Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Skandal Server e-KTP Lebih Dahsyat dari Century

17 November 2014   05:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:38 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1416153375158413469

[caption id="attachment_335863" align="aligncenter" width="560" caption="Ilustrasi server (sumber:www.bwfhosting.com)"][/caption]

SAYA baru berani berkomentar – melalui tulisan ini -  soal server (peladen) chip e-KTP di luar negeri setelah ada pakar berbicara mengenai hal tersebut. Pendapat pakar hari ini membuat kegeraman saya menemukan alasannya. “Dengan dasar apapun, kalau server-nya berada di negara lain, sama saja menjual seluruh data bangsa ini ke (pihak) asing,” kata Deddy Syafwan, pakar teknologi informasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) di Kompas.com, Minggu (16/11/2014).

Sebelumnya, sejak pertama kali berita itu terbit di situs berita kompas.com, saya sesungguhnya sudah geram bukan kepalang. Betapa tidak, informasi pribadi hingga data biometrik (sidik jari dan retina mata) saya dan keluarga, demikian pula jutaan rakyat Indonesia yang telah merekam data e-KTP, seenaknya ditaruh di server milik asing.

Ketika pertama kali membaca berita tersebut, yang terlintas di kepala saya adalah; “Gila pemerintah kita ini. Bukankah menaruh data pribadi rakyatnya di server milik asing sama saja dengan menyerahkan rahasia negara kepada negara asing?” Di samping itu, terlintas pula pikiran ‘lucu’ di kepala saya, “Pemerintah yang aneh. Kok bisa mengeluarkan anggaran triliunan rupiah demi ‘menjual’ data pribadi rakyatnya kepada pihak asing.”

Tapi saya takut berkomentar terburu-buru (kecuali komentar spontan di bawah berita tersebut :D), karena tidak memiliki cukup pengetahuan mengenai teknologi informasi, terutama soal bahayanya menggunakan server asing. Sebab, setahu saya, banyak juga perusahaan dan situs berita di Indonesia yang menempatkan atau menggunakan server di luar negeri.

Ketika isu server e-KTP mencuat, saya kemudian browsing untuk mencari tahu mengenai masalah ini. Kemudian saya memperoleh jawaban cukup memuaskan dari drupadi.com tentang alasan menggunakan server di luar negeri (Amerika) dan di dalam negeri. Dijelaskan di sana bahwa penggunaan server di Amerika bertujuan agar aksesibilitas website tetap cepat meskipun  diakses dari mana pun di seluruh dunia. Selain itu juga lebih stabil dan murah. Pilihan ini diambil lantaran website-website berita memang diperuntukan untuk diakses pengguna di seluruh dunia.

Sebaliknya, tujuan penggunaan server di dalam negeri (Indonesia) jika tujuan website dimaksud lebih fokus kepada pengakses di dalam negeri karena routing-nya pendek dan tidak terpengaruh oleh kondisi konektivitas internasional dari ISP (Internet Services Provider) Indonesia yang digunakan pelanggan.

Untuk mempermudah pembaca, saya kutip saja kesimpulan dari tulisan tersebut sebagai berikut:

“Jika target pengunjung website atau blog itu dari Indonesia maka lebih baik menggunakan server hosting yang berada di data center di Indonesia yang terhubung dengan jaringan interkoneksi Indonesia Internet Exchange atau IIX. Tetapi jika target pengunjung website atau blog itu dari seluruh dunia, maka lebih bagus menggunakan server hosting yang terletak di Amerika.”

Skandal server e-KTP

Yang patut disesalkan dari penggunaan server e-KTP di luar negeri (Belanda) adalah data-data pribadi dan biometrik penduduk Indonesia bukan untuk konsumsi publik, apalagi oleh negara luar.  Bukankah itu merupakan rahasia negara yang semestinya dilindungi dengan segenap kekuatan?  Mengapa pemerintah (yang lalu) seenaknya menempatkan data rahasia dan vital seperti itu di luar negeri?

Pemerintah mengeluarkan sekitar Rp 6 triliun untuk anggaran proyek e-KTP, mestinya juga dianggarkan untuk membangun server sendiri. Masak negara sebesar Indonesia tak sanggup membangun sebuah server yang nilainya hanya berkisar beberapa miliar rupiah?

Lagipula, ketika heboh-hebohnya proyek e-KTP, pihak Badan Pengusahaan Kawasan (BP) Batam pernah mengungkapkan kepada berbagai media massa bahwa pemerintah pusat menggunakan Pusat Teknologi Informasi (PTI) milik BP Batam sebagai back up data e-KTP nasional.  Tujuannya agar ketika terjadi gangguan pada server di Jakarta (ketika itu disebutkan bahwa server e-KTP ada di Jakarta), data-data e-KTP yang telah direkam tidak hilang dan masih bisa diakses dari Batam.

Ada dua alasan pemilihan server di Batam, yakni (1) karena pulau ini lebih aman dari bencana alam – nyaris tak pernah diguncang gempa bumi, dan (2) lebih efektif dan murah dibanding menggunakan server di luar negeri. Dari informasi tersebut, publik dan para ahli teknologi informasi, jadi kecele/tertipu karena mengira server e-KTP memang berada di Indonesia.

Ini persoalan sangat serius! Jauh lebih serius dibanding kasus Bank Century - yang juga merugikan negara tiliunan rupiah. Sebab, persoalan e-KTP ini tak sekadar dugaan korupsi miliaran (mungkin triliunan) rupiah sebagaimana kasus Century, tetapi juga menyangkut rahasia negara! Ini persoalan pertahanan dan keamanan (Hankam) Negara Republik Indonesia.

Tangkap para pelakunya dan adili mereka dengan dua dasar: pertama sebagai koruptor (jika terbukti) dan kedua sebagai pembocor data rahasia negara -  ini sudah terbukti melalui temuan Tjahjo Kumolo - Mendagri yang baru. (*)

NB: Skandal Server e-KTP layak jadi " Topik Pilihan" Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun