Dahulu menamakan diri sebagai OPM Â Â (organisasi Papua merdeka) setelah melewati masa yang cukup panjang, akhirnya Pemerintah menyatakan untuk menyebut gerakan itu dengan nama KKB ( kelompok kriminal bersenjata). Walau Pemerintah telah memberikan berbagai argumen ( detail sejarah tentang bergabungnya Papua sebagai bagian dari NKRI ), tetapi gerakan separatis bersenjata itu tak pernah surut dalam aktivitas nya.Â
Apapun nama atau sebutannya, nyata-nyata aksi kelompok bersenjata itu ditenggarai semakin meningkat. Tak terhitung jatuhnya korban yang terpaksa merelakan nyawa sebagai dampak dari pertikaian itu, tentara, polisi, sipil dan rakyat yang tak berdosa. Terakhir kelompok bersenjata pimpinan Egianus Kogoya menyatakan akan mengeksekusi sandera mereka, seorang pilot Susi-Air yang ber-keBangsaan Australia.Â
Aksi demi aksi KKB, cukup merepotkan Pemerintah serta aparat. Mereka membakar Puskesmas, sekolah, dan pos-pos aparat, tak luput dari itu korban jiwa pun berjatuhan. Tenaga kesehatan, guru, serta para pekerja Pendatang yang ditempatkan di daerah agak terdalam. Kerap menjadi sasaran teror dari KKB.Â
Lewat postingan yang kerap muncul di sosmed, sering terlihat tayangan kisah pilu dari pedalaman Papua. Misal  : Anak yang ingin membarter sesuatu dengan mie instant atau beras. Atau oma-oma dengan sekantong hasil kebun yang ingin dijual nya pada seorang aparat yang sedang  bertugas di pos nya.Â
Di lain tayangan ada nakes wanita yang malam-malam dikunjungi seorang Pai Tua yang menawarkan dua ekor ikan hasil tangkapannya untuk ditukar dengan uang. Dan malam kemarin, ada anak belasan tahun membawa lima butir tomat kecil kesebuah pos jaga militer. Alhasil anak tersebut dihadiahi makan se-kenyang nya oleh seorang anggota yang sedang piket.Â
Belum lagi pemandangan sebuah  pasar tradisional, dimana para wanita Papua menggelar dagangannya berupa hasil Bumi/hutan.  Penampilan mereka yang begitu sederhana komplit dengan noken nya, membalik sebuah paradok menyangkut arti sejahtera. Seluruh postingan dan pemandangan itu cukup mewakili situasi  sebenarnya  dari rakyat Papua kebanyakan. Dan cukup membuat hati terenyuh bagi mereka yang masih punya hati nurani.Â
Berita ditangkapnya Gubernur Lukas Enembe serta dua bupati, seakan menguak takbir dari kurang sejahtera nya masyarakat Papua selama ini. Membuka sebuah jendela dari salah satu fakta yang turut menghimpit nasib dan kehidupan masyarakat asli Papua. Karena para pejabat yang seharusnya mengangkat mereka dari kemiskinan, sebaliknya malah berpesta-pora dengan mencuri uang APBD.
Keresahan tersembunyi
Jumlah pendatang yang melebihi orang asli Papua, cukup menyumbang ketimpangan ekonomi antara Orang Papua Asli ( OPA ) dan pendatang. Â Para pendatang bisa ditemui di semua pelosok dan sektor usaha, dari ekonomi kecil, menengah , sampai besar. Mereka juga bisa ditemui bahkan sampai di perbatasan Papua Nugini.Â
Dan cukup logis juga apabila beberapa dari intelektual Papua pernah berkomentar soal gap ini. Secara faktual mereka mengungkap faktor, Â betapa timpangnya peluang usaha orang Papua dibanding pendatang. Â Secara kultur dan kesempatan, OPA sungguh tertinggal ketimbang para pendatang. Mayoritas OPA secara faktual masih menggeluti usaha tradisional untuk mempertahankan kehidupan mereka, seperti berkebun, hasil hutan dan menangkap ikan.Â