Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memang Kenapa Kalau Jokowi-JK Bagi-bagi Kursi?

26 Oktober 2014   03:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:43 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1414244220127073697

[caption id="attachment_331090" align="aligncenter" width="620" caption="Jokowi dan Jusuf Kalla (Sumber: tempo.co)"][/caption]

PENGAMAT, politisi, blogger, dan banyak lagi, ribut soal ‘leletnya’ Jokowi-JK mengumumkan nama-nama menteri.  Sebelum lanjut, saya ingin bertanya; apa sih arti kata ‘lelet’ atau ‘lambat’?  Kalau menurut kamus Bahasa Indonesia, lambat artinya tidak tepat waktu. Jadi, meskipun Jokowi terlihat lambat mengumumkan kabinetnya, sesungguhnya dia sama sekali belum terlambat. Karena memang batas waktu yang ditetapkan untuk Presiden merampungkan kabinetnya belum habis.

Pasal 16 UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, memberikan batas waktu 14 hari kepada presiden untuk membentuk kabinet. Pasal tersebut berbunyi; Pembentukan Kementerian sebagaimana dimaksud Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak Presiden mengucapkan sumpah/janji”.

Kecuali konteksnya lomba lari atau balapan, maka setiap peserta perlombaan itu harus ngebut sekencang-kencangnya agar sampai duluan di garis finish karena  patokan bagi pemenang lomba adalah siapa yang paling cepat menyentuh garis finish. Jokowi-JK dilantik 20 Oktober 2014 dan sesuai UU tersebut, mereka bisa mengumumkan kabinetnya hingga 3 November 2014. So, jangan risau dan tak perlu mendesak Jokowi-JK untuk buru-buru mengumumkan nama-nama menteri Kabinet Trisakti.

Dalam lima hari terakhir sejak Jokowi-JK dilantik, berseliweran banyak isu dan pertanyaan. Isunya, Jokowi sengaja memperlambat pengumuman kabinet lantaran masih ada proses transaksional untuk bagi-bagi kursi kabinet dengan kelompok-kelompok kepentingan. Ada juga pertanyaan bernada menyindir; “Siapa sih presidennya, Jokowi atau Abraham Samad (Ketua KPK)?”

Bagi-bagi kursi

Kenapa memang kalau Jokowi bagi-bagi kursi menteri dan kepala lembaga-lembaga negara? Jokowi memang harus membagi-bagikan jabatan kepada orang-orang yang berkompeten, baik dari kalangan profesional maupun dari partai politik (dengan catatan). Bahkan, tidak ada salahnya memberi posisi kepada mereka dari Koalisi Merah Putih (KMP) plus Demokrat, asalkan bukan sosok yang sedang duduk di struktur Parpol.

Kita punya pengalaman soal rangkap jabatan seorang menteri yang sedang aktif di struktur Parpol. Soal ini tak perlu dijelaskan panjang lebar karena kita semua sudah paham implikasinya. Ini juga sebagai langkah antisipatif, mengingat dalam beberapa waktu terakhir ada desakan agar Parpol dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pasal 23 poin c UU 39/2008 melarang menteri merangkap jabatan sebagai pimpinan organisasi yang dibiayai APBN/APBD.

Memberikan jatah kursi kepada sosok yang disodorkan Parpol dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) maupun sosok-sosok yang berafiliasi dengan Parpol dari KMP Plus akan bermanfaat bagi pemerintahan Jokowi-JK agar memperkuat posisi pemerintah (eksekutif) – setidaknya meminimalkan “gangguan” dari legislatif terhadap jalannya pemerintahan ke depan.

Mengenai pelibatan KPK dan PPATK dalam seleksi menteri, mestinya kita memberikan apresiasi. Di sini Jokowi-JK menggunakan “saringan yang lebih halus” dalam proses seleksi para pembantunya. Mereka yang memiliki catatan masa lalu terkait korupsi, pelanggaran HAM, atau pelanggaran hukum lainnya, tidak pantas masuk kabinet. Dia tidak boleh menjadi nila setitik merusak susu sebelanga. Bukankah itu yang kita harapkan dari sebuah pemerintahan, yakni harus clean government and good governance?

Atas dasar itulah Jokowi-JK membangun kabinetnya sehingga ketika pemerintahan bergulir nantinya, yang akan dihadapi hanyalah persoalan dan tantangan pembangunan dan bagaimana mengatasinya. Bukan malah sibuk menangkis isu terkait sosok menteri bermasalah maupun praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme oleh “sosok kotor” yang disusupkan kelompok kepentingan ke dalam kabinet. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun