Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo-Hatta Dapat Nol Suara di 312 TPS

16 Juli 2014   23:06 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:08 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_315661" align="alignnone" width="700" caption="Hashim Djojohadikusumo (Tribunnews)"][/caption]

PERNYATAAN Hashim Djojohadikusumo bahwa timnya menemukan 250 ribu nama fiktif yang diduga datang (ke Jakarta dan Jateng) dari luar kota untuk mencoblos pasangan nomor urut dua, Jokowi-Jusuf Kalla, patut mendapat perhatian serius.Anggota Dewan Penasihat Tim Pemenangan Prabowo-Hatta ini menyatakan punya bukti dan saksi terkait dugaan kecurangan itu dan sudah melaporkan kepada KPU dan Bawaslu.

Pak Hashim tidak menyebutkan bagaimana pihaknya bisa mengetahui kalau 250 ribu pemilih itu sengaja datang ke TPS untuk memilih pasangan Jokowi-JK. Sehingga sulit memastikan bagaimana mengetahui ratusan ribu nama fiktif itu memilih siapa, mengingat tidak ada orang lain yang boleh/diperbolehkan ikut masuk bersama pemilih ke dalam bilik suara. Pun tidak ada kamera pengintai/tersembunyi di bilik suara.

Namun, dugaan kecurangan ini tampaknya serius, karena Hashim menyatakan telah melaporkannya kepada KPU dan Bawaslu. Artinya mereka memiliki bukti-bukti kuat mengenai dugaan kecurangan ini. Benar-benar bukan hal sepele, mengingat jumlahnya sangat besar. Angka 250 ribu pemilih itu setara dengan maksimal jumlah pemilih di 312 TPS (satu TPS maksimal 800 pemilih).

Jika Jokowi-JK mendapat 0 (nol) suara di 17 TPS di Sampang, maka Prabowo-Hatta lebih parah lagi.  Mengapa demikian? Anggaplah 250 ribu pemilih fiktif yang disebutkan Hashim itu memiliki TPS sendiri, maka ini sama dengan Prabowo-Hatta kalah telak di 315 TPS alias mendapat 0 (nol) suara di ratusan TPS itu. (250.000/800 = 312.5, dibulatkan menjadi 312).

Pada berita yang sama, Wakil Ketua DPP Gerindra Fadly Zon mengungkapkan bahwa di Semarang ada penambahan jumlah pemilih di TPS. Fadly secara tegas menyebutkan bahwa kecurangan tersebut dilakukan secara sistematis. Sama seperti Hashim, Fadly juga tidak menyebutkan bagaimana mekanisme penambahan yang dilakukan.

Aturan main Pilpres membolehkan adanya pemilih tambahan sesuai KTP jika pemilih tidak mendapatkan undangan atau tidak tercantum dalam DPT/DPT Tambahan. Syaratnya, selain menunjukkan KTP, pemilih juga wajib menunjukkan kartu keluarga dan hanya boleh memilih di TPS sesuai RT/RW yang tercantum dalam KTP-nya. Pemilih tambahan ini diperbolehkan mencoblos satu jam sebelum TPS ditutup, atau antara pukul 12.00 - 13.00, selama suarat suara masih ada. Jika tambahan nama-nama tersebut dilakukan dengan dasar ini, maka tidak ada yang salah, karena sudah sesuai Pasal 111 Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2014 tentang Pemungutan Suara dan Perhitungan Suara Pemilu Presiden 2014.

Mahkamah Konstitusi lewat putusannya pada 6 Juli 2009 menyatakan, Pasal 28 dan 111 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dinyatakan tetap konstitusional selama mencakup para pemilih yang tak masuk dalam DPT ataupun DPT tambahan. Artinya, suara tak hanya bisa diberikan oleh para pemilih yang masuk dalam DPT dan DPT Tambahan.

Pihak Jokowi-JK menanggapi tudingan Hashim. "Ini politik lempar batu sembunyi tangan, juga menunjukkan sikap yang tidak siap menerima kekalahan," kata Juru Bicara Tim Pemenangan Jokowi-JK, Hasto Kristiyanto.

Tak mau kalah, Kuasa Hukum Tim Pemenangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, Mahendradatta, menepis tudingan bahwa pihaknya telah melakukan kecurangan. Mahendradatta menduga tudingan tersebut sengaja dilontarkan kubu lawan untuk memojokan Prabowo-Hatta. "Ada upaya dari pihak lawan untuk melakukan kecurangan dengan menuduh kami berbuat curang. Cara seperti ini sering terjadi di negara lain," kata Mahendradatta.

Kita belum tahu bagaimana modus dugaan kecurangan yang dilontarkan Hashim dan Fadly karena memang keduanya tidak menjelaskannya. Hanya disebutkan bahwa ada manipulasi daftar pemilih. Apakah ada yang menggunakan KTP palsu sesuai alamat TPS di mana pemilih tersebut mencoblos? Atau KTP para pemilih tambahan itu tidak sesuai dengan alamat RT/RW di mana TPS berada. Atau ada modus lainnya? Baik Hashim maupun Fadly sebaiknya menjelaskan secara lebih gamblang sehingga publik juga tahu manipulasi daftar pemilih seperti apa yang sudah dilakukan sehingga bisa-bisanya meloloskan hingga 250 ribu pemilih fiktif dan itu tersebar di berapa banyak TPS?

Janggalnya pemilih tambahan juga disampaikan tim Jokowi-JK di Jawa Barat. Tim Jokowi-JK menyebutkan alasan kecurigaan mereka menggunakan logika berpikir, yakni tidak mungkin petugas PPS mampu melayani 200 pemilih tambahan (di satu TPS) hanya dalam tempo satu jam dengan kondisi hanya lima bilik suara. Anggap saja mereka buru-buru, sehingga satu pemilih cuma menggunakan waktu dua menit di bilik suara, maka waktu yang dibutuhkan oleh 200 pemilih minimal 80 menit.

Tim Jokowi-JK juga memaparkan beberapa modus kecurangan secara jelas, sebagaimana dilaporkan Republika. Kita mengharapkan penjelasan yang detail seperti ini juga disampaikan oleh Hashim terkait 250 ribu pemilih fiktif yang disebutkannya. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun