Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Hatta Rajasa Tahu Siapa Bandit Migas

25 Oktober 2014   23:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:45 1759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1414150378577259423

[caption id="attachment_330936" align="aligncenter" width="530" caption="Hatta Rajasa (sumber: viva.co.id)"][/caption]

HATTA Rajasa geram bukan kepalang. Pria berambut perak itu tidak tahan atas berbagai fitnahan bahwa dirinya punya keterlibatan dengan mafia minyak dan gas (Migas).  Padahal, menurut Hatta, justru dirinya telah berusaha mati-matian melawan para bandit kerah putih itu. Saking geramnya, Hatta pun melontarkan ancaman serius; dirinya akan membongkar siapa sosok mafia Migas sesungguhnya. Sayang, ancaman Hatta itu hanya berlaku bila dirinya dan Prabowo Subianto terpilih sebagai presiden dan wakil presiden 2014-2019.

Ancaman itu terlontar dari bibir Hatta ketika berorasi di hadapan ratusan pendukung Prabowo-Hatta yang berkumpul di Kantor Dewan Pimpinan Wilayah Partai Amanat Nasional (DPW PAN) Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis 2 Juli 2014. Saat itu masih masa kampanye Pilpres. "Prabowo-Hatta difitnah, dikatakan mafia ini mafia itu. Nanti kita akan bongkar semuanya. Siapa sesungguhnya mafia tersebut. Kita bongkar," tegas Ketua Umum PAN tersebut waktu itu. (Liputan6.com)

Dari ucapannya, tampaknya mantan Menteri Koordinator Perekonomian di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu benar-benar kesal oleh ulah para bandit Migas yang sangat merugikan bangsa kita. Dia tahu persis ada tangan-tangan mafia yang terus menggerogoti aset dan kekayaan bangsa ini. Namun dalam ucapannya, bukannya mengambil contoh para cecunguk di sektor Migas, Hatta justru mencontohkan kasus negosiasi tambang emas Freeport di Papua dimana 51 persen saham pemerintah hilang. "Mengapa itu bisa terjadi, kalau bukan kongkalikong. Kita bongkar semua nanti," tandas Hatta.

Meskipun tidak berhasil meraih tampuk kekuasaan, Hatta tetaplah sosok berpengaruh di negeri ini. Dia politisi kawakan, pemimpin sebuah Parpol besar peraih 9.481.621 suara saat Pemilihan Legislatif 2014 dan berhasil mengutus 49 legislator ke kursi Senayan. Apalagi Ketua MPR, Zulkifli Hasan, juga berasal dari PAN sebagai Sekretaris Jenderal. Dengan kekuatan itu, jika mau, Hatta masih bisa berperang melawan para bandit Migas.

Demi kemaslahatan bangsa ini dan demi masa depan anak cucu kita semua, kami percaya Hatta tidak akan tinggal diam. Tak mungkin seorang tokoh politik bangsa membiarkan negerinya diobok-obok para bandit.

Dipelihara atau memelihara?

Sebagai awam dan tak pernah berada di sekitar kekuasaan, kita tidak tahu siapa saja para bandit Migas itu. Kita hanya tahu sepotong-sepotong dari pemberitaan media massa yang sebagian besar hanya menyentuh kulit terluar dari jaringan para bandit Migas itu. Bahkan penegak hukum pun seolah tak berdaya terhadap mereka.

Konon kabarnya para bandit Migas itu sudah menggerogoti Republik ini sejak era Orde Baru. Beberapa pengamat malah membeberkan bahwa perusahaan Migas kita, Pertamina dan anak-anak usahanya, telah puluhan tahun berada dalam genggaman para mafia.

Sepertiga akhir September lalu, Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES), Erwin Usman, seperti dikutip Kompas.com, mengungkapkan bahwa para mafia itu berpesta pora sepanjang 32 tahun era kekuasaan Presiden Soeharto.  Sayangnya, jaringan mafia Migas itu tidak ikut hancur menyusul tumbangnya kekuasaan Soeharto oleh gerakan reformasi 1998. Jaringan para bandit itu, menurut Erwin, justru bertambah kuat dan kian menggurita pasca-pemberlakuan UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Di era reformasi, para bandit itu justru semakin leluasa. Mereka tidak lagi “mencuri” seperti layaknya kelakuan maling kelas teri sampai kelas kakap. Sindikat Migas sudah masuk secara terang-terangan dan sah karena mampu menembus sistem negara. Mereka bersahabat karib dengan para legislator - mungkin juga mengongkosi para calon legislator  itu untuk menduduki kursi empuk Senayan. Alhasil para bandit leluasa mengatur isi UU Migas agar mendukung kerja-kerja mereka. Melalui UU Migas, para bandit berdasi dengan mudah mengintervensi tata kelola dan tata niaga Migas. Menurut Erwin, UU tersebut memang sengaja diatur se-liberal mungkin sehingga praktis menghilangkan kedaulatan nasional atas Migas.

Peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ) Salamudin Daeng mempertegas lagi bahwa melalui UU Migas pula para bandit mampu menguasai industri Migas kita dari hulu sampai hilir. Misalnya kontrak-kontrak Migas hampir semuanya jatuh ke tangan pihak swasta. Hasilnya, produksi Migas kita terus merosot dari tahun ke tahun. Dari kisaran 1,6 juta barel per hari (bph) di era 1980-an hingga 1990-an, kini tersisa 850.000 bph. Ini kan aneh. Logikanya, teknologi perminyakan semakin maju, nilai investasi semakin besar, kok malah kemampuan produksi semakin jeblok. Wajar saja publik curiga, jangan-jangan sebagian produksi Migas kita mengalir masuk “kantong kemih” para bandit untuk selanjutnya mereka kencing entah di mana.

Menurut Erwin, seperti disampaikan kepada Kompas.com, menyebutkan, para bandit Migas itu mencuri uang negara sedikitnya 4,2 miliar dolar AS atau setara Rp 37 triliun setahun. Sehingga dalam sepuluh tahun terakhir (wah, berarti sepanjang pemerintahan SBY), para bandit itu merampok uang kita sebesar Rp 370 triliun!  Uang sebesar itu, jika dipakai untuk mengembangkan energi alternatif atau energi baru terbarukan, Indonesia tak perlu lagi bergantung pada bahan bakar minyak (BBM). Alhasil tidak ada lagi persoalan defisit anggaran sehingga pemerintah tak perlu dipusingkan dengan beratnya subsidi BBM.

Dari penjelasan tersebut tampaknya ada kerjasama saling menguntungkan antara sindikasi bandit Migas, sejumlah legislator, dan sejumlah kalangan eksekutif. Mereka bersekongkol, saling memelihara satu dengan yang lain, lalu bahu-membahu mencuri dari bangsanya sendiri. Manusia-manusia itu sama sekali tidak memiliki jiwa nasionalisme. Tidak peduli sedikitpun atas nasib dan masa depan tanah leluhurnya sendiri. Entah manusia macam apa mereka itu!

Nah, kembali soal Pak Hatta Rajasa. Lantaran sudah tahu siapa saja para bandit Migas itu, maka di sinilah perannya sebagai seorang pemuka bangsa ini untuk membantu pemerintah membongkar sindikat maling berdasi agar penegak hukum (mudah2an) bisa melempar mereka semua ke balik jeruji besi hingga membusuk di sana. (*)

ARTIKEL TERKAIT: Indonesia Perlu Densus Antimafia Migas

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun