Mohon tunggu...
Eddy Roesdiono
Eddy Roesdiono Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris, Penerjemah, Copywriter, Teacher Trainer -

'S.C'. S for sharing, C for connecting. They leave me with ampler room for more freedom for writing.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pedagang Cinderamata di Wat Arun Pintar Bahasa Indonesia

20 Juni 2011   11:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:20 1595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menengok Bangkok, Thailand,  tak lengkap bila tak berkunjung ke Wat Arun (วัดอรุณ). Candi Wat Arun Ratchawararam Ratchaworamahawihan atau Wat Arun terletak di tepi barat sungai Chao Phraya. Candi ini mulai dibangun tahun 1809 oleh Raja Rama II dan diselesaikan tahun 1851 oleh raja Rama III. Arsitektur candi ini mengadopsi konsep prang (pagoda) gaya Khmer. Nama Arun diambil dari Aruna, dewa fajar India. Itulah sebabnya, Wat Arun juga dijuluki The Temple of Dawn (Candi Fajar).

[caption id="attachment_115097" align="aligncenter" width="500" caption="Candi Wat Arun, Bangkok (foto : www.flickr.com)"][/caption]

Untuk menuju Wat Arun, dari kawasan turis backpacker Khao San Road, Anda harus jalan kaki untuk menemukan dermaga N13 Phra Arthit, masuk gang dari jalan Phra Arthit. Dari dermaga ini Anda naik express boat di sepanjang sungai Chao Phraya untuk sampai ke dermaga Tha Tien (N8). Silakan simak tulisan tentang Chao Phraya  di sini. Dari Tha Thien, Anda akan menyeberang dengan ferry kecil bertarif 3 baht (Rp 900),   sejauh 250 meter dari sisi timur ke sisi barat sungai Chao Phraya. Karcis masuk candi Wat Arun adalah 50 baht (rp 15.ooo)

[caption id="attachment_115098" align="aligncenter" width="543" caption="Gerai cinderamata Wat Arun, 25 - 50 pengunjung Indonesia perhari (foto : Eddy Roesdiono)"][/caption]

Candi Wat Arun merupakan landmark kota Bangkok. Candi ini menjulang setinggi 86 meter, dan dikelilingi prang-prang lebih pendek di empat sudutnya. Pengunjung bisa naik sampai 2/3 ketinggian candi melalui tangga batu yang sangat terjal. Bagian luar Wat Arun dihiasi kulit kerang dan pecahan-pecahan porselin yang berasal dari ballast kapal-kapal Cina yang bertandang ke Bangkok. Dari ketinggian Wat Arun, Anda bisa melihat hiruk-pikuk sungai Chao Phraya dengan segala kesibukannya.

Yang menarik dari Wat Arun adalah kedekatannya dengan wisatawan Indonesia. Boleh dibilang, tak ada wisatawan Indonesia yang melewatkan Wat Arun. Itulah sebabnya penjaga gerai-gerai cinderamata di Wat Arun rata-rata bisa berbahasa Indonesia, terutama untuk keperluan menyapa, menyampaikan harga, merespon tawar-menawar, dan berbasa-basi. Gerai-gerai ini memang tak bisa dilewatkan begitu saja, karena  tersedianya macam-macam  cinderamata menarik (kaos, gantungan kunci, boneka, lukisan dan semacamnya). Selain itu, gerai-gerai ini harus dilewati pengunjung karena jalan keluar dari candi sengaja dialirkan ke jajaran gerai-gerai cinderamata itu.

[caption id="attachment_115099" align="aligncenter" width="593" caption="Kay, karyawan gerai paling fasih berbahasa Indonesia (foto : Eddy Roesdiono)"][/caption]

Kenapa para pedagang di Wat Arun rata-rata bisa berbahasa Indonesia? ”Karena banyak orang Indonesia datang dan membeli oleh-oleh di sini. Setiap hari bisa antara 25 sampai 50 orang Indonesia, kebanyakan rombongan, dan belinya lusinan," kata Kay, salah satu pedagang cinderamata yang paling fasih berbahasa Indonesia. Sambil mengobrol dengan saya, Kay juga melayani sejumlah orang yang belanja kaos. ”Yang putih 80 baht, yang hitam dan abu-abu 100 baht. Kalau bapak beli lima, yang putih 350 baht, yang hitam 400 baht,” ujar Kay.

Belajar bahasa Indonesia bagi Kay tidak sulit. Ia sudah bekerja di toko itu hampir sepuluh tahun, dan setiap hari ia mendengar bahasa Indonesia dan harus berbicara bahasa Indonesia pula dengan pembeli Indonesia yang rata-rata tidak bisa berbahasa Inggris atau Bahasa Thailand. 7 rekan kerja Kay di gerai cinderamata itu bisa pula berbahasa Indonesia, walau tidak sefasih Kay. Semuanya bisa bicara Indonesia tanpa belajar di kelas bahasa Indonesia terlebih dahulu.

Kay juga memajang tulisan-tulisan harga barang dengan bahasa Indonesia, dan yang lebih asyik lagi ia terima uang rupiah; sebuah terobosan yang langka karena uang Indonesia tidak terlalu di kenal dan nilai tukar rupiah terhadap baht sangat merugikan orang Indonesia (baca tentang ruginya tukar rupiah di Thailand di sini )

”Enak juga ya kalau pedagang di sini pada bisa bahasa kita,” kata Dr. Penny, salah satu wisatawan Indonesia yang saya temui di gerai-gerai cinderamata Wat Arun siang itu. ”Saya jadi nyaman nawarnya, sama seperti di tanah air, ” tambah Dr. Penny.

Kay dan kawan-kawannyapun punya kiat unik dalam mendekatkan diri dengan pelanggan Indonesia. Ia bilang banyak juga orang Indonesia yang re-visit alias datang ulang ke gerainya. ”Kalau saya ingat orang itu, saya sapa, dan saya bilang ”bapak dulu ke sini ya”....”. Dan itulah yang Kay selalu sapakan pada saya kalau berkunjung ulang ke Wat Arun.

[caption id="attachment_115101" align="aligncenter" width="596" caption="Kay dan Sarina, ramah dan fasih berbahasa Indonesia (foto : Eddy Roesdiono)"][/caption]

”Eh, pak Eddy? Datang sama siapa, Pak. Borong kaos lagi, ya?’

Kay dan teman-temannya di Wat Arun mungkin tak faham aspek-aspek sosiolinguistik, namun upayanya menggunakan bahasa negeri asal pelanggan bisa dibilang langkah yang cerdas untuk menarik pelanggan. Buktinya, Dr Penny balik lagi ke Wat Arun utuk nambah belanjaan sebelum terbang balik ke Surabaya. ”Enak, pakai bahasa Indonesia, nggak ribet,” tutur Dr Penny. Dr Penny baru saja selesai tawar menawar sewa baju tradisional buat berpotret di depan Wat Arun; dan semuanya ia lakukan dalam bahasa Indonesia dengan pemilik gerai sewa pakaian tradisional, yang ongkos sekali sewanya 200 baht itu.

rujukan :

www.wikipedia.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun