Mohon tunggu...
Eddy Roesdiono
Eddy Roesdiono Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris, Penerjemah, Copywriter, Teacher Trainer -

'S.C'. S for sharing, C for connecting. They leave me with ampler room for more freedom for writing.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kisah Cinta di TPS : Baru Kenal Langsung Coblos

10 April 2014   17:01 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:50 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengamati proses pemungutan suara di TPS (Tempat Pemungutan Suara) di perumahan saya, Babatan Pilang, Wiyung, Surabaya, tercuat kesan sama : bingung memilih apa dan siapa.

Saya kebetulan anggota KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) di TPS 30 Babatan Pilang, Surabaya. TPS saya, satu dari empat TPS di perumahan Babatan Pilang, akan melayani 234 calon pemilih. Pukul 7 pagi, saat pencoblosan mulai, TPS masih sunyi senyap. Melalui corong masjid, saya mengundang calon pemilih untuk segera hadir di empat TPS di perumahan saya.

Pukul8.30, calon pemilih mulai berbondong mendatangi TPS, tak langsung masuk ruang pemilihan suara, namun bergerombol di hadapan papan yang ditempeli4 sample surat suara yang memuat nama partai dan calon anggota legislatif, sibuk mengamati dan berdiskusi, atau lebih tepatnya mencoba mengenali partai dan calon anggota legislatif.

[caption id="attachment_302644" align="aligncenter" width="614" caption="Mengenali calon legislatif sebelum mencoblos; TPS 30 Babatan Pilang, Surabaya (Foto : Eddy Roesdiono)"][/caption]

Dari suara diskusi calon pemilih, terdengar satu ibu mencoba mencari gambar Jokowi, yang setahu dia adalah calon presiden. Saya menghampiri mereka, bersiap memberi bantuan bila diperlukan. Dan memang itu yang mereka harapkan. Ada sejumlah calon pemilih yang tak paham ini sebenarnya pemilihan apa. Saya jelaskan ini adalah pemilihan anggota legislatif. Saya terangkan pula  bahwa di bilik coblos nanti, pemilih akan mendapatkan empat helai surat suara, satu surat suara untuk DPR RI yang memuat nama nama 15 partai dan nama berikut foto calon-calon legislatifnya, satu surat suara untuk DPRD Jawa Timur yang memuat nama 15 partai dan nama berikut foto calon-calon legislatifnya, satu surat suara yang memuat 40 nama dan foto calon legislatif DPD (Dewan Perwakilan Daerah), dan satu surat suara untuk DRPD Kota surabaya yang memuat nama 15 partai dan nama-nama serta foto calon legislatifnya.

Meski di papan informasi sudah terpampang poster tatacara pemilihan, kebingungan calon pemilih masih tampak jelas. Saya perlu menjelaskan bahwa untuk surat suara DPR, DPRD Jatim dan DPRD Kota Surabaya, pemilih boleh mencoblos partai, atau boleh mencoblos satu nama calon legislatif pada partai, atau bisa juga mencoblos partai dan calonnya dari partai tersebut. Khusus untuk surat suara DPD, pemilih hanya bisa mencoblos satu calon legislatif.

[caption id="attachment_302645" align="aligncenter" width="614" caption="Mencari cinta, sebelum mencoblos (Foto : Eddy Roesdiono)"]

1397098570891987643
1397098570891987643
[/caption]

“Okay, tatacara pemilihan mungkin tak sulit, tapi kami bingung musti pilih siapa. Jadinya, saya musti menatap foto-foto calon legislatif ini untuk kenalan dulu,” ujar Djumijatik, ibu setengah baya.

“Jadi, ibu sampai saat ini belum kenal calon-calon yang akan ibu pilih?” goda saya.

“Belum,” jawab Djumijatik.

“Meski di jalan-jalan dan di tempat-tempat umum kemarin-kemarin foto-foto calon sudah bertebaran?” desak saya.

“Nah, itu dia, meski banyak foto calon legislatif yang saya tatap setiap hari di jalanan, saya tak pernah perhatikan, baru kali ini mencoba kenal lebih dekat; tak kenal maka tak sayang, tak cinta,” ujar Djumijatik.

“Wah, berarti nanti di bilik, baru kenal, langsung coblos!” seloroh Margaretha Sugiarti, ibu di sebelahnya.

Mengenali calon pilihan pemilih memang perkara sosio-politik yang menarik.  Introduksi dan introduksi calon legislatif lewat poster-poster yang secara masif bertebaran di tempat umum, tak banyak membantu membentuk preferensi di benak calon pemilih, tak terlalu mampu membangun 'cinta' . Publik tak langsung bisa mendapatkan gambaran siapa yang musti mereka pilih. Mereka juga tak bisa membedakan calon legislatif DRP, DRPD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota, dan calon legislatif DPD.

“Pengetahuan calon pemilih tentang calon-calon ini minim sekali,” ujar Totok Prasetyo, pemilih di TPS 30, yang belakangan mengaku asal cobos, terutama untuk surat suara DPD karena ia tak kenal seorangpun, apalagi paham potensi dan keunggulan program-programnya.

Kondisi pengetahuan sosio-politik masyarakat pemilih ini terbukti saat penghitungan suara. Dari 141 suara, rata-rata terdapat 8 suara tidak sah untuk surat suara DPR, DPRD Provinsi Jatim dan DPRD Kota Surabaya. Tidak sah karena tidak dicoblos, dicoblos di lebih dari satu partai, atau dicoblos di semua partai.

Apakah rendahnya pengetahuan sosio-politik ini hanya melanda kaum tua yang kita asumsinya tak berselera untuk mempelajari potensi hak pilih mereka? Sebagian memang benar. Ada sejumlah orang tua yang menghabiskan banyak waktu di bilik untuk membolak-balik kertas suara atau berusaha bertanya pencoblos di bilik sebelah ia musti pilih siapa, atau bahkan ‘mencontek’ pencoblos lain di bilik sebelahnya yang berakhir dengan kata-kata ‘sudahlah, saya bingung,’ dan diakhiri dengan melipat kertas tanpa coblos, dan memasukkan surat suara ke kotak suara.

Ada juga sejumlah anak muda yang sepanjang proses coblos di bilik terus meracau tentang betapa bingungnya ia menghadapai berbagai pilihan yang ia sama sekali tak tahu. Terdengar jelas ia seperti menusukkan paku coblos banyak kali yang menandakan ia mencoblos banyak gambar di masing-masing kertas suara, dan belakangan memang terbukti ada beberapa surat suara yang punya 10 lubang di gambar-gambar partai yang berbeda.

[caption id="attachment_302646" align="aligncenter" width="614" caption="Berkutat menentukan pilihan di bilik coblosan (Foto : Eddy Roesdiono)"]

1397098643155237413
1397098643155237413
[/caption]

Tapi masih untung pemilih macam ini masih bersedia hadir di TPS. Ada beberapa calon pemilih yang berhak memilih, namun hanya menatap TPS dari kejauhan, tanpa ada tanda-tanda menggerakkan kaki mendekati TPS. Ketika saya dekati dan saya tanya tidakkah ia ingin segera hadir di TPS dan mencoblos,ia menjawab enteng, “Saya tak punya pilihan partai favorit, tak kenal calon-calonnya, jadi percuma saya hadir ke bilik kalau buat coblos sembarang partai, mending golput”.

Boleh jadi itu pilihan-pilihan rasional calon pemilih, selain dari alasan keengganan calon pemilih untuk menggunakan hak suara di tengah minimnya pengetahuan tentang tatacara pemilihan (yang kali ini lebih rumit) dan absennya keyakinan calon pilihan mereka.

Pada pemilihan calon legislatif berikutnya, akan lebih baik bila KPU mulai memikirkan cara yang lebih baik untuk sosialisasi tatacara pemilihan kepada publik; sementara itun para calon legislatif mulai harus menggagas ide-ide lebih mengkilap untuk memperkenalkan potensi dan keunggulan mereka kepada calon pemilih. Ambil contoh cara yang dilakukan salah satu calon partai tingkat DPRD Kota Surabaya. Dua minggu sebelum pemilihan, ia minta hadir dalam acara senam pagi rutin ibu-ibu di perumahan Babatan Pilang, minta waktu untuk memperkenalkan diri secara langsung, dan dan menyediakandoor-prize untuk event senam pagi itu berupa televisi flat 21 inci dan sejumlah hadiah lain. Ia minta doa restu, minta dipilih. Hasilnya, ia dicoblos 7 pemilih di TPS saya; boleh jadi ia dicoblos oleh penerima hadiah televisi dan hadiah-hadiah lain yang disediakan, yang sudah mengenalnya sejak dua minggu lalu.

Oh ya, di TPS 30 kemarin, dari 141 suara, Partai PDI-P meraih perolehan rata-rata 50% untuk DPR, DRPD Jatim dan DPRD Kota Surabaya. Untuk DPD, dari 141 suara, 28 dinyatakan tidak sah sementara Hj Emilia Countessa, artis senior asal Banyuwangi, calon legislatif DPD perwakilan Jawa Timur, mendulang 18 coblosan, kedua terbanyak. Banyaknya suara tidak sah di pemilihan DPD bisa jadi karena 40 wajah calon legislatif utusan daerah tak dikenal calon pemilih.

“Emilia saya coblos karena kebetulan saya kenal dia sebagai artis seumuran saya,” ujar seorang pemilih seumuran saya dan Emilia. “Itupun saya baru tahu setelah lihat gambarnya di bilik coblos. Andai tak lihat gambar Emilia, saya pasti asal coblos,” kata pemilih itu.

[caption id="attachment_302648" align="aligncenter" width="461" caption="Bekas celupan tinta indigo di ujung jari Anda, adalah tanda  Anda cinta Indonesia (Foto : Eddy Roesdiono)"]

13970987051467930265
13970987051467930265
[/caption]

Yang penting, kehadiran Anda mencoblos di adalah tanda Anda cinta negeri ini. Apapun hasil pemilihan legislatif ini, semoga Indonesia makin bersinar di lima tahun ke depan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun