Mohon tunggu...
Eddy Boekoesoe
Eddy Boekoesoe Mohon Tunggu... -

Peneliti industri moderen

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Antara Produk Manufaktur dan Produk Argo

11 Desember 2014   22:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:30 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14183532871664166624

[caption id="attachment_382134" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi aktivitas pelabuhan untuk ekspor. (Kompas.com)"][/caption]

Petinggi Kementerian Perindustrian menyatakan untuk meningkatkan eksp0r Indonesia maka harus ada perubahan struktur ekspor kita dari 67% ekspor produk argo dan 33% produk manufaktur menjadi 34% produk argo dan 66% produk manufakltur.

Petinggi Kementerian Perindustrian ini rupanya sudah tercuci otaknya oleh paham kapitalis, yang mengajarkan kita bila ingin meningkatkan ekspor, genjot produk manufaktur.

Bapak itu tidak tahu bahwa produk manufaktur itu sebahagian besar bukan milik kita. Penguasaan asing pada industri manufaktur itu meliputi modal, teknologi, pasar, pasokan bahan baku impor, dan keuntungan.

Di samping penguasaan di atas, pemerintah kita juga hanya memiliki sedikit peranan dalam pengembangan industri manufaktur. Fungsi pemerintah hanya menyediakan fasilitas, tetapi apakah investor mau atau tidak sangat tergantung dari kepentingan investor yang belum tentu sejalan dengan kepentingan kita. Contoh industri sepeda motor, yang sudah jadi masaalah di jalan raya, tetapi masih terus diproduksi dan kita tidak bisa apa apa. Industri manufaktur itu banyak menguras sumber daya alam yang tidak terbarukan, seperti minyak bumi, kimia anorganik dalam jumlah besar

Kesimpulannya industri manufaktur itu faedahnya buat kemajuan bangsa sangat minim, memerlukan bahan baku impor tak terbarukan yang besar dan industrinya bukan milik kita.

Berbeda dengan produk argo. Tuhan telah memberi kita rahmat yang tak bernilai dalam comparative advantage produk argo. Negeri kita banyak memiliki produk yang bernilai tinggi yang tidak dimiliki oleh bangsa lain dalam jumlah yang banyak sekali. Kelemahan produk argo adalah dalam cara kita menyediakannya dalam bentuk siap pakai yang belum sempurna. Namun biaya yang dibutuhkan untuk itu sangat kecil, tidak semahal dibanding dengan investasi untuk industri manufaktur.

Problematika dari produk argo adalah masalah pengawetan. Contoh, ikan kalau dapat kita pasok dalam keadaan segar, nilainya bisa sepuluh kali lipat dari harga domestik. Begitu juga udang, belut, bekicot, cacing, teripang, bunga anggrek, ekstrak kulit manggis, papain, jamu dan masih banyak lagi yang sangat diminati oleh konsumen luar negeri. Kalau masalahnya adalah masalah pengawetan, mengapa kita tidak menerapkan teknologi yang paling mutakhir saja walaupun "mahal".

Mesin pengering VACUUM FREEZE DRYER bisa membuat produk agro kita tersedia dalam bentuk segar, sehat di tangan pembeli. Usaha ini juga tidak perlu dilakukan melalui korporasi, cukup dilakoni oleh pengusaha kecil. Dapat dibayangkan bila seorang peternak belut di Sukabumi mampu mengirim belut yang sudah diawetkan secara beku vakum kepada pengusaha restoran di Kobe, Jepang, setiap hari melalui udara seratus kilogram setiap hari,  atau seorang nelayan pengail tuna di Ambon bisa memasok tuna segar untuk restoran asashimi di Nagoya atau seorang pengumpul buah nangka dapat mengirim buah nangka segar buat toko makanan di Wladiwostok, atau teripang awet ke Beijing. Bila para pengusaha kecil ini bisa mencapai satu juta orang, hitung saja berapa miliar dollar yang akan masuk langsung ke kantong pengusaha kecil di Indonesia setiap tahun.

Cara ini pun merupakan usaha yang paling ampuh untuk memeratakan pendapatan yang sudah lama kita idamkan tetapi tidak pernah terlaksana. Selamat berjuang menimba devisa untuk bangsa ini secara merata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun