Mohon tunggu...
Eddy Roesdiono
Eddy Roesdiono Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris, Penerjemah, Copywriter, Teacher Trainer -

'S.C'. S for sharing, C for connecting. They leave me with ampler room for more freedom for writing.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lapor, Pak, Saya Kehilangan Kasut Getah!

6 Januari 2012   03:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:16 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Negeri Antah Berantah, lepas maghrib. Pemuda belia, berusia lima belas tahun, datang ke kantor polisi setempat.

“Bisa saya bantu, dik?” tanya petugas jaga sopan.

“Ya, mau lapor, pak, saya kehilangan sepasang kasut getah saya,” kata si pemuda.

Petugas menghernyitkan kening.

“Coba Dik Muda terangkan apa itu kasut getah?” petugas yang simpatik itu ingin tahu.

“Kasut itu sendal, getah itu karet : sendal karet”

“Hm, bagaimana itu kasut getah bisa lenyap?” tampaknya pak petugas suka pula pakai istilah itu.

“Saya tinggalkan di halaman mushalla. Ketika balik dari sujud di mushalla, saya tak dapati kasut getah saya. Pasti telah dicuri,”

“Hm, sebutkan merek, pabrik pembuatan, harga perolehan dan tanggal pembelian!”

“Merek HL, singkatan dari Huah Lupa, pabrik pembuatan seperti yang tertulis pada plastik kemasan, Huah Lupa Berjaya,harga waktu saya beli setara 1 dollar Amerika, tanggal pembelian saya lupa”

Kemudian petugas mengais setumpuk kertas dari laci; tampak tebal.

“Isilah formulir ini dengan benar, jangan ada bagian yang dikosongkan. Semuanya 16 halaman, terdiri dari 211 pertanyaan,” jelas petugas.

“Ya ampun! Sedemikian rumitnyakah proses pelaporan ini, tuan petugas?” tanya pemuda.

“Benar”

“Tapi di negara tetangga itu, saya baca di koran, pencurian barang macam kasut mudah prosesnya, pencuri segera ditemukan, kemudian segera pula diadili, barang bukti didapatkan dan dihadirkan di persidangan. Aparat penegak dan pengayom hukuk di negara itu bergerak cepat, minim birokrasi, hebat semangat peradilannya,” cerocos si pemuda.

Pak petugas menatap si pemuda sesaat.

“Dik Muda, justru kami pamong penegak hukum di negeriini terinspirasi gaya keren penegakan hukum negeri tetangga itu. Dalam SOP institusi kami, yang baru direvisi setelah terilhami kasus di negera sebelah, kasut getah jadi komoditas prioritas top dalam delik aduan pencurian. Ini karena korbannya kami anggap sebagai telah menderita gegar psikologis, kekacauan batin, kebutaan nurani, dan ketulian sosial yang sifatnya sangat immaterial, sedemikian immaterialsehingga melebihi nilai barang yang tercuri”

“Bagaimana dengan korupsi uang negara, pencurian pulsa, pencurian identitas, pencurian harga diri, pencurian produk-produk budaya, pencurian hak cipta?”

Pak petugas menatap pemuda itu dengan senyum simpul. “Itu kasus kejahatan konvensional, tidak unik,universal, melanda semua orang, dan sangat biasa. Itulah sebabnya, untuk kasus-kasus macam itu, pelapor hanya perlu mengisi formulir 1 lembar terdiri dari cuma sepuluh pertanyaan”

Giliran pemuda itu menyeka jidat.

By the way, apakah saya dikutip biaya untuk pelaporan ini, pak?” tanya si pemuda.

“Ya, jelas,Dik Muda. Proses pembuatan laporan,cetak formulir,penyelidikan dan pengejaran pelaku membutuhkan biaya. Untuk laporan ini, Dik Muda dikenakan biaya setara 10 dollar Amerika. Di pengadilan nanti, bila pingin menang kasus, saya tak tahu Dik Muda harus apa dan harus bagaimana atau harus jadi siapa. Bukan wewenang saya untuk berbagi informasi di bidang ini”

“Setara 10 dollar Amerika. Itu sepuluh kali harga kasut saya!” cetus si pemuda. Tampaknya ia enggan mendengar hal-hal lain, kecuali angka biaya lapor.

Ia kemudian berpikir beberapa jenak. Ia berhitung, beli sepasang kasut baru akan jauh lebih nyantai dan lebih ekonomisdaripada melaporkan kasut getah hilang yang kalaupun nanti ketemu, bakal naik status jadi barang bukti, dan belum tentu balik padanya.

“Eh, …begini, setelah saya pikir-pikir, saya baru ingat kasut getah tadi saya simpan di suatu tempat aman. Saya akan cari sekuatnya. Bila saya tak balik kemari, berarti kasut getah sudah saya temukan. Permisi, terimakasih”

Pemuda itu langsung hengkang dari kursi pelapor di kantor itu. Petugas terkekeh. Ia yakin sang pemuda tak bakal balik. Seorang rekan pak petugas yang sedari tadi mengamati percakapan itu melontar komentar.

“Pak, hebat juga cara Anda menangani bocah itu. Anda jago mengolah canda dalam duka. Ia jadi urung lapor”

“Ya, rekan! Saya heran kenapa kehilangan kasut getah sepele gitu saja dilaporkan dan musti melibatkan kita yang sudah teramat sibuk dan tak pernah bisa tuntas ngurus kasus-kasus besar,” kata Petugas itu.

Ia berlanjut bicara, “Hukum itu lentur, kok. Asal akal sehat dan hati nurani bicara, kita tahu kapan harus lentur dan kapan tidak,” kata Pak Petugas.

“Sama lenturnya dengan kasut getah, dong!” ucap si rekan.

Pak Petugas menimpali dengan kekeh dibuat-buat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun