Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Soempah Pemoeda: Mari Kita Berkeboen!

28 Oktober 2014   23:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:23 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_331605" align="aligncenter" width="504" caption="Sawi hijau di kebunku (foto:eddy mesakh)"][/caption]

HARI ini kita memperingati Soempah Pemoeda. Persis di tanggal ini, 28 Oktober 86 tahoen silam, para pemoeda mengikrarkan tiga pengakoean maha penting sebagai cikal-bakal Repoeblik Indonesia, yakni mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air Indonesia; mengakoe  berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia; dan mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Kalaoe sekarang ada di antara para pemoeda itoe jang masih hidoep, minimal dia soedah beroemoer 103 tahoen! Masih ada gak ya? O iya, mengikoeti klasifikasi oesia masa kini, diseboet pemoeda kalaoe soedah beroemoer 17 tahoen.


Cukup.. cukup! Saya yakin lidah Anda sudah kram gara-gara membaca ejaan lama itoe, eh itu. Kita kembali menggunakan ejaan sekarang, tetapi bukan lagi membahas soal Sumpah Pemuda. Saya hanya ingin mengajak; mari kita berkeboen di halaman rumah.

Jika Anda hidup di perkotaan, kegiatan berkebun di halaman ini biasa disebut urban farming. Meski ini mungkin berperan kecil, jika dilakukan oleh banyak orang (massal), kegiatan berkebun kecil-kecilan ini bisa membantu mengurangi jejak karbon akibat transportasi kendaraan bermesin untuk mengirim/mendatangkan bahan pangan. Manfaat lainnya, berkebun di halaman juga membantu meningkatkan ketahanan pangan sebuah daerah atau negara.

Ya, daripada halaman rumah Anda dibiarkan kosong (ini khusus bagi yang halaman rumahnya masih kosong), mendingan

[caption id="attachment_331598" align="aligncenter" width="300" caption="Cabe merah dan tomat bertetangga (foto: eddy mesakh)"]

14144880761998019475
14144880761998019475
[/caption]

dipakai untuk berkebun. Tanami dengan sayuran dan terapkan pertanian organik biar hasilnya lebih aman untuk kesehatan. Maklum, zaman ini banyak produk pertanian (peternakan juga) “dipaksa dewasa” dengan penggunaan aneka bahan kimia.

Di belakang rumah saya masih ada lahan kosong berukuran kurang lebih 8x10 meter. Dua tahun terakhir lahan itu saya penuhi dengan macam-macam sayuran dan buah-buahan. Lahan sesempit  itu saya tanami sayuran seperti kangkung, sawi, bayam, tomat, cabe merah-cabe ijo-cabe rawit, singkong (ubi kayu) untuk diambil daunnya, kacang panjang, terong, nanas, pare (paria), serai, pepaya, dan trubus (sejenis tebu berbatang kecil, nanti diambil bakal bunganya yang mirip telur ikan untuk sup). Banyak jenis tanaman, jadi hanya sedikit yang ditanam per jenisnya. Pun menanamnya secara bergiliran atau tidak sekaligus. Misalnya kalau lagi tanam terong maka tomat harus antre. Sudah tanam pare, maka kacang panjang harus menunggu giliran sampai pare-nya hampir almarhum.

Lahannya saya bagi dua bagian. Satu sisi untuk tanaman berumur sangat pendek dan (memang) dipanen pada fase vegetatif (dipanen daunnya), seperti sawi, bayam, dan kangkung. Bagian lain ditanami sayuran yang dipanen pada fase generatif (diambil buahnya), seperti kacang panjang, pare, terong, tomat, dan cabe. Sekelilingnya atau bagian pinggiran ditanami singkong,  pepaya, serai, dan trubus.

[caption id="attachment_331614" align="aligncenter" width="300" caption="Hasil panen sawi (foto: eddy mesakh)"]

14144892142040248572
14144892142040248572
[/caption]

Hasil dari kebun itu tak banyak, tetapi jika diuangkan, nilainya lumayan juga. Dia membantu kami menghemat pengeluaran untuk kebutuhan dapur sekitar Rp 400 ribu – Rp 500 ribu sebulan. Nilai ini mungkin hanya berlaku di Batam - karena harga sayuran di sini cukup mahal - mengingat kebanyakan sayuran didatangkan dari luar daerah, bahkan ada yang datang dari luar negeri, seperti dari Malaysia dan Pakistan. Maklum, Batam merupakan daerah perdagangan bebas atau free trade zone (FTZ). Sebenarnya banyak juga kebun di Batam, namun tak mampu mencukupi kebutuhan kurang lebih 1,5 juta perut yang hidup di kota ini. Belum lagi para tetamu yang datang dan pergi... sesuka hatimuuuu... oooo kejamnya dikauuu... Silakan dinyanyikan kelanjutannya.

Mari kita mulai...

Tidak seperti di kampung saya di Timor yang tanah lumayan subur, tanah di Batam kurang cocok untuk berkebun. Di daerah rumah orangtua saya, jenis tanahnya berwarna hitam, top soil cukup tebal, berbeda dengan kondisi tanah di Pulau Timor umumnya dimana top soil tipis dan berbatu karang alias “batu bertanah”.  Di Batam umumnya tanah liat dan mengandung bauksit. Anda harus melapisi permukaannya dengan tanah hitam. Jangan kaget, harga tanah hitam mencapai Rp 10 ribu per karung ukuran 10 kg. Artinya harga tanah hitam saja Rp 1.000/kg. Ayo bilang: “Wooow...!”

Lantaran mahal (banget), saya enggan membeli tanah dari para pengrajin tanaman hias di Batam. Saya cari sendiri tanahnya dari dasar hutan-hutan (hutan?) dan tempat-tempat pembuangan sampah. Selain itu, sampah organik berupa sisa sayuran dari dapur, dedaunan kering, dan kayu-kayu lapuk saya benamkan (kubur) di ‘kebun’. Juga memanfaatkan limbah berupa rak telur (egg tray) berbahan kardus. Pertama saya gali lubang, masukkan rak telurnya dan bakar. Disiram air sebelum dia jadi abu. Arang hasil pembakaran itu kemudian dicampur dengan tanah pada bedengan atau lubang tanam. Arang kertas itu bermanfaat untuk mengikat unsur hara dalam tanah sekaligus mencegah tumbuhnya jamur pada akar tanaman. Sebenarnya itu pintar-pintarnya saya doang, karena menurut hasil penelitian, bagusnya pakai arang tempurung kelapa. Tapi tak gampang mendapatkan arang tempurung, pun harganya pasti mahal karena harus bersaing dengan tukang sate dan ikan bakar.

Membasmi hama

Selain masalah tanah yang kurang subur, ada juga masalah hama dan penyakit tanaman. Pernah seluruh kacang panjang, singkong, dan pepaya yang saya tanam diserang hama semut dan kutu putih (Phenacoccus manihot). Untuk semut saya atasi dengan pengasapan. Nah lo... macam lagi bikin ikan asap aja...:D  Ya, pengasapan! Caranya, percikkan sedikit air ke rak telur bekas (jangan sampai basah) dan bakar seperti kita membakar obat nyamuk. Letakkan di bawah tanaman kacang panjang yang terserang semut merah. Di awasi agar apinya tidak menyala. Hasilnya lumayan, semutnya kabur. Selain pengasapan, saya juga gunakan kapur ajaib. Dihaluskan dan taburkan di sekeliling tanaman

[caption id="attachment_331616" align="aligncenter" width="300" caption="Kangkung (foto: eddy mesakh)"]

1414489285867974771
1414489285867974771
[/caption]

agar semutnya tidak berani mendekat.

Untuk membasmi kutu putih pada singkong dan pepaya agak sulit. Sudah diasapi pun dia tetap bandel. Terpaksa harus dihadapi secara jantan.. eh, secara manual. Semua singkong saya pangkas tanpa kecuali, menyisakan hanya beberapa centimeter di permukaan tanah. Saat daunnya muncul lagi si kutu sudah tak ada. Sedangkan pada pepaya, semua daunnya saya buang (kecuali bagian pucuk). Pangkasan daun dan batang dicincang lalu dibakar dalam lubang. Pucuk pepaya kemudian dibersihkan secara manual lalu disemprotkan dengan campuran air sabun dan perasan tembakau. Membasmi kutu putih pada singkong dan pepaya dilakukan bersamaan agar memutus rantai hama tersebut.

Pernah juga (tiga bulan lalu) tanaman sawi, bayam, dan kangkung dibikin botak oleh serangan ratusan (mungkin juga ribuan) siput kecil-kecil. Kemungkinan bibitnya terbawa bersama tanah yang saya ambil dari hutan. Siput ini hanya seukuran batang korek api, tapi dengan jumlah sangat banyak, seluruh sayuran bisa dibikin botak hanya dalam tempo dua sampai tiga hari. Kali ini saya kelabakan menghadapinya. Mereka tidak mempan disiram air sabun campur perasan tembakau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun