sebagaimana diberitakan Kompas. com tanggal 21 Oktober 2024, diantaranya Presiden Prabowo pun menyatakan bahwa " korupsi telah merusak bangsa ini" serta "Badan-badan yang menanggulangi korupsi terasa dilemahkan". Sepakat dengan pidato itu rasanya lembaga anti rasuah yang awalnya terasa berotot dan garang, saat ini nampak tua dan lelah. Ditengarai lembaga Anti Rasuah itu telah menemukan seteru abadinya berupa, tangan-tangan yang tak terjamah yang tentu kepentingannya terganggu sejak lahirnya lembaga itu.Â
Mendirikan sebuah lembaga baru dalam pemberantasan korupsi ataupun menelurkan sebuah produk undang-undang baru, seperti menambah dosis dari obat generik menjadi obat patent. Namun dalam sejarah, obat patent tersebut berubah menjadi generik kembali.Â
Syaikh Abdulmalik bin Ahmad bin al-Mubarak Ramadhani menyampaikan sebuah ungkapan, dalam tulisannya dari Al manhaj. Sebuah hikmah terkenal yang sering diungkapkan oleh para sejarawan dan ahli sosial. Seakan ungkapan tersebut sudah menjadi kaidah baku dalam masalah kepemimpinan .Â
"Masyarakat itu dipimpin oleh orang yang sesuai dengan kwalitas kebaikan masyarakatnya. Jadi, setiap pemimpin adalah cerminan rakyatnya. Atau juga dikenal ungkapan pemimpin kalian seperti kalian".Â
sebanyak 1.695 tersangka korupsi yang berhasil "diwisuda" dalam catatan Tempo co, ditempuh hanya dalam kurun waktu 1 tahun. menggambarkan cerminan masyarakat dalam hal korupsi. Sehingga mengukur dengan ungkapan di atas apa yang dilakukan para pemimpin bisa jadi merupakan gambaran dari nilai yang hidup di masyarakat.Â
Sesuatu yang menyembul kepermukaan, bahwa bangsa ini tidak menghadapi masalah pada jumlah orang yang pintar dan cakap, tetapi bermasalah pada tingkat kejujuran. Sebuah bangsa yang bercirikan berkulit sawo matang, ramah dan sopan namun sebahagiannya bermasalah pada kejujuran, sungguh sangat miris terbayangkan.Â
/ii/
Sebelum virus korupsi menjadi nilai masyarakat yang lambat laun dianggap wajar.Â
Sebelum korupsi itu menjadi Salah satu cabang ekonomi kreatif dan dilombakan di tingkat nasional.Â
Kita harus merangkak bersama-sama, kembali ke permukaan mengubur segala ketidakjujuran. Menyandingkan norma kesopanan yang kita anut ini dengan kejujuran yang terasa langka.Â
Mengembalikan kejujuran sebagai ciri bangsa yang amanah, bukan pekerjaan satu kelurahan atau satu provinsi saja tapi harus dilakukan seluruh bangsa. Menyandingkan perangkat hukum dan budaya kejujuran itu serasa seperti menyandingkan Ramadhan Sananta dan Rafael struijk sebagai "striker kembar " yang haus gol,menghantarkan bangsa Indonesia menuju pentas kemenangan mengalahkan segala ketidak jujuran. Â