Mohon tunggu...
Eddy Nuno
Eddy Nuno Mohon Tunggu... Freelance -

Instruktur Otomotif dari S1 TM Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jejak Pahlawan di Negeri yang Sakit

11 November 2011   21:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:46 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sodara2...! Beberapa hari yang lalu kita memperingatai Hari Pahlawan. Sebuah makna yang sangat luar biasa bagi para Mantan Pejuang Indonesia yang masih hidup, dan mereka masih terus berjuang untuk memerdekakan dirinya setelah memerdekakan bangsanya. Perjuangan yang tidak pernah mengenal pamrih, yang akhirnya kita sebagai anak bangsa dapat menikmati segala fasilitas kemerdekaan. Mungkin kitalah yang mereka "Para Pahlawan" pikirkan saat ingin menjadikan bangsa ini bermartabat dan berdaulat. Beruntung mereka berjuang tanpa pamrih. Tilas yang ada hampir tidak terlihat lagi, tertutup oleh gegap-gempita negeri ini. Ironis, pahlawan hanya dikenang dari batu nisannya. Tidak karena perjuangannya, itu mereka yang sudah mendahului kita. Di dalam upacara-upacara mereka dinyanyikan saat mengeheningkan cipta, bukan didoakan...! Lantas bagaimana dengan mereka yang sampai perubahan millenium ini masih menghirup udara namun belum memperoleh perlakuan merdeka? Berkali-kali kita saksikan di acara TV swasta, hampir-hampir tiap tanggal 10 November kita melihat sosok veteran perang kemerdekaan yang sangat memprihatinkan kehidupannya. Jejak-jejak luka ditubuhnya rasanya ingin menjerit, mengadukan nasib sang pemilik luka itu. Darahnya yang pernah tumpah tidak lagi dihargai oleh negeri ini. Negeri ini merdeka, tapi para veteran itu belum merdeka... Beruntung mereka berjuang tanpa pamrih. Anak-anak terbaik negeri ini juga mengalami hal yang sama. Di ajang interneasional mereka mengharumkan nama negeri ini, dengan jasanya "sang Merah Putih" berkibar di negeri-negeri tetangga. Dengan jasanya "lagu Indonesia Raya" berkumandang mendebarkan dada. Begitu mereka sudah tidak berdaya, mereka tercampak. "Itu kan dulu, waktu kamu masih jaya, wajar kami bangga", kata negeri yang sakit ini. Hasil kemerdekaan hanya dinikmati segelintir manusia bejat. Mereka mengaku pahlawan, justru kelakuannya seperti para Kompeni yang pernah menjajah negeri ini. Darah rakyat dihisap mereka. Mereka melebihi vampir-vampir terganas yang pernah kita lihat di acara TV. Negeri ini sakit. Koruptor dihormati, Pahlawan dihianati. Tengok saja peradilan-peradilan yang tidak adil di negeri ini. Negeri yang setengah hati, yang takut menghukum mati para pelaku korupsi, yang berani menghianati anak negeri. Jika para kriminal-kriminal kelas teri memiliki ijazah yang layak jadi pejabat, mungkin mereka lebih memilih jadi koruptor. Hukumannya sangat ringan dibandingkan dengan mencuri atau main judi. Mencuri di-gebuk sampai mati, korupsi di-sanjung dan dicari oleh para advokat yang gak punya hati. Oh..., negeriku? Pahlawanku, maafkan negeri ini, mereka telah menghianatimu...!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun