Langit cerah. Matahari ramah. Semilir sang bayu menggelitik telinga. Membawa samar suara demokrasi ke bilik nurani.
~ Ayo... ayo... Kita ke TPS disana~
Hiruk pikuk pasar berubah tertib. Seperti dua orang hansip di pintu masuk dan keluar TPS 1. Tak banyak orang bergibah. Namun transaksi tetap ada. Antara penjual dan pembeli. Antara pendukung dan pemilih.
"Mba sudah punya pilihan?"
Aku menggelengkan kepala sambil memandang deretan daftar nama calon wakil wakil kami di sana. Di tahta ternama. Dewan Legislatif kita. Â
"Ikut saya dulu, Mba." Tangan tetanggaku itu langsung saja menarik gamis biru navy di tubuhku.
Aku seperti kerbau yang dicolok hidungnya. Diam membisu berjalan lugu mengikuti langkah tetanggaku.
~ Whatsss...??? ke toilet. What's happening?~
Kulihat deretan toilet membisu disana. Satu... dua... tiga toilet kami lewati begitu saja.
"Mba mau 500K?" Bisikan halus tetanggaku
Sekali lagi aku menganggukkan kepala. Seperti ringan saja ketika mendengar angka sebesar itu digaungkan ke telinga.