Mohon tunggu...
Eddy Boekoesoe
Eddy Boekoesoe Mohon Tunggu... -

Peneliti industri moderen

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Memunggungi Samudra, Laut, Selat dan Teluk, Solusinya Mana?

24 Maret 2015   11:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:08 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada saat pelantikannya sebagai Presiden,  Jokowi menyatakan dengan tepat dan jitu salah satu kelemahan besar bangsa ini adalah karena kita terlalu lama memunggungi samudra, laut, selat dan teluk, sehingga sumber kekayaan bangsa yang sangat besar di laut ini hanya dinikmati oleh bangsa lain dengan cara mencuri.

Kelemahan besar bangsa ini, sebagai problema pokok seharusnya diselesaikan terlebih dulu sebelum kita menyelesaikan problema akibat, seperti pencurian ikan, tingginya ongkos angkutan kita dan lain lain.

Kenyataan di lapangan, justru problema akibat ini yang didahulukan dicarikan solusinya. Bila pencurian ikan sudah dapat dibasmi 1o0%, biaya transportasi laut dapat ditekan seminimal mungkin akan jadi percuma, bila kita masih tetap masih saja memunggungi samudra, laut, selat dan teluk.

Jumlah nelayan Indonesia ada sekitar kurang dari lima juta orang berarti sekitar dua persen dari jumlah penduduk yang berdiam diwilayah lautnya yang lebih dari tiga kali wilayah berupa daratan. Bagi bangsa Indonesia yang memiliki laut yang lebih luas dari daratannya, paling sedikit 20% rakyatnya seharusnya bekerja di laut, atau dengan kata lain tantangan kita adalah bagaimana caranya agar ada lima puluh juta orang bekerja mengelola  laut agar harta yang tidak ternilai yang ada di laut dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran bangsa.

Pertanyaannya, mengapa hanya dua prosen, mengapa bukan 20%?

Jawabannya, karena bekerja di laut itu MENGERIKAN karena risikonya jiwa melayang. Beda dengan jadi pedagang kaki lima atau pemulung, petani sayur dan penakik getah karet.

Lalu mengapa mengerikan? Jawabannya karena jika kirta ke laut kita hanya punya SATU  pilihan kenderaan yaitu yang kalau ukurannya kecil namanya perahu atau untuk yang lebih besar bernama kapal. Padahal perahu DAN KAPAL ini punya sifat yang laten yaitu PASTI TENGGELAM. Mengapa pasti tenggelam, karena jaminan keterapungannya disandarkan kepada UDARA yang dapat disingkirkan sewaktu waktu oleh sembarang penyebab, bisa karena bocor atau perahunya pecah atau kemasukan air dari bagian atas perahu.Kesimpulannya kengerian itu disebabkab oleh kepastian tenggelam yang mengancam nyawa dan harta milik.

Untuk mengurangi rasa ngeri ini perlu dibuatkan sebuah kenderaan laut yang PASTI TIDAK TENGGELAM yang menggunakan jaminan pengapung bukan udara tetapi barang yang solid yaitu STYROPOR, sampah plastik yang merepotkan, yang diubah menjadi berguna. Diharapkan dengan berkurangnya rasa ngeri ini akan lebih banyak orang yang menjadi berani menghadap ke samudra, laut, selat dan teluk dan insya Allah kekayaan laut kita dapat kita nikmati dengan mudah.

Ada saran agar kenderaan laut berbentuk dua buah pipa plastik besar yang diisi dengan styropor diletakkan sejajar, lalu diatasnya diletakkan papan secara melintang sebagai pengikat kedua pipa plastik itu, lalu igerakkan oleh motor laut baik yang menggunakan mesin berbahan bakar fosil, maupun digerakkan dengan listrik. Kenderaan laut kita namakan RAKIT BARU yang akan membedakannya dengan katamaran yang masih memakai udara sebagai tulang punggung pengapung.

Kata cucu saya, daripada membuat mobil listrik yang masih dalam berbentuk angan angan yang akan menambah macet jalan, lebih baik membuat RAKIT BARU, yang mudah, murah digerakkan dengan baterai yang listriknya dapat diisi dengan listrik surya, yang dapat dipakai oleh setiap orang di pelosok manapun di tanah air. Selamat menghadapui laut dan menggarapnya. Salam buat pak Jokowi, sang presiden.

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun