Semalam, dari Jakarta ke Surabaya, saya menumpang penerbangan Lion Air JT 584 terjadwal pukul 21.40. Pesawat terlambat take-off15 menit dari Soekarno-Hatta. Pilot mengumumkan penerbangan akan ditempuh dalam waktu 1 jam dan 10 menit. Jam 22.50, saat harusnya pesawat touch-down di bandara Juanda, pesawat berputar-putar di langit Surabaya; itu bisa saya lihat dari gerakan naik turun dan berbelok pada sayap pesawat. Sekitar pukul 23.20, setelah setengah jam berputar-putar, pilot memberi pengumuman pesawat tidak bisa segera mendarat karena baru saja ada insiden kecil, yakni kerusakan system hidrolis pesawat Sriwijaya di landas pacu. Setelah lebih dari setengah jam, landasan sudah clear dan kini pesawat saya berada di urutan ke-tiga giliran mendarat. Pesawat jenis Boeing 737-900ER berpenumpang 234 orang itu mendarat dengan selamat jam 23.30.
Ini sebetulnya kejadian biasa, tapi lumayan langka. Pada saat berputar-putar di atas kota itu, saya lalu teringat satu hal. Satu setengah jam sebelumnya, sebelum melakukan peragaan penggunaan alat-alat keselamatan, mbak pramugari mengunjungi para penumpang di deretan kursi nomor 20, 21 dan 31. Ini adalah deretan kursi penumpang yang pas dengan emergency exit alias jalan keluar darurat (kursi nomor 20 dan 21 berdekatan dengan emergency window, sementara deret nomor 31 berdekatan dengan emergency door). Terdapat 6 orang penumpang yang duduk pada masing-masing deret di belahan kanan dan kiri deretan kursi nomor21, 21 dan 31, total 18 orang. Mbak Pram menjelaskan tentang ‘tugas-tugas’ sukarela penting yang akan diemban oleh 18 orang penumpang dideretan kursi emergency door/emergency window. Emergency door/window adalah jalan keluar yang digunakan dalam keadaan darurat yang diembankan kepada penumpang. Empat pintu di bagian depan dan belakang pesawat menjadi tanggungjawab awak kabin.
[caption id="attachment_135433" align="aligncenter" width="640" caption="Kursi deretan pintu darurat di pesawat (foto : 1000awesomethings.com)"][/caption]
Pertama-tama dijelaskan oleh mbak Pram bahwa kawasan lantai di deret-deret emergency tersebut harus bersih dari benda-benda (tas bawaan, kardus dan semacamnya), jadi semua tas besar dan kecil harus dipindah ke rak simpan bagasi di atas penumpang. Anak-anak atau orang tua yang duduk di deretan ini akan diminta pindah dan tempatnya digantikan dengan laki-laki atau perempuan dewasa yang berpotensi mampu mengemban tugasi ni. Ini menyangkut kecakapan dan kemampuan menahan beban daun jendela tak berengsel yang sudah terbuka (bobot sekitar 20 kilogram). Sistem reclining (perebah sandaran) pada kursi-kursi ini sudah dilumpuhkan dan tidak bisa difungsikan.
Selebihnya, mbak Pram akan bertanya apakah Anda bersedia diajari cari membuka pintu dan menjadi orang—orang pertama yang membuka pintu ini dalam keadaan darurat. Bila Anda tidak bersedia, Anda akan digantikan orang lain.
Masing-masing pesawat tentu saja memiliki desain pintu darurat yang berbeda. Khusus untuk jenis Boeing 737-900ER, ada 10 emergency exits, terdiri dari dua pintu utama di bagian depan dan belakang pesawat (kanan dan kiri), dua jendela darurat di dinding kanan dan kiri (total empat jendela darurat, di deretan nomor 20 dan 21), dan dua pintu darurat (kanan dan kiri) pada deretan kursi nomor 31. Uniknya, masing-masing pintu atau jendela darurat ini memiliki cara buka yang berbeda-beda. Tuas pembuka EMERGENCY DOOR di deretan kursi nomor 31 kanan dan kiri pada dinding kanan pesawat dibuka dengan menggerakkan/memutarnyake arah kanan. Semua EMERGENCY WINDOWS pada deretan kursi 20 dan 21 dibuka dengan menggerakkan tuas ke arah kiri. Pintu utama di bagian belakang dan depan pesawat di dinding kanan dibuka dengan memutar tuas ke arah kiri, sementara pintu utama depan dan belakang pesawat di dinding kanan dibuka dengan memutar tuas ke arah kanan.
Lumayan ruwet bukan? Dan saya yakin, dalam keaadan panik cara buka yang gampang ini bisa jadi sulit.
Masalahnya, mereka yang duduk di deretan emergency exit ini, jarang sekali benar-benar memperhatikan penjelasan mbak-mbak atau mas-mas Pram tentang cara membuka pintu atau jendela. Ini karena para penumpang di deretan ini sudah terlanjur menganggap instruksi buka jendela macam ini sebagai hal rutin, plus anggapan bahwa peluang terjadinya keadaan darurat sangat kecil.
Pada situasi kecil semalam, begitu sadar pesawat berputar-putar dan tak kunjung mendarat, saya yang kebetulan duduk di kursi 23F terus menatap ke arah jendela darurat di deret kursi 21, dan mengais kartu petunjuk keselamatan untuk mempelajari cara buka jendela yang tercetak di kartu (itulah sebabnya, di paragraf atas saya bisa menjelaskan cara buka secara detail). Saya dan penumpang lain juga pasti tengah berharap agar 18 orang yang berada di deretan kursi emergency exit bisa menjadi pahlawan pembuka jalan keluar bagi 234 penumpang pesawat dalam keadaan darurat. Dan saya bertekad, bila ke 18 calon pahlawan ini gagal menjalankan tugasnya karena tadi tak memperhatikan penjelasan mbak Pram, saya akan ambil alih tugas mereka (*sokpahlawan mode on*).
Nah, rekan-rekan Kompasianers, sekalipun sudah ratusan kali Anda naik pesawat; luangkan waktu sedikit untuk menyimak kartu petunjuk keselamatan di saku kursi depan Anda dan baca baik-baik. Anda tidak selalu akan menumpang jenis pesawat yang sama, dan dengan demikian Anda akan berjumpa dengan sistem pintu atau jendela darurat yang berbeda. Jangan malu dianggap ‘ndeso’ dan tampak sebagai orang yang baru pertama kali naik pesawat.
Bila Anda mampu, jangan pula menolak embanan tugas pahlawan bila duduk di kursi deretan darurat. Kita tak akan pernah tahu apa yang terjadi. Bersiaplah menjadi pahlawan. Perhatikan dengan takzim bila awak pesawat menjelaskan instruksi cara buka pintu/jendela darurat.Siapa tahu itu akan berguna untuk menyelamatkan diri dan orang lain.
We never know what will happen!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H