Mohon tunggu...
Eddie MNS Soemanto
Eddie MNS Soemanto Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Humor

Buku puisinya Konfigurasi Angin (1997) & Kekasih Hujan (2014). Saat ini bekerja di sebuah perusahaan otomotif.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pe-En-ES

23 Agustus 2012   00:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:26 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SUAMI istri itu beli mobil baru dengan saya. Ternyata dua-duanya bekerja sebagai pegawai negeri sipil atau PNS. Sebetulnya tidak menjadi pikiran bagi saya, mau PNS atau pegawai swasta, atau pengusaha yang beli mobil. Toh duit, duit mereka. Gak mungkin saya menanyakan uang untuk beli mobil itu dari mana asalnya. Jangan-jangan kalau itu saya tanyakan, bakalan batal beli mobil sama saya (lol).

“Pak Ed, kalau dari gaji pe-en-es saja gak mungkin kami bisa beli mobil baru ini,” kata sang ibu. “Saya hanya bidan kampung, sedang bapak hanya guru SMP biasa.”

“Maksudnya, Bu,” tanya saya agak tertegun.

“Iya, Pak, gak mungkin gaji kecil kami ini untuk bisa beli mobil baru yang Pak Ed jual. Kalaupun bisa, pasti banyak orang akan bertanya-tanya. Duit dari mana mereka ini bisa beli mobil buka kertas?”

Saya mencoba tersenyum. Menunggu kelanjutan cerita si Ibu. Tetapi tak urung saya nyeletuk, “Kan bisa aja dari jual tanah atau dapat harta warisan, Bu?”

“Bisa juga. Namun seberapa banyak orang beli mobil baru dari jual tanah dan warisan? Iya kan, Pak?” Kata Ibu itu lagi seperti memaksakan pernyataannya. “Kami bisa seperti ini karena kami ada bisnis, Pak.”

“O ya?” kata saya. “Bisnis apa, Bu?” (Kebetulan nih kata hati saya, saya pun lagi nyari bisnis sampingan buat nambah-nambah gaji).

Ibu itu mengeluarkan brosur kecil. O ternyata ……. MLM!

Saya menunggu ibu itu untuk memprospek saya. Tetapi tidak. Ia hanya menerangkan berapa banyak uang yang dia dapat dari menjalankan bisnis MLM itu. Dan bulan depan dia akan ke Korea Selatan. Gratis. Suami istri! Katanya bersemangat.

“Doakan ya, Pak Ed, sekembali kami dari Korea, kami mau menambah mobil lagi untuk bapak. Sekarang ini saya lagi mengurus surat untuk minta berhenti dari pe-en-es. Supaya bisa fokus di MLM ini. Tetapi ternyata mengurus ke luar sama susahnya dengan waktu melamar jadi pe-en-es, Pak.” Kata Ibu itu lagi sambil tertawa.

***

Ada yang salah dengan cerita di atas? Hahaha. Persepsi orang pasti bisa beda-beda. Ada yang pro dan ada yang kontra. Orang yang tidak setuju MLM, pasti akan bilang, apaan tuh MLM. Ngerayu-ngerayu orang! (Hehehe). Atau ada yang bilang, sayang ya ke luar dari PNS? Nah, tetapi, kan ada orang bilang, bahwa hidup ini pilihaaan. Ya kan? Ibu itu telah memilih untuk menjalankan MLM, yang bagi kebanyakan orang Indonesia masih dipandang sebelah mata. Banyak orang mencibir tentang kabar buruknya MLM, padahal mereka sendiri belum mengetahui dengan benar apa itu MLM. Banyak yang hanya mengenal kulit luarnya saja, tetapi sudah mencap MLM itu tidak baik. Yang menghabiskan waktulah, yang menghabiskan uanglah…. Macam-macam pendapat miring. Tetapi giliran ada yang sukses dengan bisnis MLM-nya, terpelongo. Nah, bagi para pembaca yang karyawan atau pekerja dengan latar belakang apa pun, dengan gaji yang pas-pasan, kenapa di waktu sela Anda tidak mencoba dengan berbisnis MLM ini? Mana tahu ini bisa mengangkat kesuksesan Anda, dengan sekalian mensukseskan orang lain. Siap menerima tantangan itu? Kalau siap segeralah kunjungi laman ini http://edysoemanto.hpage.com. Tentukan kesuksesan Anda detik ini.

Namun sekarang ini, banyak orang –terutama- yang baru lulus kuliah, hanya mencari kerja. Terutama sekali menjadi PNS. Pokoknya PNS! Malah ada yang ber-rela-rela, tinggal di Padang jadi PNS di Bukittinggi, atau sebaliknya. Tiap hari bolak-balik. Bangun pagi-pagi berdiri di pinggir jalan menunggu bus angkutan umum untuk ke Bukittinggi. Bukankah ini tidak ekonomi biaya tinggi? Emang gaji buat ongkos bus aja? Masih mending dia bujangan. Nah, kalau sudah punya istri dan anak, akan cukupkah gaji yang diterimanya untuk membiayai hidup keluarganya? (Orang yang ‘optimis’ pasti akan menjawab begini, “Rejeki itu sudah diatur oleh Tuhan”. Istilah orang Padang, lah sudah dek yang di ateh tu ma).

Gak ada yang salah di sini. Karena dunia pendidikan kita memang mengajarkan orang untuk menjadi pegawai, karyawan atau orang kantoran, bukan mendidik menjadi wiraswasta, pengusaha dan atau entrepreneur. Saya adalah produk tersebut. Sekian belas tahun bekerja hanya sebagai karyawan. Naik jabatan pun masih tetap menjadi karyawan. Karyawannya orang!

Goblok? Hahaha banyak teman yang mengatakan begitu. Tapi ada juga yang mengatakan saya ini orangnya tabah. Tabah menjadi karyawan sekian lama. Hahaha. Adakah pembaca mau ikut ngetawain? Ayo monggo@http://edysoemanto.hpage.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun