Mohon tunggu...
Eddy Nuno
Eddy Nuno Mohon Tunggu... Freelance -

Instruktur Otomotif dari S1 TM Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Radikal Vs Non-Radikal

29 Mei 2017   21:41 Diperbarui: 29 Mei 2017   22:57 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari ini berseliweran istilah RADIKAL di medsos. Tampaknya menjadi trand topic untuk beberapa kalangan pembaca dari latar pendidikan yang berbeda-beda. Namun apa pengaruhnya bagi orang awam yang notabene butuh perbaikan ekonomi dan pendidikan di segala sisi. Oke, coba kita intip, apa sih retminologi dari RADIKAL itu sendiri?

Berikut ini beberapa penjelasan dari KBBI:

radikal1/ra·di·kal/ a 1 secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip): perubahan yang --; 2 Pol amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan); 3 maju dalam berpikir atau bertindak; (http://kbbi.web.id/radikal)

Anehnya, istilah ini dilontarkan kepada mereka yang tekun dan taat beribadah dalam rangka menjalankan perintah agama yang selama ini mereka imani. Dan yang melontarkan pun sebenarnya memiliki agama dan iman yang sama (katanya sih). Dan lebih aneh lagi, alamat radikal ditujukan kepada umat islam yang sangat taat. Berarti yang mengalamatkan istilah ini adalah mereka bukan umat islam yang sangat taat, atau justru tidak taat sama sekali. Jika keduanya salah, berarti ada kemungkinan ada yang nitip melontarkan istilah radikal ke sekelompok umat islam, agar terjadi gesekan antara yang radikal dan non-radikal.

Jika kita tinjau dari dua sisi yang berbeda, lawan radikal (non-radikal) tentu berarti kebalikannya. Kalau radikal itu berarti keras, maka non-radikal berarti lembek. Parah kan jadinya...?

Ada islam garis keras (umat). Biasanya memiliki ciri-ciri tegas dalam hal yang haq dan bathil, dan tidak mencampuradukkan antara keduanya. Menjalankan ibadah hanya pada yang diperintahkan, tidak menambahi dan mengurangi. Bahkan bisa dikatakan sangat taat kepada ajaran agamanya sampai pada tataran muamalah.

Terus bagaimana dengan yang "garis lembek"? Yaa..., yang jelas kebalikannya dong. Bisa jadi ciri-ciri mereka tidak mengenal haq dan bathil, atau tutup mata antara haq dan bathil. Suka dalam kondisi subhat (nggak jelas gitu...). Perintah agama kadang dijalankan, malah bisa jadi banyak yang ditinggalkan. Sudah ada yang standar, mereka menambahi dengan alasan "kurang", mereka mengurangi dengan alasan "lebih". Ketaatan mereka bukan pada agama mereka. Agama hanya pada tataran ibadah saja.

***

Yang jelas, kita, bangsa Indonesia sedang diincar untuk dipecah belah. Dibenturkan antara satu golongan dengan golongan lain. Kita harus sama-sama mawas. Ini bukan perkara adu domba lagi, tapi adu manusia.

Kalau ada seorang tokoh agama tertentu, siapapun dia, dan dia justru menghina Agama dan Nabinya, ini pasti ada masalah di dalam hatinya. Atau ada masalah di dalam kantongnya. Sudahlah..., maafkan saja...!!! Semoga dimaafkan. Aamiiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun