Mohon tunggu...
eddy lana
eddy lana Mohon Tunggu... Freelancer - Eddylana

Belajar menjadi tukang pada bidang yg dinamis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jalan Terakhir

29 September 2021   12:43 Diperbarui: 29 September 2021   12:50 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apalagi, isteri mereka bukanlah anak kandungnya. Bisa juga para istri mereka sebenarnya ikut terganggu oleh kemunduran fisik tuanya yang juga kerap dirasa menimbulkan kerepotan-kerepotan.

Misalnya, belakangan ini ketika tidur dia kerap  pipis tanpa sadar. Atau memasak air untuk mandi tetapi lupa mematikan kompor sehingga menyebabkan dasar panci bolong terbakar. Sesekali juga dia lupa menutup kran air di kamar mandi. 

Pada akhirnya kesimpulan-kesimpulan itulah yang membulatkan semua rasa curiga yang selama ini seolah muncul satu demi satu. 

Sudah setahun ini dirinya terpaksa menerima keadaan. Kakinya yang harus tertatih jika melangkah, ruas tulangnya pun kerap dirasa kian ringkih. Belum lagi, tubuhnya yang terkadang kerap menggeletar dan mengganggu tidurnya. 

Kini, lelaki tua itu sampai pada sebuah keputusan  terakhir nya. Sudah tiba waktu baginya untuk meninggalkan rumah dan pergi sesuai dengan apa yang telah dipikirkan dan direncanakan nya sejak sepuluh tahun lalu. 

Berpikir hal itu, sejenak bibirnya membentuk sebuah senyum kecil. Ya nyaris sudah sepuluh tahun ini di kepalanya telah berlangsung proses tentang apa yang harus dilakukan, andai ketidak berdaya-an bagai di-rasa mengejek di setiap detik kehidupannya. 

Sementara itu langkahnya yang tertatih masih ter-ayun lemah menapak jalan yang menuju jalan utama. Dan tepat di jalan Utama nanti, diseberang mulut jalan ini ada sebuah halte kumuh. Dimana dia bisa menunggu sebuah angkutan Kota yang memang biasa mondar-mandir seliweran  pada jalan utama ini. 

Halte itu bahkan sudah ditandai dengan sebuah garis bulatan merah spidol pada selembar kertas road-map rencana nya. Dan ditambah lagi sebuah bulatan merah yang menandai sebuah Terminal Bus di Kota ini yang akan dicapainya nanti dengan tumpangan angkot itu. 

Si lelaki tua kembali tersenyum kecil, jauh dalam hatinya dia memastikan bahwa tak ada rasa penyesalan dibalik kepergiannya ini. Semua telah diperhitungkan. 

Tak semua orang berani melakukan tindakan seperti apa yang dilakukan nya saat ini. Dahulu, semasa muda, lelaki itu adalah pemuda petarung jalanan. Dan mati baginya cuma lah sebuah kepastian. 

Dia termasuk korban poligami yang dilakukan Ayahnya, ekses dari i sebuah keluarga broken home. Sebagai anak pertama dia sempat dibanjiri kasih sayang oleh Ayahnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun