita,”
”Aku tidak peduli!” dekapan Riri makin erat.
”Zaldy dan Karin menungguku. Aku mau hancurkan interferometer itu,” Pitra berusaha melepaskan diri dari pelukan Riri.
”Kau tidak mungkin menemukan interferometer. Smallstone sangat rapi menyembunyikan tempat itu,”ujar Riri.
”Kalau begitu, aku akan segera membawamu keluar, aku datang untuk menyelamatkan Mbak!”
”Aku tidak bisa. Aku sangat mencintai Titon. Ia tak mau pergi sebelum percobaan peralatan itu selesai. Aku akan tinggal bersamanya. Aku sangat mencintai Titon!” Riri mendesak tubuh Pitra, mendorong Pitra makin condong ke tempat tidur.
”Aku tidak mengerti,” Pitra di sela-sela rambut Riri, ”kau bilang sangat mencintai Titon”.
”Nanti kau akan mengerti, Pit,” ujar Riri. ”Terlalu banyak hal yang sulit yang sulit dimengerti. Nanti juga kau akan tahu. Dan itu sangat penting!”
”Mbak Riri....”
”Nanti akan kukatakan. Sekarang, biarkan aku melepas jaketmu”
Pitra kini benar-benar tak tahu apa yang terjadi. Tapi diijinkannya Riri mencampakkannya jaket itu. Muka Riri menerobos lehernya.
Riri benar, makin banyak saja hal yang sulit difahami, sebagaimana Pitra sulit menolak gelora Riri di saat yang mustinya sangat tidak tepat ini.
Tapi Pitra biarkan juga mbak cantik ini menggila.
”Dengar baik-baik,” kata Riri lirih di telinga Pitra, ”Smallstone akan membantai sekelompok orang gypsy yang sedang beradadi negeri ini. Titon yang mengatakan itu padaku. Ia tak mengatakan kapan dan dimana puncak percobaan ini akan dilakukan. Tapi aku yakin itu tak akan lama lagi,” suara Riri kemudian hilang dalam desah nafasnya sendiri. Selebihnya Riri tak banyak bicara lagi.
Benar seperti kata Riri. Tak mudah memahami yang terjadi. Dunia seperti penuh teka-teki . Saat ini Pitra hanya tahu dunia kecil di sekelilingnya demikian indah, meski sebenarnya saatnya sangat tidak tepat.
***
Pitra tergeragap dan mendapatkan dirinya terlentang dengan sehelai selimut menutup tubuh. Ruangan tetap redup. Riri sudah tak berada di sebelahnya. Pitra bangkit. dan mencari. Hanya aroma tubuh Riri yang tertinggal. Ia menarik nafas lega mendapatkan potongan kulit pembungkus jarum Kalugatii masih berada di saku jaket, dan jarum itu aman di dalamnya. Terus terang tadinya ia curiga Riri diam-diam mengambil jarum itu atas perintah Titon.
Ia kini jadi bingung kenapa Riri dengan cara itu, kemudian meninggalkannya begitu saja? Apa sebenarnya yang telah terjadi pada mbak yang malang itu? Apakah benar Riri datang menemuinya cuma untuk mengatakan bahwa klimaks percobaan Smallstone sudah semakin dekat?
Pitra mengenakan pakaian dan melirik arloji. Setengah jam lagi dari waktu yang dijanjikan untuk bertemu Zaldy dan Karin. Ia telah terlelap dua setengah jam.Benaknya kembali pada Zaldy dan Karin.
Landasan sepatu karetPitra berdecit-decit menyentuh lantai setengah kasar di lorong ruang bawah tanah itu. Ia berlari cepat menuju ruang makan.
Di ruang makan, ia mendapati sejumlah piring kotor berserakan dan makanan yang sudah terkais di meja. Zaldy pasti sudah ke ruang ini. Pitra berjalan cepat di beberapa lorong dan mencari. Tapi Zaldy tak di temukan. Sialan juga anak itu!
Ditatapnya arloji. Sepuluh menit lagi menuju saat berkumpul di ruang tidur. Kalau ia berjalan kembali ke ruang tidur, Zaldy dan Karin pasti sudah berada di sana.
Kembali Pitra menerobos lorong-lorong yang telah di lewati sebelumnya. Namun, tiba-tiba tak mudah mengenali sejumlah lorong-lorong yang telah di lewati . Semua lorong volumenya hampir sama, dengan dinding-dinding kusam yang seragam. Pitra menoleh kebelakang dan ke depan. Masih sulit mengenali lorong yang menuju kembali ke ruang tidur. Menyesal tadi ia tak sempat bikin tanda di setiap lorong agar ia dapat dengan mudah kembali ke tempat semula. Dalam hati Pitra harus mengakui kehebatan arsitek yang merancang ruang bawah tanah itu, yang dapat dengan mudah menyesatkan orang. Apakah Karin dan Zaldy mengalami hal yang sama? Di mana mereka berdua berada? Atau sudah kembali ke ruang semula?
Pitra memutuskan balik ke ruang makan. Namun, kali ini kebingungan makin bertambah saja. Ia bahkan tak tahu lorong yang mana menuju ke ruang makan. Ia mencoba berjalan berbalik arah. Tapi kemudian ia tiba di perempatan yang rasanya belum pernah di lewati sebelumnya. Ia mulai merasakan gaya misteri yang ditebar Smallstone. Bikin bingung dan kacau! Pitra mencoba berkonsentrasi dan menajamkan mata menatap sekeliling. Namun ia cuma melihat deretan lorong-lorong panjang yang banyak jumlahnya. Dan mulai terasa ada kekuatan yang menyesatkan pikiran.
Memasukkan tangan ke saku jaket, Pitra kemudian bersandar di dinding. Tiba-tiba ia merasakan ada getaran perlahan. Ia pasang telinga dan perasaan. Getaran itu semakin keras, seperti getar yang ditimbulkan tapak sepatu dari lantai. Getaran itu terasa berjalan ke arah depan. Pitra mengikuti getaran yang diperkirakan berasal dari sebuah gerakan itu dengan cara menempelkan telinga di dinding.
Ketika sampai di ujung lorong, pada sebuah perempatan, getar itu menghilang. Pitra memasang telinga baik-baik. Pada saat itu ia menangkap kelebat manusia di mulut lorong yang lain.
”Siapa itu?”teriak Pitra. Suara Pitra menciptakan gema kecil di lorong-lorong.
”Hei, kau itu,Pit?” tiba-tiba terdengar jawaban lamat-lamat yang terputus-putus. Pitra yakin itu suara zaldy.
”Zaldy! Dimana kau?” kejar Pitra. Tapi tak ada sahutan. Pitra gusar. Seharusnya, dengan jarak sedekat itu, Zaldy bisa mendengar pertanyaanya.
”Zaldy! Pitra mengulangi. Tetap tak ada sahutan.
Segera saja Pitra menerobos ke lorong tempat ia melihat kelebat itu. Itu pasti Zaldy. Tapi kenapa ia demikian kurang ajar main petak umpet segala?
Lorong itu kosong melompong, dan menyuguhkan pandangan yang redup ke depan. Seharusnya, kalau memang ada orang lewat lorong itu, ia masih kelihatan di situ.
”Zaldy!” Pitra berjalan menyusuri lorong yang baru itu. Kini ia tahu ia sama sekali tersesat dan tak yakin lorong mana yang mebawanya ke tempat yang aman. Pasti ada sesuatu yang misterius dengan lorong-lorong ini. Pasti Smallstone telah merekayasa ruang ini sedemikian rupa untuk mengelabuhi tamu-tamu tak di undang. Ia tahu Zaldy tak berada jauh darinya. Hanya saja keduanya mengalami kesulitan komunikasi, dan sekat-sekat lorong itulah yang menipunya.
Pada saat Pitra kembali mendengar getaran di dinding segera Pitra memukul dinding keras-keras tiga kali. Getaran itu kelihatan berhenti. Pitra memukul dinding itu tiga kali lagi. tak diduga-duga, terdengar getaran yang berasal dari pukulan dinding di sisi lain, tiga kali juga. Pasti Zaldy berada di dinding sebelah. Pitra kini memukul dua kali. Terdengar dua getaran di dinding. Itu respon dari dinding sebelah.
Pasti Zaldy!
Kemudian Pitra memukul-mukul dinding dengan jarak pukulan maju ke arah ujung lorong. Getaran di dinding sebelah juga seperti mengikuti maju ke arah lorong. Pitra senang. Sudah ada komunikasi dengan orang di dinding sebelah. Mudah-mudahan betul itu Zaldy.
Ketika Pitra sudah sampai di ujung lorong, ia berteriak:
”Zaldy!”
”Pitra!” terdengar sahutan, suara Zaldy.
”Syukurlah itu, kau! Cepat jalan ke perempatan lorong”
Bersamaan dengan itu, Pitra bisa dengan mudah melihat Zaldy, dan Zaldy-pun melihat Pitra, cuma sekitar satu setengah meter di hadapannya.
”Gila, lorong ini aneh sekali. Tiga jam aku berputar-putar, tidak nemu jalan kembali ke ruang tidur,” ujar Zaldy hendak melangkah dari ujung lorong ke lantai perempatan. Tapi dengan sigap Pitra melarang, ”Stop! Jangan melangkah!”
(BERSAMBUNG KE SINI)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H