Mohon tunggu...
Eddie MNS Soemanto
Eddie MNS Soemanto Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Humor

Buku puisinya Konfigurasi Angin (1997) & Kekasih Hujan (2014). Saat ini bekerja di sebuah perusahaan otomotif.

Selanjutnya

Tutup

Politik

On/Off

1 Desember 2009   15:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:07 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DARI kedai kopi itu aku mendapat cerita, tentang bagaimana seseorang yang telah menghabiskan ratusan juta rupiah, untuk berharap agar supaya bisa duduk sebagai anggota dewan. Sesudah itu ia baru tersadar, dan bangun dari mimpinya, bahwa ia sama sekali tidak mempunyai basis massa. Uang sekian banyak yang sebetulnya bisa dibuat untuk modal usaha itu, seketika lenyap tak berbekas. Bahkan para tukang ojek di simpang komplek rumahnya yang tempo hari dikumpulkannya, masing-masing mereka mendapat jatah amplop, dengan harapan tentu nantinya mereka-mereka tersebut akan memberikan suara murninya untuk dirinya supaya bisa duduk menjadi anggota dewan terhormat. (Padahal suara para tukang ojek pada pemilu yang baru lalu tak akan dihitung, sebab gak ada yang Murni. Yang ada si Ujang, si Safril, si Afrizal, dan si...si yang lain).

Alih-alih untuk mendapatkan suara, beberapa hari setelah ia membagi-bagikan uangnya, para tukang ojek itu pun tak lagi mengenalnya. Bahkan banyak dari mereka memakai rompi yang bukan dari partainya. (Belakangan ia tahu dari koran, bahwa modal partainya untuk pemilu kemaren, boleh dikatakan bokek). Gilanya lagi, naik ojek dari simpang ke rumahnya, ia pun masih ditagih bayar. Hahaha…. Ya iyalah bayar, masa ya iya…dong?.

“ Calon legislatif dari partai mana dia?”

“Dari partai baru”.

“Partai baru gimana?

“Ya dari partai baru berdirilah”

“Memang selama ini partainya duduk?”

“Maksudnya?”

“Ya kalau tidak berdiri tentu duduk, masak tengkurap?.”

“Selama ini partainya belum lahir. Lahirnya belum lama ini. Itupun pendirinya membuat partai baru, gara-gara sebelumnya berselisih pendapat (baca: terjadi gesekan) dengan petinggi-petinggi partai lamanya. Kan asyiknya di negara kita ini,  suka dengan mereka, kita bisa membuat partai tandingan. Orang Indonesia kan gampang bersepakat sekaligus gampang tidak bersepakat. Gampang diajak rembukan, gampang pula untuk tidak menyetujui hasil rembukan itu.”

“Lantas hubungannya dengan caleg yang patah arang tadi gimana?”

“Ya lihatlah. Ia gampang bersepakat, gampang masuk partai baru, dan gampang mengeluarkan uang, lantas gampang pula untuk berhenti . “Mau kampanye, kampanye sendirilah orang tu. Awak ndak ikut, lagi.” Kecian deh orang ini.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun