MANTAN Dirut PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Dahlan Iskan (DI) kini berstatus tersangka kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan gardu listrik Jawa-Bali-Nusa Tenggara 2011-2013 senilai Rp 1,06 triliun. Adalah Kejaksaan Tinggi Jakarta yang menyematkan status tersebut pada Jumat 5 Juni 2015. Menanggapi status tersebut, DI menyatakan dirinya tak akan menyalahkan siapapun dan mengambil tanggungjawab. Kejaksaan menjelaskan bahwa DI sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) dinilai turut mengetahui dan menyetujui dua kejanggalan proyek yang sebelumnya telah menjerat 15 orang sebagai tersangka.
Sebagai wartawan senior, DI sangat paham mengenai distorsi dalam pemberitaan. Apalagi bila keterangan kepada jurnalis disampaikan melalui ucapan, tak jarang terpelintir, baik sengaja maupun tak sengaja. Karena itu, DI memutuskan tidak akan memberikan pernyataan lisan atau wawancara dengan pers. Bahkan tidak ada keistimewaan bagi Jawa Pos Group - di mana DI memiliki saham di sana - untuk wawancara eksklusif.
Lalu, bagaimana pers dan publik memperoleh informasi atau keterangan DI mengenai kasus yang membelitnya? DI membuat sebuah website khusus; gardudahlan.com yang berfungsi sebagai "juru bicaranya". Siapapun yang ingin mengetahui penjelasan DI bisa mengaksesnya dari website itu.
"Saya akan menjadi beban bagi Jawa Pos Group kalau saya tidak berubah. Maka untuk “corong pribadi” itu saya meluncurkan ini: gardudahlan.com. Saya akan selalu menyalurkan keterangan saya melalui gardudahlan itu. Saya tidak akan memberikan wawancara pers. Termasuk tidak akan memberikan wawancara kepada Jawa Pos Group. Saya tidak ingin banyak pihak salah paham karena keterangan saya yang kurang pas. Tapi saya tidak akan melarang media untuk mengutip keterangan saya di gardudahlan itu. Saya tidak punya juru bicara. Kelihatannya gardudahlan yang akan jadi juru bicara saya," tulis DI.
Saat ini sudah ada satu artikel di sana berjudul Soal Corong. Saat mengakses artikel tersebut pada pukul 02.10 WIB, tercatat artikel itu sudah diakses sebanyak 74.564 kali. Melalui tulisan singkat sepanjang 19 alinea pendek-pendek ini, DI menjawab keraguan publik soal kemungkinan dirinya akan menggunakan Jawa Pos Group sebagai corong dalam menghadapi perkara gardu induk PLN di mana dirinya telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Mungkin ada yang mengira saya akan minta Jawa Pos Group untuk menjadi corong saya dalam menghadapi perkara gardu induk PLN di mana saya sudah ditetapkan menjadi tersangka. Mohon doa restu, agar saya tidak begitu," tulis DI.
DI menjelaskan bahwa sudah delapan tahun, atau sejak dirinya menderita kanker hati, dirinya bukan pemimpin Jawa Pos Group. Dia mengakui memiliki saham dalam bisnis media massa itu tetapi, "Dalam perusahaan modern pemegang saham dan manajemen harus terpisah," tulisnya.
"Kedua, Jawa Pos Group biarlah menjadi corong bagi siapa saja. Jangan menjadi corong saya. Kami belajar dari pengalaman masa lalu yang ternyata hal seperti itu kurang baik. Mungkin tidak akan berjalan ideal, tapi kami menyadari bahwa kini masyarakat sudah sangat cerdas dan sangat kritis. Masyarakat selalu menilai media itu seperti apa,"
"Ketiga, toh sudah ada internet. Opini-opini pribadi, kepentingan-kepentingan pribadi, aspirasi pribadi bisa disalurkan melalui media on-line. Tanpa harus mengganggu media publik yang seharusnya menjadi milik publik. Sudah banyak tokoh yang memilih dan melakukan cara ini. Terutama bagi para tokoh yang merasa aspirasinya tidak tertampung di media publik."
Mengapa Gardudahlan?
Mengapa DI menggunakan nama "gardu"?