Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Prabowo-Hatta Bisa Menangi Pilpres Secara Aklamasi!

18 Agustus 2014   21:15 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:13 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1408346073904699658

[caption id="attachment_319849" align="aligncenter" width="642" caption="Fadli Zon (Sumber: majalahmerahputih.com)"][/caption]

DUA hari lagi, persisnya Rabu 21 Agustus 2014, Mahkamah Konstitusi akan mengumumkan putusan sidang perselisihan hasil pemilihan umum yang telah berlangsung sejak 6 Agustus. Masa penantian ini sama menariknya seperti ketika kita menunggu hasil quick count berbagai lembaga survei maupun official count dari Komisi Pemilihan Umum.

Apa kira-kira putusan Mahkamah terhadap sengketa suara rakyat yang sangat melelahkan dan menguras mental ini. Para pengamat, ahli hukum, dan tim dari masing-masing kubu melontarkan berbagai kemungkinan. Di kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, ada optimisme bahwa gugatannya akan diterima Mahkamah karena mereka yakin bukti-bukti yang disodorkan serta saksi-saksi yang dimajukan ke persidangan telah membongkar adanya kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif.

Ada tiga alternatif petitum (tuntutan permohonan) yang diajukan pihak Prabowo-Hatta selaku Pemohon, yakni (1) penetapan perolehan suara yang benar menurut versi pemohon, (2) pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh provinsi, dan (3) PSU di beberapa provinsi yang dinyatakan terindikasi terjadi kecurangan.

Namun, pada persidangan perdana, Majelis Mahkamah Konstitusi menemukan adanya ketidaksinkronan antara posita (uraian permohonan berisi dalil gugatan) dan petitum yang disodorkan pemohon. Artinya, bukti-bukti awal yang disodorkan kala itu tidak didasarkan pada hal-hal subtansial dan fundamental yang benar-benar mendukung petitum Pemohon alias bukti-buktinya tidak kuat dan tidak berkaitan dengan petitumnya. Misalnya dalam posita hanya disebutkan adanya “indikasi” telah terjadi kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif, namun tidak ada bukti kuat bahwa kecurangan itu benar-benar telah terjadi/dilakukan.

Salah satu petitum yang dibacakan Maqdir Ismail selaku juru bicara tim hukum Prabowo-Hatta, meminta agar Mahkamah menyatakan ketetapan KPU Nomor: 535/Kpts/KPU/Tahun 2014 batal dan tidak mengikat. Tim Hukum Pemohon mengklaim bahwa berdasarkan penghitungan pihaknya, jika tidak terdapat pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif, maka pasangan Prabowo-Hatta adalah pemenang Pilpres dengan raihan 67.139.153 suara (50,25%) sedangkan pasangan Jokowi-JK meraih 66.435.124 suara (49,74%). Di sini Pemohon punya angka-angka hasil perhitungan mereka sendiri, namun kita tidak tahu bukti-bukti penguat seperti apa sehingga mampu meyakinkan para hakim (dan publik) bahwa hasil perhitungan mereka itu tepat sesuai hasil pemungutan suara. Sementara angka-angka tersebut mestinya berasal dari sumber yang sama, yakni form C1 dari tiap-tiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) di seluruh Indonesia yang juga dimiliki oleh KPU, Panwaslu, dan saksi-saksi dari kedua kubu.

Alternatif pertama dari petitum adalah meminta Mahkamah menggunakan hasil perhitungan tim Pemohon, namun dalam persidangan, yang paling menonjol justru soal Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) yang diklaim sebagai salah satu biang kerok kekalahan Prabowo-Hatta. Artinya ada bukti/fakta kuat dan saksi yang tahu persis bahwa suara dari DPKTb memang diberikan kepada pasangan Jokowi-JK.
Dengan mempersoalkan DPKTb, maka semestinya tim hukum Prabowo-Hatta tidak perlu mengajukan hasil perhitungan mereka karena data-data tersebut sesungguhnya tidak bisa digunakan mengingat mereka sendiri punya keyakinan bahwa telah terjadi kecurangan terstruktur oleh KPU melalui DPKTb (dan DPT). Artinya kekalahan Prabowo-Hatta bukan karena raihan suara mereka lebih kecil tetapi karena adanya kecurangan terstruktur melalui data pemilih yang menguntungkan lawan. Dugaan penulis, DPKTb tidak akan dipersoalkan apabila Prabowo-Hatta memenangkan Pilpres.

Kemungkinan-kemungkinan

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon, melalui pernyataannya yang dilansir Sindonews, terkesan yakin Mahkamah akan mengabulkan gugatan oleh tim hukum mereka. Kata Fadli, dirinya mengacu pada petitum Pemohon yang dibacakan tim hukum Prabowo-Hatta di persidangan, bahwa kalau ditemukan kecurangan, maka pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai capres-cawapres terpilih harus didiskualifikasi.  Jelas bahwa ternyata Fadli tidak berbicara berdasarkan petitum, sebab dari tiga petitum yang diajukan sama sekali tidak menyebutkan diskualifikasi terhadap pasangan Jokowi-JK. Jadi, Fadli berbicara atas dasar petitum yang mana?

Pernyataan soal diskualifikasi ini juga beberapa kali dilontarkan sejumlah kalangan di pihak Prabowo-Hatta. Pertanyaannya, bagaimana mungkin Jokowi-JK didiskualifikasi jika bukan mereka yang melakukan atau terlibat langsung dalam perbuatan curang itu? Tidak mungkin Mahkamah menghukum (mendiskualifikasi) pihak yang tidak melakukan perbuatan melawan hukum. Kecuali dari bukti-bukti dan saksi-saksi yang diajukan tim hukum Prabowo-Hatta mampu membuktikan bahwa pihak Jokowi-JK dan tim suksesnya secara bersama-sama dengan KPU dan aparat negara terbukti melakukan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif.

Selain itu, “petitum” agar Jokowi-JK didiskualifikasi tidak disertai penjelasan tegas bahwa dengan diskualifikasi itu maka Prabowo-Hatta lah yang harus ditetapkan sebagai pemenang Pilpres. Dengan demikian, apabila Jokowi-JK didiskualifikasi, maka apa pilihannya? Apakah akan dilanjutkan dengan PSU di seluruh Indonesia? Lalu siapa yang menjadi lawan Prabowo-Hatta? Tanpa lawan sama saja Prabowo-Hatta akan memenangkan Pilpres 2014 secara aklamasi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun