[caption caption="Hasil Pilgub Kepulauan Riau (Eddy Mesakh/diolah dari Pengumuman KPU Kepri)"][/caption]
PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) serentak, khususnya di Kepulauan Riau, telah usai. Khusus pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Kepri, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kepri sudah merampungkan rekapitulasi suara dan mengumumkan hasilnya di Asrama Haji, Kota Tanjungpinang, Jumat (18/12/2015). Hasilnya, pasangan nomor urut 1 Drs HM Sani-DR Nurdin Basirun (Sanur) dinyatakan sebagai pemenang dengan keunggulan 41.827 suara.
Paslon Sanur meraih dukungan 347.515 suara, sementara lawannya, pasangan DR HM Soerya Respationo - H Ansar Ahmad SE (SAH) didukung 305.688 suara. Paslon Sanur menang di lima kabupaten/kota, masing-masing Batam (160.368 : 147.900), Tanjungpinang (39.787 : 35.051), Karimun (64.611 : 24.653), Natuna (22.315 : 17.676), dan Lingga (27.632 : 22.342). Sedangkan Paslon SAH unggul di dua kabupaten, yakni Bintan (23.308 : 46.801) dan Anambas (9.494 : 11.265).
Seperti biasa, pihak yang kalah selalu merasa tak puas atas hasil yang diperoleh. Demikian pula ditunjukkan oleh Tim Pemenangan Paslon SAH, karena menganggap ada banyak kejanggalan dalam proses Pilkada di Kepri. Mereka mengaku telah mengantongi sejumlah bukti kuat dan segera mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) serta mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk melakukan investigasi. Target Tim Pemenangan Paslon SAH adalah dilakukannya pemungutan suara ulang di seluruh Kepri!
Dari berbagai keberatan yang diungkapkan ke publik, yang paling serius adalah Tim SAH menuding pihak TNI terlibat dalam proses Pilkada dan cenderung mendukung salah satu pasangan calon. Bahkan petinggi PDIP, Trimedya Panjaitan, menyatakan akan meminta Presiden Jokowi untuk mencopot Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan KSAD Jenderal Mulyono apabila tidak merespon soal dugaan keterlibatan militer dalam Pilkada Kepri.
Trimedya secara terang-terangan menyebutkan bahwa keterlibatan TNI di Pilkada Kepri sangat masif, yakni melakukan mobilisasi dan intimidasi terhadap masyarakat agar tidak usah datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) saat pemungutan suara pada 9 Desember 2015 lalu. Dan secara meyakinkan, Trimedya mengungkapkan bahwa pihaknya memiliki bukti-bukti video dan foto yang menggambarkan banyak anggota TNI hadir di TPS-TPS.
Menurut Trimedya maupun Tim Pemenangan SAH, semestinya TNI tidak perlu hadir di TPS lantaran pengamanan Pilkada seharusnya merupakan tanggungjawab POLRI.
Sierra Prayuna selaku Ketua Tim Pengacara DPP PDIP dalam sengketa Pilkada, sebagaimana dikutip sebuah portal berita, dengan penuh keyakinan berkata; “Kita temukan fakta adanya mobilisasi TNI secara massif di beberapa tempat di Batam. Bahkan Posko SAH dilempari bom rakitan dan sampai sekarang tak jelas kasusnya.” (Sumber)
Pernyataan Sierra ini bertolak belakang dengan fakta lapangan. Tidak ada pelemparan bom rakitan sebagaimana disebutkan. Faktanya adalah ditemukannya benda seperti bom molotov yang terbuat dari botol plastik berisi bensin dan dilengkapi sumbu di sebuah posko pemenangan SAH. Pihak SAH telah melaporkan hal itu ke Polda Kepri untuk diusut.
Benarkah klaim PDIP dan Tim SAH?
Isu mengenai “intervensi” militer pada Pilkada Kepri memang cukup ‘meriah’ di media sosial, terutama facebook yang sempat Penulis amati. Bahkan ada sebuah video yang diposting di facebook dan telah di-share sebanyak 131 kali, terlihat seorang pendukung Paslon SAH berdebat sengit dengan seorang anggota TNI yang ikut dalam pengamanan di Kecamatan Batam Kota. Yang terjadi malah orang yang berdebat dengan anggota TNI itu di-bully oleh para komentator. (Video: Pendukung SAH berdebat dengan Anggota TNI)