Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Ibu di Samping Saya Terus Berdoa

29 Desember 2014   19:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:14 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="584" caption="Dugaan lokasi terakhir pesawat AirAsia 8501 berdasarkan analisis jalur penerbangan terakhir, komunikasi terakhir, dan saksi mata. Pesawat ini hilang dalam penerbangan dari Surabaya menuju Singapura, Minggu (28/12/2014) pagi. (sumber:kompas.com)"][/caption] AIRASIA QZ8501, Minggu 28 Desember 2014. Pukul 07.08 WIB INCERFA, pukul 07.28 ALERFA, lalu, pukul 07.55, DETRESFA! Hingga kini belum ada kejelasan di mana posisi pesawat yang dipiloti Kapten Irianto dan co-pilot Remi Emmanuel Plesel bersama empat awak kabin dan 155 penumpang tersebut.

Semoga proses pencarian yang masih berlangsung membuahkan hasil positif. Kita pasti berharap lebih dari sekadar ditemukannya posisi pesawat. Dan sebagai orang beragama, kita meyakini bahwa nil sine numini atau tak ada yang dapat terjadi tanpa kehendak Sang Maha Kuasa.

Kronologi hilangnya pesawat AirAsia QZ851 dipaparkan situs berita Kompas.com. Pukul 05.36, pesawat berangkat dari Surabaya menuju Singapura pada ketinggian 32 ribu kaki. Pesawat dilaporkan mengikuti jalur M635 yang biasa ditempuh antara Surabaya – Singapura. Pesawat kontak terakhir dengan Air Traffic Control (ATC) Jakarta pukul 06.12. Dalam kontak itu, pilot meminta menghindar ke arah kiri dan meminta izin untuk naik ke ketinggian 38 ribu kaki. Permintaan pilot disetujui oleh pihak ATC.

Direktur Perhubungan Udara Direktur Perhubungan Udara Djoko Murjatmodjo menjelaskan bahwa lokasi hilang kontak terjadi antara Tanjung Panda dan Pontianak agak ke selatan. Basarnas masih mencari pada posisi itu karena ELT (Emergency Located Transmitter) pada pesawat yang berfungsi mengirimkan sinyal tidak berfungsi.

Dalam kronologi tersebut dijelaskan pula tiga istilah terkait fase darurat dalam dunia penerbangan internasional sebagai berikut:

Fase pertama: INCERFA

Pukul 07.08, pesawat dinyatakan INCERFA, yakni tahap awal hilangnya kontak. Pihak dirjen perhubungan melakukan kontak ke Basarnas.

INCERFA (uncertainty phase) merupakan fase ketidakpastian. Fase ini terjadi manakala pesawat mengalami kehilangan kontak melebihi 30 menit dengan ATC di bandara. Atau pesawat belum juga mendarat dan tidak ada kontak dengan pilot dalam 30 menit setelah menerima izin mendarat di lapangan udara.

Bila situasi itu terjadi, alarm level 1 ini langsung diaktifkan. Pusat koordinasi segera meminta rencana penerbangan pesawat melalui Flight Information Center (FIC) berupa rincian jenis pesawat, registrer, rute, jumlah penumpang dan awak dalam pesawat, dan bandara alternatif yang bisa dijangkau pesawat tersebut.

Fase kedua: ALERFA

Pukul 07.28, pesawat dinyatakanALERFA, tahap berikut dalam menyatakan pesawat hilang kontak.

ALERFA (Alert Phase) merupakan tahap siaga. Alarm level 2 ini diaktifkan manakala dari hasil penyelidikan awal tidak memperoleh informasi mengenai posisi pesawat.

Fase ketiga: DETRESFA

Pukul 07.55, pesawat dinyatakan DETRESFA atau resmi dinyatakan hilang.

DETRESFA (Distress Phase) atau alarm level 3 diaktifkan manakala hasil evaluasi data yang lebih spesifik mengenai trek radar, rincian rencana penerbangan, dan relisasi penerbangan tak memberikan informasi tegas mengenai posisi dan keamanan pesawat. Pada fase inilah prosedur dan upaya pencarian ekstensif mulai dilakukan.

Pihak Search and Rescue (SAR) dihubungi, dukungan media massa untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat luas, masyarakat umum dan berbagai pihak diminta memberikan informasi maupun terlibat/membantu pencarian pesawat yang dinyatakan hilang.

Terus berdoa

Kisah berikut adalah pengalaman pribadi ketika terbang dari Surabaya menuju Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) awal Desember ini. Seorang ibu berusia sekitar 50-an tahun duduk di samping ibu saya, sementara saya sendiri di posisi dekat jendela, dalam penerbangan menggunakan sebuah maskapai penerbangan swasta nasional.

Ibu itu kusyuk berdoa sebelum pesawat take off dari Bandara Internasional Juanda. Sekitar 30 menit setelah mengudara, pesawat berguncang cukup keras. Rasanya seperti ketika kita mengendarai mobil di atas jalan berbatu. Pesawat yang kami tumpangi sedang terbang menembus awan yang cukup tebal.

Sang ibu yang kala itu sedang bercakap-cakap dengan ibu saya, mendadak berhenti bicara. Dia kembali mengatupkan kedua matanya, merapatkan kedua telapak tangan, dan mulai memanjatkan doa dengan suara cukup keras. Sang ibu memohon agar Tuhan melindungi penerbangan kami dari segala malapetaka. Saya sendiri ikut mendukung doa ibu itu dalam hati.

Meski telah terbiasa menumpang pesawat terbang, tapi kali ini saya merasa cukup tegang. Saat memandang ke luar jendela, terlihat awan tebal dan sambaran petir di kejauhan. Di sebelah kanan terlihat gumpalan awan sangat tebal, berdiri seperti pohon beringin berdaun lebat. Pesawat kami sedikit bermanuver ke kiri, menjauhi awan cumulonimbus yang sangat ditakuti oleh para pilot. Tak sampai lima menit kemudian pesawat sudah terbang mulus tanpa guncangan hingga kami mendarat di Bandara Eltari, Kupang. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun