Kedua, dia bermakna kiasan, di mana Jokowi mengutip pesan Bung Karno dalam alinea sebelumnya: “... saya mengajak saudara-saudara sebangsa dan setanah air untuk mengingat satu hal yang pernah disampaikan oleh Presiden Pertama Republik Indonesia, Bung Karno, bahwa untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai, kita harus memiliki jiwa cakrawarti samudera; jiwa pelaut yang berani mengarungi gelombang dan hempasan ombak yang menggulung.”
Kalau hanya menghadapi godaan kecil saja, kita sudah melempem, apalagi bila harus menghadapi gelombang dan hempasan ombak menggulung? Banyak pejabat terlena bujuk rayu (termasuk dari korporasi-korporasi asing) sehingga tersangkut korupsi, menerima suap, dan sebagainya. Mental kita terlalu lemah, sontoloyo, oleh sebab itulah revolusi mental menjadi penting di sini.
2.Jokowi sebagai nakhoda
Nakhoda adalah pemegang kemudi kapal. Kemudi itu tak lain ‘alat kekuasaan’. Haluan kapal sebesar apa pun akan berbelok ketika sang nakhoda memutar kemudinya. Pekerjaan nakhoda menjadi enteng jika samudra tenang tanpa badai dan gelombang. Nakhoda tidak terlihat kehebatannya bila kapalnya berlayar di lautan teduh. Dia patut disebut nakhoda kawakan manakala mampu membawa kapalnya berlayar menembus badai, mengarungi gelombang, dan mampu menaklukkan hempasan ombak yang menggulung.
Dalam pidatonya, Jokowi menyatakan, karena telah mendapatkan kepercayaan rakyat maka dia mengajak semua warga negara untuk ikut naik ke atas kapal Republik Indonesia yang sangat besar ini. Semuanya harus naik, jangan ada yang tinggal berdiri di pinggir pelabuhan sambil melambai-lambaikan tangan. Dia mengajak segenap rakyat Indonesia agar ikut mengambil bagian, bahu-membahu dalam semangat persatuan dan gotong royong, dalam pelayaran mengarungi samudra yang bergejolak sebelum memasuki teluk yang teduh kemudian bersandar di pelabuhan Indonesia Raya.
Hanya para pemalas, mereka yang apatis, dan para pembangkang yang memilih berdiri di tepi pelabuhan sambil melambai-lambaikan tangan. Mereka inilah orang-orang yang tidak ingin maju atau kelompok yang lebih menyukai status quo. Mereka lebih mirip para calo penumpang yang hanya menjual tiket tetapi tidak ikut dalam perjalanan.
3.Layar yang kuat
“Kita akan kembangkan layar yang kuat.” Layar berbahan jelek akan mudah sobek diterpa angin kencang. Tiang penopang layar (soko guru) juga harus kuat sehingga tidak boleh dari sembarangan kayu. Pun tak boleh ada bekas lubang/membusuk akibat gerogotan hama. Haruslah kayu dengan serat-serat halus dan kokoh. Demikian pula tali-tali pengikat layar haruslah tali yang kuat dan tak mudah putus.
Bagaimana mungkin sebuah kapal bisa berlayar lancar bila layarnya mudah sobek, soko guru gampang patah, dan tali layarnya mudah putus. Begitu pula bangsa ini, tak mungkin mampu berlayar, apalagi di tengah badai, bila rakyatnya melempem, pejabatnya korup, dan sistemnya bobrok.
4.Badai dan gelombang
Jokowi menyadari pelayaran menuju pelabuhan Indonesia Raya takkan mudah. Kita akan berlayar mengarungi samudra yang bergejolak oleh badai dan gelombang. Bisa berupa hambatan dari lawan politik hingga persaingan ketat dengan bangsa-bangsa lain. Maka bangsa Indonesia harus kuat dan maju dengan kekuatan sendiri melintasi semuanya. Dengan rakyat yang kuat dan konstitusi yang kokoh, bangsa ini tak mudah goyah. Atas restu dan pertolongan Tuhan Yang Maha Esa, niscaya Indonesia Hebat bisa kita rengkuh bersama.
Pidato Obama
Barack Obama, ketika pertama kali memenangkan Pilpres AS tahun 2009, juga menegaskan pentingnya kerja keras bagi rakyat AS yang kala itu masih berkutat dengan krisis finansial. Obama berpidato pada 20 Januari 2009 di Capitol Hill, Washington DC. Dalam pidatonya ketika itu, Obama berkata, “Hari ini saya katakan kepada kalian bahwa tantangan-tantangan yang kita hadapi adalah nyata. Tantangan ini serius dan banyak. Tidak akan mudah diatasi dan tidak bisa diatasi dalam jangka pendek. Tetapi ketahuilah ini, Amerika, semua tantangan ini akan kita hadapi. Pada hari ini, kita berkumpul karena kita lebih memilih harapan daripada ketakutan, kesatuan tujuan daripada konflik dan pertentangan.”