Kata ‘kartu’ dipungut dari kata bahasa Belanda ‘kart’, yang dalam bahasa Inggris adalah ‘card. Kartu biasanya adalah secarik kertas tebal dengan gramatur di atas 100, lazim berukuran 12 x 8 cm. Kartu juga bisa seukuran kertas A4 dan bisa pula bergramatur di bawah 100, seperti Kartu Susunan Keluarga (KSK).
Tak pelak lagi kita hidup dengan kartu. Coba periksa dompet Anda, ada kartu apa saja terselip di sana : Kartu Tanda Penduduk (KTP), kartu berobat, kartu kredit, kartu nama Anda dan orang lain, kartu debit, kartu ATM, Kartu Tanda Anggota (KTA), kartu karyawan, kartu keanggotaan klub badminton, kartu anggota pusat kebugaran, kartu anggota toko swalayan, kartu peserta jaminan asuransi dan sebut saja kartu yang Anda punya. Itulah sebabnya dompet Anda didesain dengan sedemikian rupa agar semua kartu bisa ditata rapi dan dibawa ke mana-mana.
[caption id="attachment_311967" align="aligncenter" width="535" caption="Jokowi, Kartu, No 2, for President (ilustrasi : Eddy Roesdiono)"][/caption]
Birokrasi dan layanan publik dimediai oleh kartu. Untuk mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM), Anda perlu KTP. Untuk secara sah mengemudikan kendaraan bermotor Anda harus punya SIM. Untuk mendapatkan layanan bank di tengah malam, Anda perlu kartu ATM.
Intinya, kartu berkaitan erat dengan hajat hidup orang banyak. Kartu-kartu adalah kita, representasi keberadaan dan pengakuan atas kita dalam sebuah sistem sosial, dalam sistem negara.
Kandidat presiden nomor urut 2, Jokowo agaknya sadar benar akan peran kartu sebagai media akses mudah, efektif dan efisien. Itulah sebabnya, ia bawa dua jenis kartu akses (Kartu Indonesia Sehat—KIS, dan Kartu Indonesia Pintar—KIP) sebagai alat peraga (visual aid) pada dua debat capres yang sudah lewat; gagasan nyata, konkrit dan direct untuk kemaslahatan masyarakat kecil.
Pada Debat Capres Tahap 2,kartu-kartu ini sempat disindir oleh kandidat presiden nomor urut 1, dengan mengatakan, “Program Pak Jokowi dengan kartu-kartunya itu….,” sindiran yang terasa pada nada bicara kandidat presiden 1,yang disambut dengung bernada ejekan dari hadirin pendukung calon presiden nomor 1.
KIS-KIP bakal merupakan ekstensi Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP). KIS bakal memberi akses tanpa biaya warga kurang mampu untuk berobat sementara KIP menyediakan akses warga untuk mendapatkan pendidikan.
Kalau Jokowi memenangi pemilihan presiden, kedua jenis kartu ini akan menambah koleksi kartu warga. Kalau tadinya warga hanya memiliki paling tidak satu kartu (KTP), maka di dompet mereka akan ada tambahan dua kartu. Kalau tadinya warga hanya punya satu perangkat akses (KTP), nantinya warga akan punya dua tambahan perangkat akses langsung untuk kebutuhan dasar kelayakan hidup, yakni kesehatan dan pendidikan.
Dalam Debat Capres tahap 2, mungkin Jowoki lupa menyebutkan kata ‘akses’ sebagai kata kunci yang melekat pada dua KIS-KIP yang ia gagas, tetapi intinya tetap dapat, yakni akses/kemudahan/fasilitas bagi masyarakat yang memiliki akses/kemudahan/fasilitas terbatas. Mohon catat, makin banyak kartu yang terselip di dompet warga menandakan makin beragamnya kemudahan yang tersedia bagi mereka . Dan ini bakal disediakan dengan nyata.
Boleh saja pendukung kandidat presiden nomor 1 (beritanya di sini) berkicau lewat Twitter bahwa warga lebih butuh kartu kredit atau kartu debit katimbang KIS. Ia tak sadar bahwa kartu kredit adalah kartu untuk berhutang, kartu yang memfasilitasi warga untuk konsumtif, untuk membayar bunga, yang sangat berpotensi membebani, sementara kartu debit adalah fasilitas bagi warga berduit.
KIS-KIP bebas biaya dan memberikan manfaat akses fasilitas minus keribetan dan sangat mungkin dimiliki warga miskin.Yuk dukung program-program calon kepala negara yang secara nyata bakal memberikan kemudahan hidup bagi warga yang sehari-hari didera keterbatasan.
Salam akses mudah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H