Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru, Menulislah Sebelum Tutup Usiamu

10 November 2014   23:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:08 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Plato (sumber:sacred-texts.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="256" caption="Plato (sumber:sacred-texts.com)"][/caption] SEMUA orang pasti mati, tak peduli siapa dan apa status Anda. Dua tiga tahun setelah berpulang, mungkin nama Anda masih disebut orang. Lima enam tahun kemudian, nama Anda sudah mulai dilupakan, kecuali keluarga dekat masih sesekali berziarah ke pusara Anda. Sepuluh tahun kemudian, tak ada lagi yang mengenang, bahkan makam pun telah dipenuhi ilalang, akhirnya Anda benar-benar lenyap seperti tak pernah terlahir. Siapa mengenal Aristoteles (384-322 SM) dan gurunya, Plato (427 – 347 SM), apalagi Socrates (469 – 399 SM) gurunya Plato? Para filsuf besar dari Yunani itu sudah meninggal ribuan tahun silam, tetapi hasil pemikiran mereka abadi dan masih kita nikmati hingga hari ini. Mengapa? Karena orang-orang itu mau menuangkan isi kepalanya dalam berbagai bentuk tulisan. Kita, bahkan cucu, cicit, dan generasi seterusnya masih akan menyebut nama mereka. Memang, Socrates sang filsuf moral itu, sama sekali tidak meninggalkan secuilpun karya tulis – bahkan membenci tulisan, namun muridnya, Plato, mencatat dan menuliskan pemikiran-pemikiran sang guru. Apakah hari ini kita masih menyebut tiga nama itu bila pemikiran para filsuf itu sama sekali tidak dituliskan? Tubuh kita menjadi tua dan kemudian mati, tetapi nama kita abadi seperti para filsuf bila mampu meninggalkan buah pikiran dalam bentuk karya tulis. Kekuatan sebuah karya tulis bisa sangat dahsyat. Selain buah pikiran itu bermanfaat dan memberikan pengaruh menembus generasi, juga bisa bikin sibuk manusia yang hidup ribuan tahun kemudian.  Seperti tulisan Plato yang meninggalkan teka-teki -  sebuah misteri tak terpecahkan hingga hari ini- tentang Atlantis kota yang hilang. Gara-gara tulisan Plato itu, Atlantis menjadi buruan para peneliti. Mereka terus mencari, menggali, bahkan menyelami dasar lautan dan samudera demi menemukan di manakah Atlantis yang disebutkan Plato ribuan tahun silam. Dalam dua tulisan berbentuk dialog, Timaeus dan Critias, Plato melukiskan bahwa Atlantis terhampar di seberang pilar-pilar Herkules dan memiliki angkatan laut hebat dan mampu menaklukan Libya, Mesir hingga Benua Eropa. Plato menyebut, setelah gagal menyerang Yunani, Atlantis tenggelam ke dasar samudra hanya dalam semalam akibat banjir dan gempa bumi. (Wikipedia) Maka, siapapun Anda, apalagi sebagai seorang pengajar, seorang guru yang tak lain juga seorang panutan, alangkah baiknya bila menuangkan isi kepala, ide-ide, pemikiran-pemikiran, ke dalam karya-karya tulis bernilai agar bermanfaat bagi generasi di bawah kita, kalau perlu menembus generasi seperti para filsuf. Mulailah menulis Pak Guru dan Bu Guru, jangan tunda lagi. Mulailah menulis sekarang juga! Siapa bilang Anda tak bisa menulis? Memangnya ada orang yang langsung terlahir sebagai penulis? Ya, menulis butuh bakat, tetapi bukan mustahil bagi yang tidak berbakat. Kemahiran menulis dapat diperoleh melalui belajar dan latihan tanpa henti. Lihat sekelilingmu, amati lingkunganmu, suasana sekolah, perhatikan tingkah laku murid-muridmu, pikirkan isu-isu yang tengah hangat di tengah masyarakat - lokal, nasional, regional, hingga internasional. Jangan lupa membaca. Ide-ide akan datang begitu saja ketika Anda rajin membaca. Telusuri hati dan pikiran Anda soal isu apa yang paling menarik minat. Lalu, duduklah di depan komputer dan mulailah mengetik satu kata, disusul kata kedua, ketiga, dan seterusnya. Tanpa Anda ‘sadari’ satu paragraf sudah terbentuk. Lalu rasakanlah, ternyata paragraf kedua begitu mudah Anda dapatkan. Lalu, begitu Anda ‘sadar’, sebuah artikel yang utuh telah selesai Anda tuliskan. Mudah kan? Kini, setelah satu artikel selesai, Anda akan menyadari bahwa ternyata menulis itu gampang, tak perlu bakat besar seperti JK Rowling sang pengarang Harry Potter atau Andrea Hirata sang penulis Laskar Pelangi. Mengapa menulis (dan menularkan semangat menulis) begitu penting bagi manusia? Kita pernah terlahir, tetapi kemudian dilupakan sama sekali seolah tak pernah lahir, lantaran hanya tubuh kita yang fana itu saja terlihat sibuk ke sana ke mari. Padahal di dalam tubuh itu sebenarnya terdapat jiwa yang bersifat abadi. Jangan biarkan jiwa Anda dan saya, jiwa kita, yang pernah mengisi sebuah tubuh yang fana ini dilupakan begitu saja setelah sekian tahun jiwa itu pergi meninggalkan tubuh, yang menurut Plato hanyalah “kuburan bagi jiwa”. Betapa indahnya bila jiwa kita yang pernah menempati tubuh bernama si A atau si B, Pak Guru C atau Bu Guru D, tetap abadi bersama karya-karya tulis yang ditinggalkan. Pak Guru dan Bu Guru, ayo, mulailah menulis sebelum tutup usiamu. Artikel ini ditulis untuk diikutkan dalam Kompasiana-Tanoto Foundation Blog Competition: Pentingnya Guru Menulis. (*) Artikel terkait Guru Menulis Berdiri, Murid Menulis Berlari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun