SEKITAR pukul sembilan malam, Kamis (18/6/2015), istri saya yang sedang melayani pembayaran di meja kasir, kaget dan merasa takut ketika lima atau enam pria berseragam loreng ala TNI, mendadak masuk toko secara bersamaan. Dia langsung memanggil saya yang saat itu sedang memasang label harga pada produk jualan di area belakang.
Saya sedikit terkejut ketika melihat pria-pria berambut cepak dan berseragam loreng ala tentara. Satu di antaranya tak mengenakan pakaian loreng melainkan setelan hijau-hijau lengkap dengan tulisan PROVOST di lengan kirinya. Awalnya saya mengira mereka anggota TNI. Setelah diperhatikan, saya menyadari mereka bukan anggota TNI. Motif lorengnya lebih kecil dengan perpaduan warna hijau tua, putih, dan kuning. Tak ada warna cokelatnya. Pun tanpa tanda pangkat di lengan maupun pundak.
Motif seragam pria-pria itu lebih mirip seragam lapangan bermotif loreng milik anggota Brimob - yang sempat menuai kontroversi akhir tahun 2014 silam - tapi tanpa paduan hijau muda dan kuning tua. Postur mereka juga "kurang seragam". Ada yang fisiknya terlihat memenuhi syarat sebagai anggota TNI, tapi ada yang tampak sangat sipil sekalipun sudah membalut tubuhnya dengan seragam loreng.
Telah menyadari bahwa mereka bukan anggota TNI/Polri, saya tetap merasa heran dan sedikit terintimidasi. Beruntung mereka bersikap sopan dan berbicara baik-baik. Tak hanya saya yang kaget. Pelanggan yang sedang berbelanja dan bapak-bapak pengurus masjid di lingkungan kami yang sedang membahas kegiatan bazaar Ramadhan di depan toko juga kaget melihat rombongan pria berseragam itu. Para pengurus masjid itu mengira pria-pria berambut cepak itu adalah anggota TNI. Sehingga ketika mereka sudah meninggalkan toko, bapak-bapak itu memanggil saya dan bertanya, "Ada masalah apa, kok banyak tentara datang ke sini?"
Ya, gerangan apa sehingga pria-pria berseragam mirip tentara ini tiba-tiba mendatangi toko kami? Hal pertama yang melintas di pikiran saya, jangan-jangan mereka hendak meminta sumbangan. Ya, saya punya 'pengalaman musiman' menghadapi pria-pria berseragam seperti ini setiap jelang hari raya maupun hari besar nasional. Entah untuk meminta sumbangan dana maupun minuman atas perintah "komandan". Tapi tidak biasanya "jadwal" kedatangan mereka seawal ini. Misalnya pada masa-masa jelang Idul Fitri, biasanya mereka datang saat dua atau tiga hari jelang masa puasa berakhir.
Rupanya dugaan saya salah. Ternyata kedatangan pria-pria berseragam itu bukan untuk tujuan tersebut. Mereka datang untuk meminta rekaman CCTV (Closed-circuit television) di toko saya. "Kami ingin melihat rekaman CCTV," kata pria yang tampaknya memimpin grup berseragam ala militer ini. "Karena teman kami kehilangan motor, katanya orang yang membawa kabur motornya datang ke toko ini untuk membeli rokok," dia melanjutkan.
"Motor aku yang hilang, Pak," sambung seorang pria tak berseragam yang datang bersama mereka tetapi berdiri paling belakang. Rupanya saya mengenalnya karena sehari-hari berjualan ayam penyet sekitar 300-400 meter dari toko kami dan telah lama menjadi pelanggan setia kami.Â
"Kapan hilangnya?"
"Hari Minggu, baru-baru ini."
"Kok bisa? Di mana?"
"Sepertinya aku dihipnotis, Pak. Dia ngakunya cuma mau pinjam untuk beli rokok, tapi nggak balik lagi."