Mohon tunggu...
eddy lana
eddy lana Mohon Tunggu... Freelancer - Eddylana

Belajar menjadi tukang pada bidang yg dinamis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Obrolan Wong Cilik

12 Juli 2024   20:45 Diperbarui: 12 Juli 2024   21:00 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

     SettingSeorang lelaki muda baru tiba disebuah kedai kopi, dan saat itu isi warung cuma terisi seorang pria setengah baya yang tengah duduk dengan segelas besar kopi hitam yang masih me-ngebul-kan selapis uap tipis dipermukaan meja didepan nya. Wajah pria itu spontan berpaling pada lelaki muda yang baru muncul dan berniat menegurnya. Tetapi laki muda itu ternyata menyapanya terlebih dahulu. 

A : Hallo bung Masdi, gimana kabarnya nih? 

B : Hai Ipang, kemana aja kau? Dua minggu ini   kepalaku suntuk kali, tak ada lawan           ngomong yang bisa ku-ajak berdiskusi soal carut-marut situasi yang belakangan ini kurasa makin  edan. Kau pun mendadak menghilang macam hujan di musim kemarau."

A : Ah., biasalah bung, mengais nafkah buat keperluan rumah-tangga. " 

B : Tapi lama kali kau lenyap, rasanya tak ada lagi kawan sepadan buat diskusi semacam ini selain kau di kampung ini. "

A : " Aku keluar kota bung, kompetisi mengais rezeki terasa makin ketat di kota ini, sehingga aku harus ber-inovasi dalam mencari peluang. Eh.. Kopi hitam sekarang bung?, pahit pula tampaknya? "

B : "Sudah seminggu ini ku campakkan kopi manis kesayanganku dan beralih pada kopi hitam pahit. Nurani ku memaksa untuk lebih melebur kedalam situasi Negeri yang terasa semakin konyol dan gamang. Dan warna hitam plus rasa pahit kupikir sangat cocok untuk mewakili perasaanku saat ini. "

A : Ha..ha..ha...filosofis banget bung, menghayati situasi politik yang semakin busuk dengan mengorbankan kenikmatan keseharianmu. "

B: itu risiko, jika kita merasa punya integritas maka harus berani menghadapi konsekwensi. Kalau melenceng, maka kita mudah terpikat dalam kehipokritan yang tendensius menjadi seorang Penjilat. Dan hal itu sangat menjijikan. "

A :  Ha..ha..ha..jangan terlalu ekstrim dalam menilai bung, justru pandangan yang terlalu dalam itu bisa mengganggu karir dan kehidupan Anda. Bayangkan, sebagai ASN, bung kini tersudut di ruang kerja yang sama sekali tak punya peluang untuk naik jabatan ataupun sekadar mencari tambahan. Sebab kejujuran bung Masdi mengganggu " aktifitas " atasan plus rekan kerja. "

B : " Apa boleh buat ( tertawa kecil) , integritas dan komitmen membutuhkan pengorbanan. Dan ku terima dampak dari pengorbanan itu sebagai seorang warganegara yang baik.  Ketimbang ikut cawe-cawe yang pastinya merugikan Negara.  Makanya aku jadi kan profesi makelar yang aku jalani  belakangan ini sebagai penghasilan  ."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun