[caption id="" align="alignnone" width="593" caption="Uang kertas (sumber:Peruri)"][/caption] MEMINJAM uang sampai puluhan miliar dari lembaga keuangan resmi itu tak mudah. Apalagi kalau pinjaman itu untuk modal bisnis yang masih bau kencur. Kalau mau yang mudah, hubungi rentenir. Syaratnya cukup BPKB dan hari itu juga duitnya bisa cair. Tapi kalau dari bank, waduh, Anda musti jungkir balik menyiapkan berbagai persyaratan. Karena sudah pasti bank menerapkan asas prudent alias asas kehati-hatian secara sangat ketat. Sebenarnya bisa juga bank lebih mudah memberi pinjaman kepada pengusaha. Tapi bisa dipastikan kalau si pengusaha itu memang sosok yang sangat bankable alias profil bisnisnya memang menjanjikan dan sudah terbukti sukses menjalankan bisnisnya selama bertahun-tahun. Lha, kalau Anda belum memiliki bisnis yang terbukti berhasil alias baru memulai bisnis, apalagi umur pun masih bau kencur, rasanya pihak bank berpikir ribuan kali untuk meminjamkan uangnya, walau Anda rela menyembah-nyembah sambil mencium kaki si direktur bank.
Saya sudah beberapa kali berurusan dengan bank soal pinjam meminjam duit. Sekali waktu saya membawa sertifikat rumah ke sebuah bank swasta besar di negeri ini. Setelah diteliti selama seminggu, pengajuan pinjaman saya ditolak. Alasannya, rumah saya itu berdiri di atas lahan bermasalah, masuk dalam kawasan hutan lindung. Padahal itu rumah dibikin oleh sebuah pengembang dengan dukungan modal infrastruktur dari bank pemerintah. Saya bawa lagi sertifikat itu ke sebuah bank perkreditan rakyat (BPR). Lagi-lagi ditolak dengan alasan serupa! Akhirnya, lantaran sangat membutuhkan modal untuk memperkuat usaha, rumah tersebut terpaksa saya jual murah.
Lain waktu, saya lagi-lagi membutuhkan modal untuk memperkuat usaha. Kali ini sertifikat tanah sebagai jaminannya. Saya mendatangi sebuah bank pemerintah yang ditugaskan menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari pemerintah. Kali ini saya punya ‘modal’ lebih “mentereng”. Sudah memiliki usaha yang telah berjalan dengan baik selama beberapa tahun dan petinggi bank itu berteman baik dengan seorang saudara saya. Saudara saya juga memiliki bisnis yang cukup sukses dan telah mendapat kepercayaan bank pemerintah dimaksud. Dia malah telah mempertemukan saya dengan si petinggi bank yang memiliki otoritas untuk setuju atau tidak setuju memberi pinjaman.
Lantaran ‘modal’ tersebut tampak menjanjikan, kali ini saya begitu percaya diri bakal mendapat kucuran pinjaman KUR itu. Nyatanya saya gagal total. Kemudian mengajukan pinjaman ke sebuah bank swasta di mana ada keluarga yang menjadi pegawai di sana. Sama saja, proposal saya lagi-lagi gagal meraih kucuran pinjaman. Saya sempat merenung, apakah gara-gara beban status pekerjaan di KTP saya tertulis Wartawan? Mungkin lebih mudah jika statusnya wiraswasta, atau “anak pejabat” – seandainya ada status seperti itu di KTP. Ups!
Saya tidak menyerah. Dengan agunan yang sama, saya ajukan lagi proposal ke sebuah bank swasta. Akhirnya saya berhasil memperoleh pinjaman modal. Meski begitu, bukan berarti proses di bank ini lebih mudah atau aturan pencairan kreditnya lebih longgar. Proses yang harus dilalui sama saja.
Seperti bank-bank sebelumnya, saya harus melengkapi semua dokumen yang diperlukan, mulai dari sertifikat tanah sebagai agunan, IMB rumah sebagai tempat usaha, semua surat-surat menyangkut perizinan usaha, foto-foto tempat usaha dan barang-barang modal sampai mobil operasional, dan daftar pelanggan – terutama pelanggan besar - lengkap dengan alamat dan nomor telepon yang akan dihubungi secara acak oleh pihak bank. Pihak bank pun harus melakukan BI checking untuk menelusuri rekam jejak saya dalam hubungan dengan perbankan – siapa tahu pernah mengalami kredit macet atau telah memiliki pinjaman dengan nilai besar yang tak memungkinkan untuk mendapat pinjaman lagi. Setelah lolos BI checking dan semua persyaratan dinyatakan lengkap, satu rombongan dari bank bersangkutan turun ke lokasi untuk melakukan survei dan wawancara, baru kemudian kami melakukan akad kredit di hadapan notaris.
Seiring waktu, lagi-lagi saya membutuhkan tambahan modal usaha. Kali ini mobil saya sebagai agunannya. Beruntung, catatan saya sejauh ini baik, lolos BI checking, proses survei pun berjalan mulus karena surveyor bank melihat sendiri kegiatan usaha kami. Bank pemerintah itu pun percaya dan urusan pencairan kredit lancar jaya.
Mengingat pengalaman pribadi berurusan dengan pihak bank terkait pinjam-meminjam duit, saya pun takjub ada sosok bau kencur dengan profil bisnis meragukan bisa dengan mudah memperoleh pinjaman hingga puluhan miliar dari perusahaan di luar negeri pula. Saya harus belajar dari pemuda itu!
Oh iya, ada cara lain. Bisnis barang antik! Minimal jual beli batu akik bertuah. Nilainya bisa mencapai miliaran rupiah lo... (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H