Mohon tunggu...
Eddy Boekoesoe
Eddy Boekoesoe Mohon Tunggu... -

Peneliti industri moderen

Selanjutnya

Tutup

Money

Lembaga yang Menyediakan Pekerjaan itu Bernama Pabrik

26 Mei 2015   19:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:34 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Pabrik adalah institusi yang menciptakan lapangan pekerjaan, jadi bila ingin memberi lapangan pekerjaan kepada rakyat, bangunlah pabrik sebanyak banyaknya. Pabrik adalah jawaban terhadap pengadaan barang yang dibutuhkan masyarakat. Kalau kebutuhan itu tidak dipenuhi melalui pembangunan pabrik maka jalan yang paling gampang (kata cucu saya: anak anak juga bisa) adalah MENGIMPOR. Kegemaran mengimpor adalah tanda yang jelas dari sebuah bangsa yang tidak punya masa depan.

Lalu mengapa kita mengapa tidak mampu membangun pabrik? Ini disebabkan oleh watak industri kita yang masih primitif. Cara primitif adalah semua usaha dalam kehidupan hanya dilakukan dengan meniru yang sudah ada bukaan mencari solusi., Budaya primitif itu ciri utamanya adalah melakukan segala sesuatu yang telah ada saat ini. Sedangkan pabrik itu sebagai hasil budaya moderen adalah mencari solusi terhadap kesulitan berkenaan dengan adanya kebutuhan akan sebuah produk.

Contoh yang ada di masyarakat kita adalah garam industri. Kebutuhan garam kita sebesar empat juta ton per tahun, Separuhnya berupa garam konsumsi masyarakat dapat dipenuhi oleh produsi dengan cara primitif. Separuhnya lagi adalah garam industri yang dibutuhkan oleh industri. Garam industri ini memiliki persyaratan mutu kemurnian yang menghampiri 100%,  berbeda dengan garam konsumsi dengan kadar garamnya 95% . Jika garam industri ini akan didekati dengan cara primitif, kita tidak akan berhasil selamanya, karena caranya baru, lain sama sekali. Pengolahannya harus menggunakan pabrik, yang didesain untuk mampu menghasilkan KETENTUAN MUTU yang sangat tinggi itu. Pembangunan pabrik ini adalah dimulai dengan menjadikan persyaratan mutu sebagai pertimbangan utama dalam menentukan teknologi yang mampu menghasilkan persyaratan mutu itu. Teknologinya sebaiknya DIPILIH  dari teknologi yang paling mutakhir dibidangnya, bukan dengan meniru yang sudah ada. Hanya dengan cara pabrik kita mudah mendapatkan solusi dari kebutuhan kita akan produk tertentu.

Contoh lain adalah CABE. Bangsa ini dipermalukan karena tidak mampu mengurus fluktuasi harga cabe dari 15.000 rupiah sampai 150.000.  Karena urusan cabe ini kita dekati dengan cara primitif, cara yang sudah kita lakukan ribuan tahun. Persoalan ini akan dapat dikuasai apabila kita dapat membangun pabrik yang mewmproduksi cabe kita menjadi cabe bubuk yang keawetannya yang lama, sehingga tidak akan terjadi fluktuasi harga lagi.

Sayang sekali ilmu membangun pabrik ini belum kita miliki, karena oleh penjajah ekonomi bangsa ini dicegah untuk memiliki kemampuan membangun pabrik. Begitu ada putra bangsa mampu mendirikan pabrik, seluruhnya DIBUNUH. Lihat Gobel yang sudah mampu memproduksi radio pada tahun 1956, dibunuh dsengan melarutkannya kedalam industri besar, sehingga bekasnya sudah tidak kelihatan. Ada lagi putra bangsa yang lain BJ Habibie yang bisa membangun pabrik pesawat dibunuh melalui tangan IMF, sampai sekarang masih belum mampu bangun.

Lalu bagaimana agar kemampuan membangun pabrik kita tidak dibunuh? Pabrikan kita bisa dibunuh karena muncul sendiri  sendiri, layaknya para pahlawan kemerdekaan kita yang dilibas satu per satu. Kalau kita membangun pabrik untuk rakyat banyak tidak ada kekuatan manapun yang mampu membunuh.

Solusinya, para ilmuwan yang masih mampu membangun pabrik, bangunlah pabrik secara massal buat rakyat agar mereka bisa memproduksi karaginan untuk rumput laut mereka, bikinlah parik rakyat yang mampu menghasilkan garam industri diseluruh pantai nusantara, dan banyak lagi pabrik pabrik rakyat yang dapat menjawab solusi terhadap kebutuhan produk yang kita perlukan dalam kehidupan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun