Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jonatan Lassa: Bongkar Isolasi Fisik dan Mental Elite!

31 Juli 2014   02:21 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:49 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1406722817744339759


[caption id="attachment_317251" align="aligncenter" width="300" caption="DR. Ing. Jonatan Lassa, MSc. (foto:eddy mesakh)"][/caption]

REVOLUSI mental merupakan tema besar pemerintahan presiden terpilih Joko Widodo dalam lima tahun ke depan. Menurut Jokowi, revolusi mental itu artinya membangun manusianya dulu, membangun jiwanya. Jika tidak mendahulukan pembangunan manusia, menurut Jokowi, sekaya apapun sebuah negara, provinsi, tidak berarti apa-apa. Kuncinya ada pada pembangunan manusia.
Memahami revolusi mental tidak berarti terbatas pada kesadaran moral. Konsep ini jauh lebih luas. Cendekiawan muda asal Nusa Tenggara Timur (NTT), DR. Ing. Jonatan Lassa, MSc., mengatakan, revolusi mental ala Jokowi adalah Geist. Dalam bahasa Jerman, hal ini bisa berarti mental, roh, jiwa, dan pikiran dalam orde yang lebih tinggi (mind).

“Geist ada dalam tatanan yang tidak terlihat indra penglihatan dasar (mata). Geist adalah sebuah imaginasi dan pikiran kolektif yang tidak disadari. Revolusi adalah sebuah tuntutan perubahan dalam kecepatan yang lebih tinggi dari sekadar perubahan kehendak status quo,” jelas peraih PhD bidangDisasterGovernanceResearch di University of Bonn, Jerman (2011) ini, saat bertemu penulis di Kota Batam, Kepri, Senin (28/7/2014).

Operasionalisasi Geist, menurut DR Jonatan,dapat terjadi di berbagai aras. Di tingkat individu,  ini bermakna pembaharuan karakter dan paradigma dalam melihat dunia dan realitas. Bahwasannya karakter-karakter unggul dan mulia adalah dasar membangun Indonesia yang lebih baik.

“Perubahan Geist atau mental di tingkat individu tidak mungkin terjadi secara otomatis karena individu-individu terikat pada ikatan-ikatan yang tak kasatmata, yakni pada nilai-nilai, ideologi dan juga tatanan-tatanan kuasa, baik sistem kelembagaan formal dan informal yang cenderung korup. Di tatanan pemerintah dan negara, konsep perubahan mental (Geist) adalah sebuah proses perubahan governmentality a la Jokowi,” papar DR Jonatan yang kini didorong oleh banyak kalangan di NTT untuk mengisi pos Kementerian Percepatan Daerah Tertinggal (PDT) pada pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

Lantas, bagaimana menerjemahkan konsep revolusi mental dalam praktek pembangunan hingga menyentuh masyarakat yang jauh dari pusat pemerintahan? Bagaimana konsep itu bisa menjawab persoalan jutaan rakyat Indonesia, terutama di daerah-daerah tertinggal yang masih hidup dalam belenggu kemiskinan dan kemelaratan?

Menurut DR Jonatan, umumnya daerah-daerah tertinggal adalah daerah-daerah yang walaupun masuk secara fisik dalam peta Republik, namun tidak masuk dalam peta mental para penguasa di Jakarta. “Pemerintah harus mampu membuka keterisolasian ruang fisik dan mental elite,” tegas  Peneliti pada S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS) Nanyang Technological University (NTU) Singapura itu.

DR Jonatan lebih suka memakai terminologi ‘daerah berpotensi maju, dibanding ‘daerah tertinggal’. Alasannya, istilah lama itu merupakan terminologi yang 'merendahkan' dan pesimistis. Sehingga dirinya ingin mendorong pemerintah mengubah istilah kementerian daerah tertinggal menjadi kementerian daerah potensial atau daerah berpotensi maju secara ekonomi,sosial, dan budaya. Sebab, lanjut DR Jonatan, daerah berpotensi maju (maupun daerah maju berpotensi tertinggal), intinya berbicara soal tempat atau ruang yang mengalami keterisolasian multi-dimensi.

Kementerian Daerah Berpotensi Maju (KDBM) akan menjadi bendera yang memberikan pesan optimistis bagi seluruh masyarakat Indonesia. Istilah ini juga lebih cocok dengan slogan ‘Indonesia Baru’ yang dipakai Jokowi-JK pada masa kampanye Pilpres,” jelas pria 39 tahun kelahiran Soe, NTT, ini.

Lebih jauh, alumni post doctoral di Ash Center, Harvard Kennedy School, Harvard University, AS, ini menekankan bahwa daerah tertinggal/daerah berpotensi maju harus dilihat ulang sebagai target utama dimana negara dihadirkan kembali agar rakyat dapat memahami arti ril dari Pasal 33 UUD 1945,bahwa pengelolaan sumberdaya untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Hal ini, menurutnya, dapat terjadi bila target pengentasan kemiskinan di daerah-daerah ini dibuat lebih efisien dimana intervensi pendidikan, kesehatan serta perbaikan penghidupan membidik secara langsung tanpa birokrasi berbelit-belit. Sistem Voucher Pintar (pendidikan 12 tahun)dan Voucher Sehat (untuk daerah-daerah yang akses teknologi informasinya terbatas) ataupun Kartu Pintar dan Kartu Sehat (untuk daerah-daerah yang memungkinkan) dari Jokowi dapat dilaksanakan.

Mengurangi kerentanan

DR Jonatan menyatakan mampu membuat framing praktek bagi Jokowi dalam bahasa-bahasa akademis maupun program. Pengalamannya terjun langsung ke berbagai daerah yang terkena bencana maupun riset-riset di berbagai daerah di Indonesia dan Asia yang dilakukannya dalam 15 tahun terakhir, dirinya sangat memahami bahwa 'daerah tertinggal' adalah daerah yang rentan terhadap ancaman bencana maupun kemiskinan; daerah yang ketahanan pangan dan airnya rentan atas berbagai tekanan alam maupun sosial ekonomi politik. Daerah yang rawan dan kurang mampu, cenderung rentan bencana, rentan pangan, rentan penyakit, rentan putus sekolah karena dan sederet kerentanan sosial-ekonomi lainnya.

Keterisolasian multidimensi sering membuat masyarakat menjadi kehilangan potensinya untuk menjadi maju. Karena itu, ancaman-ancaman seperti banjir, kekeringan serta berbagai jenis bencana dan ancaman seringkali terus terjadi karena mengalami keterisolasian. “Saatnya membangun Indonesia mulai dari kantong-kantong pontensial namun terisolir,” ujarnya.

Dia menawarkan beberapa solusi untuk membuka keterisolasian akses infrastruktur dan ekonomi terhadap 183 kabupaten katagori daerah tertinggal di seluruh Indonesia. Misalnya keterisolasian akibat infrastruktur yang terbatas dapat dibuka secara perlahan dengan membangun database perencanaan jalan desa berbasis GIS (Geographic Information Systems)yang existing dalam waktu 5 tahun. Bagi daerah kepulauan, database perencanaan jaringan perahu/kapal yang existing dan yang seharusnya akan dibuat dan menjadi agenda monitoring melekat yang setiap bulan dilaporkan kepada Presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun