EPISODE 27 : INDAH TAPI MAUT bisa dibaca di sini
EPISODE 28 : BENAR-BENAR KACAU!
”Sudah jelas. Aku tahu kemana ia pergi!”
”Kemana?” tanya Pitra.
Tak sempat pertanyaan itu terjawab, terdengar lengking keras.
”Help me! Tolong!” suara Bergen membahana di ruang itu. Zaldy menutup mata. Ngeri sekali ia melihat Inrenanu membenturkan kepala Bergen ke tembok. Pada saat itu juga, membabibuta Dominique menyerang Inrenanu. Tapi Inrenanu seolah memiliki seribu mata. Dengan mudah ia bisa meraba gerakan Dominique. Jasad hidup itu cepat berputar ke belakang dan menyambut Dominique dengan dua tangan terentang dan bergerak maju secepat kilat.
”Dominique!” Titon melompat. Ia melihat dua tangan Inrenanu menancap di dada Dominique dengan darah berburai ke segala arah. Suara kesakitan tertahan di tenggorokkan Dominique. Pemuda ini meronta sebentar. Tapi kemudian tubuhnya lunglai, dengan mulut menyemburkan darah.
”Awas kau, bajingan !” Titon kalap. Ia segera menyambar sisa-sisa pecahan lensa yang berserakan di lantai. Ia maju dengan gerakan memukul kepala Inrenanu. Tapi alat pemukul itu pecah berkeping-keping saat menghantam kepala Inrenanu.
”Gila! Keras seperti batu!” cemas Titon. Ia mundur beberapa langkah mengikuti gerak maju Inrenanu. Ruud sigap. Ia melemparkan sepucuk pistol ke arah Titon.
”Tangkap ini, Titon!”
Titon segera menggengam pistol itu. Bergetar tangan Titon mengarah ke kepala Inrenanu.
”Tembak tepat di antara kedua belah matanya!” saran Ruud. Titon menurut. Dengan kedua belah tangan, Titon membidik Inrenanu.
Inrenanu maju terus, dengan bibir membentuk seringai yang menyeramkan. ”Benda itu, tak ada gunanya!”desis Inrenanu. Bulu kuduk Titon meremang. Ia mencoba berkonsentrasi.
”Dor!”
Peluru panas meleset dan melabrak kening Inrenanu. Tapi Inrenanu tak goyah. Juga tak ada darah muncrat. Cuma asap mengepul dari kening yang berlubang. Dan Inrenanu maju terus merangsek Titon, dengan tawa makin berderai.
”Ruud, buka pintu!” teriak Titon akhirnya.
”Tidak!” teriak Smallstone tiba-tiba. ”Jangan lakukan itu. Jangan!” Smallstone berusaha bangkit.
”Tapi ruangan ini bisa diambrukkan Inrenanu. Kita bisa mati konyol,” jerit Titon.
”Tidak kataku!” Smallstone berdiri. Suaranya parau.
”Kau bukan orang yang memberi perintah kini,” kata Titon.
”Buka pintu, Ruud pakai remote-control!
Ruud bingung.
”Ayo, buka!Kau mau terkubur di sini?”
”Jangan! ,Ruud! Ini perintah” teriak Smallstonr.
Ruud masih bingung.
”Orang yang memerintah kau, telah gagal. Tak ada alasan mematuhinya,“ teriak Karin .
”Ayo buka!”.
Ruud kelihatan makin bimbang.
”Buka! Atau kutembak kau!” hardik Titon
”Oke! Tapi kau yang tanggung semuanya!” Ruud mengambil seketika sebuah remote-control dari sakuisaku. Tapi gesit Smallstone menyambar pesawat remote control itu. Pitra melotot. Ini berbahaya. Kalau Smallstone menghancurkan pengendali pintu itu, sangat besar kemungkinan mereka semua terkurung di sini. Sementara mungkin tak ada halangan bagi Inrenanu untuk lepas dari ruang ini.
Pitra melompat dan menerjang Smallstone. Keduanya jatuh bergulung di lantai. Gigih Pitra berusaha merebut alat itu. Tapi agaknya ia terlambat. Sekuat tenaga Smallstone mengayunkan tangan ke arah tembok. Alat itu melayang dan terbanting di dinding keras. Alat itu pecah berkeping-keping. Karin bengong.
”Astaga. Remote-control itu rusak. Sekarang mustahil membuka pintu!”Karin memungut alat yang sudah berantakan itu.
”Kamu memang sialan!” Pitra menjotos keras Smallstone. Terdengar suara mengaduh. Smallstone tersungkur. Sekali lagi Pitra menghajar Smallstone tatkala Smallstone hendak bangkit. Sebentar kemudian Smallstone tak bersuara. Ia semaput.
”Cepat kau usahakan membuka pintu!” ujar Karin.
”Aku punya akal!” ujar Titon kemudian. Pitra sama sekali tak tahu apa yang akan dilakukan Titon. Tapi ia membiarkan saja Titon berusaha menarik perhatian Inrenanu dengan mendekat ke arah Inrenanu dengan pistol tergenggam.
Tunangan Riri itu kemudian berdiri di depan Inrenanu dengan dada membusung, dan pistol terhunus di tangan kanan.
”Inrenanu, bajingan bau busuk! Ini aku, Titon Suriapranaja siap menghabisimu!” teriaknya. Bersamaan dengan ia memuntahkan dua peluru panas ke dada Inrenanu.
Letusan pistol amat terdengar keras di ruang itu. Tubuh Inrenanu bergetar sedikit. Dua lubang yang mengepul asap tercipta di dada Inrenanu. Muka Inrenanu berubah benar-benar beringas. Serta merta ia mengarahkan kedua tangan ke arah Titon.
Titon mendelik. Cepat ia bergerak ke arah pintu. Dengan sekali hentakan Inrenanu menggerkkan kedua tangan ke depan dengan jari-jari terentang. Pada saat berpuluh tombak api bergerak cepat dari ujung-ujung jemari Inrenanu, secepat kilat pula Titon menyingkir ke kiri. Tombak-tombak api Inrenanu melabrak pintu tertutup di belakang Titon dengan suara kobaran api keras. Percikan api semburat ke segala tempat dan beberapa saat kemudian dinding besi itu mulai terbakar oleh desakan dan serbuan kobaran api yang demikian dahsyat itu. Tak ada yang bisa dibayangkan oleh Zaldy selain apabila semburan tombak api itu meluncur ke tubuh manusia.
Tahulah kini Pitra apa yang Titon sebut ’akal’ itu. Titon agaknya tahu persis kekuatan dan daya bakar bola api dari jemari Inrenanu bisa melumerkan pintu besi itu.
”Cepat bawa Riri pergi!” teriak Titon, ”Ruud, kau bawa Smallstone keluar. Tak ada gunanya bertahan di sini!”
Susah payah Ruud mengangkat Smallstone di pundaknya. Pitra segera menghampiri Riri.
”Ayo, mbak Riri!” ajak Pitra.
”Titon...mana Titon?” Riri bangkit, matanya mencari-cari.
”Oke, saya akan panggil dia”
Pitra mencari-cari. Kali ini Titon tengah berusaha menghindari serbuan Inrenanu yang tak kenal surut. Selain itu, ruang benar-benar memanas karena nyaris semua benda yang mudah terbakar sudah mulai dimakan api.
”Zaldy, kau bantu mbak Riri keluar!” Pitra meneriaki Zaldy, sambil mendekati Titon.
”Mas Titon , mbak Riri membutuhkanmu. Menyingkirlah, saya yang akan hadapi bajingan ini,”teriak Pitra.
”Pitra, mau apa kau?”tanya Karin.
”Mas Titon harus menyelamatkan mbak Riri. Aku akan mengalihkan perhatian iblis ini,” Pitra kini berada tak lebih dari tiga meter di depan Inrenanu.
”Kau juga, Karin. Cepat menyingkir!”
”Enak saja kau main perintah. Aku harus mencari jarum itu di lensa penembak. Aku harus...Awas! Tombak apa itu!” jerit Karin.
Pitra terpana menyongsong berpuluh tombak api meleset ke hadapannya. Mati-matian ia menerjunkan diri ke samping. Bola api bergulung-gulung menghantam lensa penembak yang berada tak jauh di belakang Pitra. Suara berantakan terdengar memekakkan telinga. Alat-alat itu pasti hancur lebur sekarang.
”Astaga!Lensa penembak itu!” Karin menyongsong benda utama interferemoeter itu yang kini hancur tak keruan. Ia mencari-cari jarum Kalugatii yang tadi diselipkan di bagian belakang lensa untuk mendapatkan proyeksi jarum.
”Ruud! Kau bisa tolong kami,” Titon meneriaki Ruud, ”Terjang pintu itu!”
Ruud yang berbadan besar kemudian menghunjamkan kaki ke arah pintu besi yang tinggal kerangka itu.
”Oke. Sudah jebol!” kata Ruud. Titon segera membopong Riri melangkah keluar dibantu Zaldy.
”Zaldy, cari jalan keluar segera!” teriak Pitra.
”Kau sendiri bagaimana?” balas Zaldy.
”Cepat menyingkir!”
Ragu-ragu Zaldy melangkah keluar. Kalau tidak harus membantu mengangkat Riri, ia tentu lebih suka tinggal di ruangan itu bersama Pitra dan Karin.
”Oke, Pit! Nanti aku kembali kemari!” seru Zaldy. Ia kemudian membantu memapah Riri. Titon memberi aba-aba ke arah mana mereka melangkah. Sementara Ruud tampak terengah-engah membopong Smallstone.
”Kau capek, Ruud?” tanya Zaldy.
“Tak usah banyak omong!” timpal Ruud.
“Aku punya usul. Sebaiknya kau banting saja tubuh Smallstone, bilang padanya ini semua gara-gara ulahnya. Dengan begitu kau bisa menolong Pitra atau menjadi penunjuk jalan”
”Kau tak berhak memerintahku!” bentak Ruud.
”Bukan memerintah. Aku usul!”
”Usul busuk! Diam kau!”
Bersamaan dengan itu, sebuah ledakan terdengar dari ruang intereferemoter disusul dengan beberapa ledkan lain. Gumpalan api mulai bertebaran ke luar ruangan. Hawa panasnya merambat ke lorong dimana mereka perlahan berjalan. Zaldy berhenti melangkah. Ia menoleh kebalakang.
”Ya ampun! Pitra dan Karin!” desis Zaldy. Ruud dan Titon bersamaan menoleh ke belakang.
Tanpa pikir panjang lagi, Zaldy segera melepaskan tangan Riri yang bergelayut di bahunya. Ia kemudian menghambur ke arah yang berlawanan, menyongsong arah ledakan.
”Zaldy, kemana kau?” Titon heran,”Cegah anak itu!”
”Zaldy, kembali! Itu berbahaya!” Ruud menjatuhkan begitu saja tubuh Smallstone dan mengejar Zaldy. Hawa panas makin tajam menyengat Zaldy. Tapi ia terus saja menerjang lorong yang mulai terasa membara penuh asap itu.
”Pitra...Karin! Di mana kalian!” Zaldy berseru lantang, tak jauh dari mulut ruang interferemter. Panasnya mulai tak tertahankan. Sangat pedih di wajah.
”Zaldy! Kembali. Kau bisa terpanggang!” seru Ruud memperingatakan.
”Perduli apa kau?Ini urusanku!”
”Kembali, kataku!”
”Kau tak berhak memerintah! Tak berhak usul! Tahu tidak, kau termasuk yang punya andil bikin gara-gara ini, banci!“
”Tapi kau bisa mati konyol,” Ruud mengikuti Zaldy yang mengendap-endap sambil menutup hidungnya dengan ujung jaket. Asap tebal sudah menyelimuti lorong. Pedih di mata.
”Zaldy! Stop!” Ruud menjemba kerah jaket Zaldy dari belakang. Tapi Zaldy menepis jembaan itu. Ruud kelihatan jengkel. Ia memukul tengkuk Zaldy. Zaldy semaput. Ia terkulai lemas. Cepat Ruud menyeret Zaldy menjauh dari api.
(BERSAMBUNG KE SINI)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H