REFLEKSI HARI PARIWISATA DUNIA DAN KEBIASAAN BERTURAS ORANG INDONESIA
Kompas 27 September 2011 menurunkan berita bertajuk “Toilet Menjadi Kendala Pariwisata’. Berita itu terkait dengan penyerahan Penghargaan Sapta Pesona untuk Toilet Umum Bersih’ Senin, 26 September 2011, dari Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, berkenaan dengan Hari Pariwisata Dunia 27 September 2011. Jero Wacik, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata mengatakan toilet merupakan garis depan pariwisata dunia.
[caption id="attachment_137747" align="aligncenter" width="640" caption="(foto : oddee.com)"][/caption]
Sayangnya, menurut Sudaryatmo, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, di Negara kita toilet umum dianggap bukan bagian dari pelayanan kota sehingga tidak ada badan khusus yang mengelolanya. Banyak toilet yang tidak memenuhi standar karena kekurangan dana.
Terlepas dari eksistensi toilet bersih dan nyaman di negara ini, kelangsungan (sustainability) kondisi bersih dan nyaman toilet masih merupakan kendala. Ini terkait dengan kebiasaan-kebiasaan berturas (urinating dan defecating) yang bermuara dari latar belakang toilet-training seseorang. Jadi, bisa saja di suatu kawasan publik terdapat toilet bersih dan nyaman, tetapi manakala pemakainya tidak melakukan atau berusaha melakukan perilaku-perilaku bersih yang diperlukan untuk memelihara kebersihan dan kenyamanan toilet, tetap saja toilet yang bersih sekalipun, akan tampil jorok dan tidak nyaman.
[caption id="attachment_132453" align="aligncenter" width="400" caption="Toilet bersih : sehat, nyaman dan kering lantainya (bed-room.blogspot.com)"][/caption]
Kita tahu bahwa dewasa ini telah terjadi banyak perubahan pada sediaan sistem berturas, misalnya : peralihan dari toilet jongkok (squat water closet) menjadi toilet duduk (sitting water closet), pergantian sistem siram dari alat siram manual (gayung) menjadi alat siram semprot manual, pergantian dari alat semprot manual menjadi bidet (semprot langsung ke permukaan anus), dan alat bilas otomatis yang digerakkan oleh sensor elektronik untuk tempat pipis pria. Selain itu, kini sistem toilet basah telah pula beralih ke sistem kering, yakni mencegah dan menghindari genangan air di lantai toilet.
[caption id="attachment_132456" align="aligncenter" width="375" caption="Toilet kotor menghambat kunjungan wisata (foto : foodsafety.com)"][/caption] Rekayasa fasilitas turas ini tentu saja menelan banyak biaya. Itulah sebabnya, fasilitas toilet di kawasan publik perlu mengutip biaya dari pemakainya; biaya untuk menghadirkan kenyamanan.
Permasalahan kembali pada kebiasaan pemakai. Bisa dibayangkan, bila di rumah masing-masing, pemakai terbiasa dengan jamban jongkok, maka akan timbul masalah teknis dan psikologis ketika pemakai berhadapan dengan jamban duduk. Itulah sebabnya, tutorial penggunaan jamban duduk tak jarang ditempal di dinding toilet, agar pemakaian tak jongkok di atas panel oval jamban duduk. Sejumlah pemakailaki-laki juga tidak tahu bahwa bila pipis di jamban duduk, panel oval berlubang harus diangkat naik dan disandarkan di porselin bak air agar tak kena air pipis, dan dikembalikan ke tempatnya bila selesai pipis.
[caption id="attachment_132457" align="aligncenter" width="397" caption="Toilet modern dengan bidet, sarana semprot-bilas otomatis (foto : scmmcsource.com)"][/caption]
Kebiasaan menyiram water closet setelah berhajat juga jadi masalah, yang biasanya dilakukan dengan setengah-setengah, selain muncratan air yang menggenang ke mana-mana . Inilah yang kemudian selalu diingatkan dengan pengumuman berbunyi “Jangan tinggalkan jejak, siram, bersihkan dan keringkan toilet setelah pakai” seperti yang terlihat di bandara Juanda dan Soetta.
[caption id="attachment_132458" align="alignleft" width="300" caption="Toilet bergambar lucu (foto : anisaabdulkarim.blosgspot.com)"][/caption]
Kelambanan pemakai untuk beradaptasi dengan inovasi fasilitas turas memamg bukan perkara mudah. Kajian sosiologi memberikan tipologi kemampuan manusia untuk mengadopsidan beradaptasi dengan ide baru, yakni (Innovators, mereka yang paling cepat bisa beradaptasi; Early Adopters, mereka yang lebih awal beradaptasi; Adopters, mereka yang mampu beradaptasi, dan Late Adopters, mereka yang lamban beradaptasi, dan Laggards (mereka yang sulit beradaptasi). Pada tipe yang mana sebagian masyarakat kita berada?
Anda mungkin bisa menemukan jawaban sendiri. Di tipe mana seseorang berada bila ia berpikir ‘sulit ceboknya’ bila harus berturas di WC duduk? Di tipe mana seseorang berada bila ia berpikir ‘kenapa susah-susah bersihkan WC setelah pakai sedangkan sudah ada petugas pembersih’?
Nah, bila Menteri Kebudayaan dan Pariwisata berpendapat bahwa toilet adalah garis depan pariwisata Indonesia, itu ada benarnya. Wisatawan asing biasanya adalah bagian dari masyarakat dunia yang telah lebih dulu beradaptasi dan mengadopsikebiasaan berturas yang sehat dan bersih. Tentu saja mereka risih mendapati fasilitas turas yang kurang bersih dan kurang nyaman. Fakta ini, saya yakin, turut andil dalam mempertimbangkan kunjungan ke fasilitas turas di suatu tempat, atau ke suatu tempat itu sendiri. Dan untuk membantu mendongkrak kunjungan pariwisata dunia, kita perlu turun menjaga kenyamanan dan kebersihan toilet umum dengan beradaptasi dan mengadopsi gagasan-gagasan perilaku berturas yang bersih, nyaman dan sesuai perkembangan jaman.
[caption id="attachment_132459" align="aligncenter" width="298" caption="Toilet beriklan di tempat pipis pria (foto : jabar.tribunenews.com)"][/caption]
Teman-teman Kompasianers, apakah kebiasaan berturas Anda sudah mencerminkan siapa Anda?
Pastinya sudah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H