Mohon tunggu...
Eddy Roesdiono
Eddy Roesdiono Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris, Penerjemah, Copywriter, Teacher Trainer -

'S.C'. S for sharing, C for connecting. They leave me with ampler room for more freedom for writing.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Iklan Cacat Bahasa, Sayang Sekali!

5 April 2014   17:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:02 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13966683791865834530

Menatap iklan keluaran sebuah BMUN tentang pembukaan gerbang tol di halaman 19 harian Kompas, 5 April 2014, saya mengelus dada. Di bawah ini adalah screen shot seserpih dari iklan full color sehalaman penuh itu.

[caption id="attachment_301936" align="aligncenter" width="440" caption="Screen shot iklan pembukaan gerbang tol, Kompas, 5 April 2014 (screenshot oleh : Eddy Roesdiono)"][/caption]

Copy-writing iklan ini ditulis dengan gaya code-mixing bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Teks bahasa Inggrisnya okay.Teks yang berbahasa Indonesia? Ampun!

Kata yang seharusnya ‘Dioperasikan’ ditulis ‘Di Operasikan’. Penulis naskah iklan ini—maaf—agaknya kurang paham bahwa beliau sedang menggunakan awalan ‘di’ sebagai pembentuk kata pasif, dan dengan demikian awalan ‘di’ harus disambung dengan kata kerjanya, yakni ‘operasikan’. Kata ‘di’ dalam bahasa Indonesia, bila berfungsi sebagai kata depan (penunjuk tempat) memang dipisahkan dari nama tempat yang mengikutinya, misalnya ‘di hatimu’, ‘di jalan tol’, ‘di Cibatu’, dan sebagainya.

Saya yakin tidaklah sulit memahami bagaimana awalan ‘di’ dan kata depan ‘di’ digunakan dalam contoh di bawah ini :

“Mesin-mesin baru di perusahaan itu mulai dioperasikan di awal musim giling. Mesin-mesin lama yang saat ini berada di gudang akan dikirim ke bengkel perbaikan di Jogjakarta yang nantinya akan digunakan oleh pabrik-pabrik kecil yang dijalankan oleh masyarakat di sekitar perusahaan”

Selain cacat penggunaan awalan ‘di’, teks iklan tersebut di atas terkesan menggunakan susunan kata secara serampangan. Mohon simak kutipan dari iklan di atas sebagai berikut :

Di Operasikan Gerbang Tol Cibatu KM 34+700

Tol Jakarta – Cikampek

Mulai hari Sabtu 5 April 2014 Pukul 14.00 WIB

sesuai Kepmen PU No. 175/KPTS/M/2014

Dalam hati saya berpikir kenapa teks tersebut harus diawali dengan kata kerja ‘Dioperasikan’ dan menempatkan subjek kalimat ‘Gerbang Tol Cibatu KM 34+700 Tol Jakarta – Cikampek’ di belakang kata kerja ‘dioperasikan’.

Bukankah akan lebih manis dipandang dan enak disimak bila ditulis demikian :

Gerbang Tol Cibatu KM 34+700

Tol Jakarta – Cikampek

Dioperasikan mulai hari Sabtu, 5 April 2014, Pukul 14.00 WIB

Sesuai Kepmen PU No. 175/KPTS/M/2014

Agar kita dapat nuansa contoh yang lebih enak, mari kita bandingkan cara penulisan teks di bawah ini

‘Disahkan peraturan-peraturan Negara terbaru mengenai penggunaan pesawat telepon seluler pada tanggal 14 Januari 2014”

dengan

“Peraturan-peraturan Negara terbaru mengenai penggunaan pesawar telepon seluler disahkan pada tanggal14 Januari 2014”

Kembali ke persoalan penggunaan awalan ‘di’ dan ‘di’ sebaga kata keterangan tempat seperti terurai di atas. Bila kita amati, sebagian besar pengguna bahasa Indonesia, meski sudah tahu bahwa awalan ‘di’ sebagai penanda kata pasif harus disambung dengan kata kerja, masih saja terlanda khilaf, dan terbolak-balik dengan penggunaan ‘di’ sebagai kata keterangan tempat.

Lihatlah pengumuman yang ditulis orang ‘Rumah Ini di kontrakan’, ‘Apartemen di sewakan’, ‘Sampah harus di buang ditempatnya’, ‘kami tinggal disini’, dan sebagainya. Para penulis artikel di Kompasiana-pun tak lepas dari khilaf itu, bahkan ketika menulis judul artikel.

Khusus berbicara tentang iklan pembukaan gerbang tol di atas, terbersitlah keprihatinan berikut. Berapa orang yang terlibat dalam pembuatan iklan tersebut (pihak pemasang iklan, pihak penulis naskah iklan, pihak biro iklan dan pihak penayang iklan, yang di sini adalah koran Kompas). Apakah di antara orang-orang ini tak satupun tersadar dari khilaf yang memungkinkan mereka untuk saling mengingatkan agar teks yang mestinya sederhana itu tak perlu jadi cacat bahasa? Bahwa awalan ‘di’ harusnya disambung dengan kata kerja?

Bukankah sayang bila biaya pasang iklan yang saya yakin berangka di atas Rp 500 juta ini, dan ditayangkan dengan melibatkan banyak cerdik pandai, ternyata tak mampu mencegah lolosnya kesalahan berbahasa yang sepele?

Mudah-mudahan artikel ini bisa mencerahkan, terutama bagi komunitas media massa yang juga menggemban tanggungjawab untuk turut  mencerdaskan bangsa lewat penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Salam Sabtu!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun