Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hasto vs Samad atau Cicak vs Banteng? #SaveKPK!

23 Januari 2015   19:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:31 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua KPK Abraham Samad (sumber:indoberita.com)

[caption id="" align="alignnone" width="620" caption="Ketua KPK Abraham Samad (sumber:indoberita.com)"][/caption] APAKAH ini hanya antara Hasto Kristiyanto vs Abraham Samad atau antara PDIP vs KPK? Apakah hanya antara Komjen Budi Gunawan vs Abraham Samad dan Bambang Widjojanto atau Mabes Polri vs KPK? Terus, DPR juga ingin ambil bagian melalui pembentukan Panitia Khusus untuk mengaudit kinerja KPK. Apakah berikutnya akan muncul kasus DPR vs KPK juga?

Ck..ck...ck...! Suara cicak yang menempel pada dinding di belakang saya terdengar agak bergetar. Mungkin si cicak sedikit khawatir dan juga bingung. Bagaimana caranya menghadapi serangan bertubi-tubi dari delapan penjuru mata angin? Semua kekisruhan ini bermula dari penetapan tersangka terhadap calon tunggal Kapolri, Komjen Budi Gunawan, pada 13 Januari 2015. Perwira bintang tiga itu disangka menerima gratifikasi.

Ini rumit dan bakal runyam! Serangan kali ini begitu luar biasa. Sudah begitu, model serangannya pun sangat taktis dan bervariasi. Ada serangan tertuju kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  sebagai lembaga, ada juga serangan langsung terhadap pribadi para petinggi KPK.

Dimulai dengan tersebarnya foto mesra Ketua KPK Abraham Samad sedang berciuman dengan Putri Indonesia 2014 Elvira Devinamira Wirayanti. Benar atau tidak, foto cukup hot itu mungkin saja memiliki dampak bagi publik dalam menilai, baik terhadap pribadi Abraham Samad maupun KPK sebagai institusi. Samad dan KPK telah membantah keaslian foto itu. Fitnah! Tapi, selama keaslian foto itu belum terjawab tuntas, situasinya masih 50:50. Paling tidak serangan awal ini, yang entah datang dari siapa atau pihak mana, tampaknya cukup manjur mengganggu kenyamanan Samad dan KPK.

Kamis, 22 Januari 2015, mendadak Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menggelar jumpa pers. Dia blak-blakan membeberkan soal enam pertemuan ‘terlarang’ antara Samad dengan sejumlah elite PDIP dan NasDem. Hasto menuding Samad menggunakan KPK untuk membalas dendam terhadap Komjen Budi, karena telah menghambat hasrat politiknya menuju kursi RI-2 mendampingi Joko Widodo pada Pilpres 2014 lalu. Mengaku langkahnya tidak mewakili PDIP, Hasto sangat berani (atau nekat?) buka-bukaan karena mengklaim punya bukti dan saksi. Mari kita tunggu ke arah mana isu panas ini hendak dibawa.

Mau tak mau KPK harus meladeni. Sampai-sampai Johan Budi yang sudah tak lagi menduduki posisi Juru Bicara KPK, (terpaksa) harus tampil lagi ke muka publik untuk mengklarifikasi. Johan yang kini menjabat Deputi Pencegahan KPK, menantang balik Hasto (dan PDIP?) membuktikan soal manuver politik Samad. Dia menegaskan, penetapan tersangka terhadap Komjen Budi murni penegakan hukum serta diputuskan oleh jajaran pimpinan KPK.

Mengingat sistem kolektif kolegial sesuai Pasal 21 ayat (5) UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK, Samad tak mungkin membuat keputusan sendiri tanpa melibatkan tiga pimpinan lainnya; Bambang Widjajanto, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain (Saat ini pimpinan KPK hanya empat orang menyusul  berakhirnya masa tugas Busyro Muqoddas pada 16 Desember 2014 lalu). Terlalu naif dan sangat berisiko bila tiga pimpinan lainnya membiarkan Samad seorang diri menetapkan status tersangka, apalagi terhadap sosok sekelas Komjen Budi.

Praperadilan

Sebelum Hasto bersuara nyaring, Komjen Budi Gunawan telah menyampaikan gugatan praperadilan terhadap KPK atas penetapan tersangka terhadap dirinya. Langkah hukum ini dibenarkan oleh Irjen Moechgiyarto selaku Kepala Divisi Pembinaan Hukum Mabes Polri kepada situs berita detik.com.

Langkah hukum oleh Mabes Polri melalui Divbinkum sudah tepat dan telah diatur dalam Pasal 13 PP No 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Polri, setiap tersangka atau terdakwa anggota Polri berhak memperoleh bantuan hukum pada semua tingkatan. Juga diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) No 7 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Nasihat Hukum di Lingkungan Polri (Lihat Pasal 4 dan Pasal 10) .

Okelah kalau begitu. Sebagai seorang sarjana Peternakan, saya tidak menemukan masalah karena itu juga sesuai dengan UU No 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Menimbang: a. Bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak asasi manusia.

Lalu, bagaimana dengan poin b UU tersebut? Begini bunyinya; “bahwa negara bertanggung jawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan.”  Dan ini ditegaskan pada Pasal 1 ayat 2 UU 16/2001; “Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.” Atau konteksnya berbeda? Sarjana Peternakan memohon pencerahan dari para Kompasianer berlatar Sarjana Hukum.

Komjen Budi sendiri telah melaporkan Samad dan Bambang Widjojanto ke Kejaksaan Agung dan Bareskrim Mabes Polri. Kedua pimpinan KPK itu dinilai melakukan penyalahgunaan wewenang dan pencemaran nama baik.

Komisi III DPR tak mau ketinggalan ikut ambil bagian. Bukan soal lapor-melaporkan, tetapi hendak melakukan audit terhadap kinerja KPK dan mendukung praperadilan Komjen Budi terhadap lembaga antikorupsi itu. Ini benar-benar audit biasa atau ada aroma lain? Dari ‘nada’ bicara Wakil Ketua DPR Fadli Zon, rasanya beliau terlalu keras terhadap KPK. “Memang yang bisa audit KPK itu cuma malaikat dan Tuhan?” ujar Fadli dikutip Tempo.co.

Persoalan pelik nan meriah bin gaduh. Mesti ada yang benar dan ada tak benar. Entah siapa yang jujur, siapa yang berbohong. Pastinya, kata orang bijak, “kebohongan mungkin dapat menyelamatkan sementara, tapi akan menimbulkan masalah yang lebih besar nantinya.”

Sungguh disayangkan karena pemerintahan Jokowi-JK baru berjalan tiga bulan tapi sudah harus menghadapi persoalan pelik ini. Banyak pikiran dan energi bakal terbuang untuk mengurusi keributan yang telah meluas ke mana-mana.

Begitulah negeri kita, begitu mencintai suasana gaduh. Kita lebih sibuk bertengkar satu sama lain, tapi kurang (mungkin tidak) peduli pada upaya-upaya strategis demi memajukan bangsa.

Oh, ya, barusan lihat breaking news di Kompas.com, kabarnya Bareskrim telah menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Kasus baru lagi kah? (*)

#SaveKPK#SaveKPK #SaveKPK#SaveKPK#SaveKPK#SaveKPK#SaveKPK#SaveKPK

Sumber: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun