Mohon tunggu...
Eddi Suprayitno
Eddi Suprayitno Mohon Tunggu... profesional -

Eddi Suprayitno, 44 tahun, kawin, 2 putra, doktor manajemen UNPAD, staf pengajar FE.UISU Medan, konsultan, wirausaha.

Selanjutnya

Tutup

Money

Perspektif Balance Scorecard

26 Januari 2011   06:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:10 4318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Balanced Scorecard (BSC) merupakan pendekatan baru terhadap manajemen, yang dikembangkan pada tahun 1990-an oleh Robert Kaplan (Harvard Business School) dan David Norton (Renaissance Solution, Inc.). Pengakuan atas beberapa kelemahan dan ketidakjelasan dari pendekatan pengukuran kinerja keuangan sebelumnya, BSC menyajikan sebuah perspektif yang jelas sebagaimana sebuah perusahaan harus mengukur supaya tercapai keseimbangan perspektif keuangan. Kaplan dan Norton merangkum rasional untuk BSC sebagai berikut. BSC tetap mempertahankan pengukuran keuangan tradisional. Tetapi pengukuran keuangan menceritakan kejadian masa lalu, suatu laporan yang cukup untuk era industri untuk kemampuan investasi jangka panjang dan relationship pelanggan tidak secara kritis untuk keberhasilan. Pengukuran keuangan adalah tidak layak, bagaimanapun juga, untuk memandu dan mengevaluasi suatu perjalanan yang mana perusahaan pada era informasi harus membuat suatu nilai masa depan melalui investasi dalam pelanggan, pemasok, pekerja, proses, teknologi, dan inovasi.

BSC menyarankan bahwa kita melihat suatu kinerja organisasi dari empat perspektif berikut: (1) The Learning and Growth Perspective, (2) The Business Process Perspective, (3) The Customer Perspective, dan (4) The Financial Perspective.

1. Learning and Growth Perspektive Kategori-kategori yang terdapat dalam perspektif ini teridiri atas kemampuan karyawan; kemampuan sistem informasi; dan motivasi, pemberdayaan, serta kesesuaian dengan standard kinerja. Ukuran intinya adalah produktivitas karyawan, yang diukur dari: jumlah output tiap karyawan, tingkat kepuasan karyawan, tinggi rendahnya pengakuan terhadap prestasi karyawan, tingkat keterlibatan karyawan dalam proses pengambilan keputusan, kemudahan akses karyawan terhadap informasi yang menunjang pekerjaannya, dan tingkat retensi atau penolakan karyawan, yang diukur dari jumlah perputaran (turn over) staf atau karyawan potensial.

2. Internal-Business-Process Perspective Dalam perspektif internal-business-process, manajer mengenali proses-proses kritis pada yang mana mereka harus unggul jika mereka akan mencapai tujuan-tujuan dari shareholder dan segmen pelanggan yang menjadi target. Sistem pengukuran performans konvensional fokus hanya pada monitoring dan peningkatan biaya, mutu, dan waktu yang didasarkan pada proses bisnis yang ada. Secara jelas, pendekatan dari BSC memungkinkan permintaan untuk performans proses internal untuk menurunkan harapan-haran khusus dari pihak eksternal perusahaan.

3. Customer Perspective Perspektif Pelanggan ini menggambarkan tampilan perusahaan di mata pelanggan. Hal ini merupakan konsekuensi dari tingkat persaingan usaha yang makin ketat, sehingga perusahaan dituntut memahami kebutuhan pelanggannya (customer driven company) Ukuran utama dari perspektif pelanggan adalah market share, custumer acquisition, custumer retention, customer satisfaction, dan customer profitability. Kelima buah ukuran ini tidaklah terpisah-pisah, melainkan memiliki saling keterhubungan. Keterhubungannya dapat digambarkan sebagai berikut.

4. Financial Perspective Tujuan finansial menyajikan suatu fokus untuk tujuan dan ukuran dalam seluruh perspektif BSC. Setiap ukuran dipilih harus menjadi bagian dari suatu hubungan sebab-akibat yang memuncak dalam peningkatan performans keuangan. BSC harus menguraikan tentang strategi, dimulai dengan tujuan finansial jangka panjang, dan kemudian keterkaitannya terhadap bagian-bagian tindakan yang harus diambil dengan proses finansial, pelanggan, internal proses, dan terakhir karyawan dan sistem untuk mengantarkan performans ekonomis jangka panjang yang diharapkan. Walaupun bergantung pada daur hidup industrinya, tujuan strategi perspektif keuangan pada umumnya terkait pada upaya: peningkatan pendapatan, pengurangan biaya atau peningkatan produktivitas, dan utilisasi aset perusahaan.
Dengan demikian dalam persaingan yang semakin tajam, manajemen memerlukan informasi biaya yang teliti, yang memperhitungan secara cermat sumber dana (resources) yang dikorbankan untuk aktivitas penambah nilai bagi customers. Sumber dana ini dapat berasal dari modal sendiri, dana pihak ketiga, dan dari masyarakat.

B. Kebijakan Biaya dan Mutu Produk/Layanan

1. Identifikasi Biaya Mutu. Pembebanan biaya dan perhitungan biaya harus dilakukan secara cermat dan hati-hati, karena biaya merupakan faktor penting dalam memenangkan persaingan. Customers akan memilih produk/jasa yang mampu memeberikan kepuasan dengan memiliki mutu tinggi dengan harga yang termurah. Harga murah hanya dapat dihasilkan oleh perusahaan yang secara terus menerus melakukan perbaikan terhadap aktivitas-penambah nilai (value-added activities), dan yang senantiasa berusaha menghilangkan aktivitas bukan penambah nilai (non-value-added activities). Dengan demikian, cost effectiveness menjadi salah satu faktor untuk memenangkan persaingan jangka panjang.

2. Identifikasi Sumber Dana. Perusahaan harus mampu menghasilkan produk/layanan yang bermutu dengan harga yang rendah untuk dapat tetap bertahan di pasar. Perusahaan berlomba untuk menghasilkan produk/layanan yang bermutu dengan harga yang rendah dengan berpedoman bahwa customers hanya dibebani dengan biaya-biaya untuk aktivitas-penambah nilai (value-added activities).

Dengan demikian dalam persaingan yang semakin tajam, manajemen memerlukan informasi biaya yang teliti, yang memperhitungan secara cermat sumber dana (resources) yang dikorbankan untuk aktivitas penambah nilai bagi customers. Sumber dana ini dapat berasal dari modal sendiri, dana pihak ketiga, dan dari masyarakat.

3. Struktur Pentaripan. Dengan semakin mudahnya customers memperoleh informasi mengenai mutu, harga, dan peringkat citra, maka customers hanya memilih perusahaan yang mampu memberikan layanan/produk yang sesuai dengan kebutuhannya, dengan harga yang terendah diantara harga berbagai yang ditawarkan oleh perusahaan lain. Keadaan ini memaksa para pengusaha hanya membebani customers dengan harga yang benar-benar wajar. Dalam situasi seperti ini, struktur penetapan harga harus ditentukan berdasarkan biaya penuh layanan/produk yang dihitung secara cermat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun