[caption id="attachment_345534" align="aligncenter" width="630" caption="PKL MONAS - Pengunjung membeli cinderamata dari PKL di dalam kawasan Monas, Jumat (2/1/2015). PKL ini menggelar jualannya persis di depan papan larangan. (eddy mesakh)"][/caption]
JUMAT, 2 Januari 2015, saya bersama keluarga jalan-jalan ke Tugu Monumen Nasional alias Monas di Jakarta. Kami terbang jauh-jauh dari Batam untuk menikmati suasana baru di monumen berpuncak emas itu. Dalam hati saya berharap suasana di Monas lebih menyenangkan karena baru disterilkan dari para pedagang kaki lima (PKL) pada malam tahun baru, tak lebih dari dua hari sebelum kami datang.
Ternyata, kami justru mendapati situasi ‘nyaris’ seperti biasanya. Kami sedikit kehilangan kenyamanan karena tiga hal. Pertama, kami terganggu oleh para PKL dan tukang foto keliling yang datang menawarkan dagangan dan jasanya hampir setiap lima menit. Kedua, terlalu banyak pengunjung bermain layangan di lapangan Monas sehingga kami harus selalu waspada karena sewaktu-waktu satu di antara ratusan layang-layang itu bisa menukik tajam menghujam kepala kami, terutama anak-anak. Hal ketiga, perilaku para pengunjung Monas yang tak mengindahkan berbagai papan imbauan untuk menjaga kebersihan. Mereka seenaknya membuang sampah dan menginjak-injak tanaman hias di sekitar ikon Jakarta itu.
[caption id="attachment_345535" align="aligncenter" width="300" caption="SANTAI- Seorang PKL duduk santai sambil menggelar dagangannya berupa "]
Saat memasuki halaman Monas dari pintu kecil di samping Stasiun Gambir, kami langsung disambut PKL yang menjajakan dagangannya di tepi jalan. Agak maju ke depan, sejumlah PKL malah menggelar dagangannya persis di depan papan larangan berjualan. Ada juga PKL menggelar tikar dan menjual “Tongsis” alias tongkat narsis persis di depan papan peringatan. Saya sendiri ‘menyesal’ telah membeli makanan dan minuman ringan sebelum memasuki area tugu setinggi 132 meter itu. Kenapa susah-susah membeli dan menenteng jajanan kalau ternyata bisa bebas membelinya di dalam kawasan Monas?
[caption id="attachment_345536" align="aligncenter" width="300" caption="LARANGAN- Ini tulisan yang tertera pada papan di belakang PKL penjual Tongsis. (eddy mesakh)"]
Meski tak terlalu banyak PKL di Monas seperti waktu-waktu sebelumnya, namun bandelnya para PKL ini cukup serius. Ini menyangkut kesadaran warga, terutama para PKL itu sendiri, untuk lebih patuh pada peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Terbukti belum genap dua hari ditertibkan, para PKL sudah kembali berdagang di dalam area Monas. Bayangkan bila Pemerintah DKI Jakarta tidak menempatkan para Satpol PP di sana, bisa dipastikan dalam sekejap Monas akan kembali dipenuhi para PKL.
Demikian pula para pengunjung Monas. Sebenarnya Pemda DKI telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) No 8 Tahun 2007 yang di antaranya kawasan Monas harus bersih dari PKL dan juga mengatur sanksi kurungan 60 hari subside denda sebesar Rp 20 juta terhadap pengunjung Monas yang membeli barang dan jajanan dari PKL di kawasan tersebut. Faktanya para pengunjung masih membeli barang dari para PKL. Ini mungkin saja terjadi karena sebagian besar pengunjung tidak mengetahui adanya aturan seperti itu.
Minta tolong Hatta Radjasa
Penataan PKL dan upaya membangun kesadaran mereka tak bisa sepenuhnya diletakkan ke pundak Pemda DKI. Secara prinsip, pemerintah sebenarnya sudah berupaya melakukan penyadaran, pembinaan, membuat aturan-aturan, dan melakukan penertiban, tapi tak berjalan mulus.
[caption id="attachment_345539" align="aligncenter" width="300" caption="RUSAK - Tanaman hias rusak akibat diinjak-injak para pengunjung Monas, Jumat 2 Januari 2015. (eddy mesakh)"]