Mohon tunggu...
EcyEcy
EcyEcy Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Sejatinya belajar itu sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Petuah Bapak Tua Untuk Anak Gembala

24 Februari 2020   18:26 Diperbarui: 24 Februari 2020   18:28 960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Panggil saja dia Lukito. Anak laki laki usia 8 tahun yang menggembala kambing tetangganya setiap habis pulang sekolah. Anak ini berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya hanya buruh tani di sawah tetangga. Sedang ibunya bertugas membantu bapak di sawah.

Penghasilan orang tuanya yang jauh dari kata cukup membuat impiannya pun tak pernah muluk muluk. Yang penting dia bisa bekerja biar dapat uang. Sehingga dia bisa tetap bersekolah dengan nyaman. Meski tanpa uang saku, yang penting bisa beli buku dan seragam.

Setiap hari Lukito bertugas menggembala 5 ekor kambing tetangganya. Dia menggembalakan kambing tersebut ke daerah Padang rumput di perbukitan sebelah timur. Sambil menggembalakan kambingnya, biasanya Lukito mengisi waktunya dengan membaca buku pelajaran.

Lukito selalu sendiri ke bukit itu. Meskipun jauh dari rumah, dia suka datang ke sana. Sebab di sana banyak persediaan rumput hijau untuk kambing kambing gembalanya. Jadi dia tak perlu lagi bersusah payah memotong kan rumput untuk makan kelima ekor kambing tersebut.

Biasanya Lukito baru pulang jika matahari sudah condong ke arah barat. Artinya sore telah tiba. Dia harus mandi dan menunaikan ibadahnya. Lukito tak pernah meninggalkan sholat dan ngajinya. Setiap habis magrib, dia bersama teman temannya akan belajar mengaji di mushola. Ada pak ustad yang selalu sabar mengajari mereka.

Suatu hari, ketika Lukito sedang menggembalakan kambingnya di hamparan rumput hijau. Dia dikejutkan suara ramah dari belakang punggungnya.

"Sedang apa kamu di sini sendirian?" Seorang bapak yang sudah tampak tua menyapanya.

"Saya sedang menggembalakan kambing itu." Lukito menunjuk kelima ekor kambing tak jauh dari tempat duduknya.

"Kenapa kamu lebih suka menggembalakan kambing di sini. Bukankah di sini sepi sekali."

"Di sini banyak rumput hijau dan tak ada yang mau menggembalakan ternak mereka ke sini. Jadi kambing saya tidak perlu berebut makanan. Dan saya bisa duduk dan belajar lebih nyaman."

"Kau tahu mengapa tak ada yang mau menggembalakan kambingnya ke sini?"

"Saya nggak tahu. Dan saya nggak mau tahu. Yang penting kambing saya dapat makan sampai kenyang sebab rumput tumbuh subur di sini. Itu yang saya tahu."

"Tentu saja kamu tak pernah tahu sebab kamu tak pernah mencoba membawa kambingmu ke tempat lain." Bapak tua tadi tersenyum.
Lukito mengalihkan pandangannya dari buku ke bapak tua tadi.

"Memang kalau saya bawa kambing kambing ini ke tempat lain, saya bisa dapat apa? Paling paling hanya dapat capek saja. Dapat rumput yang banyak belum tentu juga."

"Karena itulah kehidupanmu tak pernah berubah. Kamu tak pernah mau keluar dari kenyamanan. Kamu sudah cukup senang dengan apa yang ada di sini. Kamu tak pernah bermimpi lebih untuk mendapatkan Padang rumput yang jauh lebih subur dan sehat dari pada di sini."

Lukito mulai berpikir. Tampak keningnya berkerut dan matanya menerawang. Lalu dia tersenyum. Setelah itu Lukito kembali ke posisi awal aktifitasnya. Membaca buku tanpa memperdulikan bapak tua yang berdiri di dekatnya.

"Jika kamu seperti ini terus, maka kamu tak akan pernah bisa membahagiakan orang tuamu." Bapak itu pun pergi meninggalkan Lukito tepat setelah dia selesai bicara.

"Bapak dan ibuku sudah cukup bahagia karena aku bisa sekolah. Tak pernah minta uang jajan. Bisa beli buku dan seragam sendiri. Bisa bekerja dan cari uang sendiri. Taat dan patuh pada mereka. Rajin ibadah dan menjadi anak Sholeh seperti yang mereka inginkan." Lukito berteriak.

Bapak tua tetap berjalan meninggalkan Lukito tanpa menoleh sedikit pun. Hingga akhirnya tubuh renta itu hilang di antara tingginya rerumputan Padang.

Lukito kesal. Dia mengumpat sendiri. Tetapi perbincangan singkatnya dengan bapak tua tadi membuat pikiran Lukito semakin kacau. Dia merasa tersindir oleh pernyataan bapak tua tadi. Hingga tergiang pertanyaan di kepalanya. Apakah benar apa yang bapak tua tadi katakan?

Hingga keesokan harinya, Lukito masih dihantui omongan bapak tua kemarin. Hingga dia sendiri menjadi takut. Begitu banyak pertanyaan lagi terlahir dari pembicaraa itu. Apakah benar orang tuaku sudah bahagia? Jangan jangan mereka hanya pura pura bahagia?

Akhirnya Lukito memutuskan pada hari ini, sehabis pulang sekolah, Lukito akan membawa kambing kambingnya ke arah barat. Dia ingin tahu apakah di barat ada banyak rumput seperti di wilayah timur.

Ternyata Lukito kecewa. Di wilayah barat dia hanya menemukan bebatuan terjal. Tak mungkin ada rumput yang tumbuh di bebatuan, pikirnya. Akhirnya dia mengumpat kesal pada diri sendiri sebab mau begitu saja mengikuti rasa penasarannya.

Keesokan harinya Lukito membawa kambing kambingnya ke arah Utara. Ternyata di Utara hanya terdapat semak belukar tinggi dan lebat. Bahkan karena lebatnya, Lukito dan kambingnya sempat kelelahan dan terluka dalam perjalanan.

Sekali lagi Lukito mengumpat dan marah pada diri sendiri. Sebab dia masih saja menaruh harapan pada tempat lain untuk menyediakan makanan bagi kambing kambingnya. Sedangkan dia tahu bahwa di timur banyak cadangan rumput sebagai makanan buat ternaknya.

Tetapi rasa penasaran masih membawa langkah Lukito ke tempat di selatan. Tampaknya di wilayah ini ada Padang rumput yang sama seperti di tempat Lukito biasa membawa kambing kambingnya. Hanya saja di sini banyak sekali kambing dari penggembala lain.

Sebab lelah. Lukito tidak beranjak pergi. Dia melepaskan kambing kambingnya di sana untuk bergabung mencari makan dengan kambing lainnya. Sedang dia, mencari tempat teduh untuk sekedar melepaskan penatnya. Dilihatnya ada beberapa penggembala yang sedang berbincang riang.

Samar ditelinganya terdengar informasi yang tak terduga. Bahwa perbukitan sebelah timur mengalami kebakaran hebat kemarin hingga menghabiskan banyak Padang rumput di sana. Lukito bersyukur dapat selamat karena dia kemarin tak membawa kambing kambingnya ke sana.

Dengan begitu, dia dan kambingnya selamat dari bencana. Seandainya dia di sana kemarin, mungkin dia akan terkepung dalam kobaran api. Dan nasib kambing kambingnya pasti akan mati. Akhirnya hilanglah rasa kesalnya. Ternyata omongan bapak tua kemarin yang sempat buat hatinya jengkel justru menyelamatkannya.

"Hei... Anak kecil! Ini kambingmu?" Tanya seorang bapak yang sedang menggembalakan kambingnya.

"I_iya, Pak." Lukito terkejut dan menjawabnya dengan gugup.

"Jagalah baik baik kambing ini, Nak. Kamu beruntung bisa datang dan menggembalakan kambingmu di sini." Bapak tadi pergi sambil membawa kambing gembalanya.

Lukito semakin bingung. Mengapa bapak tadi mengatakan dia beruntung. Padahal di Padang rumput ini, kambingnya tak cukup kenyang untuk makan. Sebab berebut makanan dengan kambing lainnya.

Sebab di bukit sebelah timur sudah terbakar dan tak ada rumput hijau yang cukup untuk makanan kambingnya, maka Lukito selalu membawa kambing gembalanya ke wilayah selatan. Hari berganti bulan berlalu. Tanpa Lukito sadari kambing yang digembalakannya beranak pinak.

"Terimakasih ya, Lukito. Kambing bapak yang semuanya betina akhirnya bisa punya anak sejak kamu bawa mereka mencari makan di wilayah selatan. Di sana memang banyak kambing gembala." Juragan kambing tersenyum puas.

Juragan kambing tetangganya senang. Hingga dia memberikan Lukito sepasang anak kambing jantan dan betina. Anak kambing itu dipelihara bersama anak kambing tetangganya. Sampai akhirnya anak kambing Lukito pun beranak Pinak dan bertambah banyak.

Diusia remaja, Lukito sudah memiliki kambing dalam jumlah banyak. Bahkan sekarang orang orang di kampung memanggilnya juragan kambing. Dan setiap menjelang hari raya idul adha, banyak orang yang membeli kambing Lukito.

Kehidupan Lukito dan keluargannya akhirnya berubah. Dari orang tak berada  menjadi orang berada. Jangankan untuk makan keluarganya, untuk makan orang sekampung saja, Lukito sudah bisa memberikannya. Namun Lukito dan keluarganya tak pernah sombong. Meskipun sekarang punya banyak uang.

Merasa bersyukur atas rezeki yang sekarang dimiliki keluarganya, Lukito mendatangi Padang rumput di wilayah timur. Dia berharap dapat bertemu bapak tua itu lagi. Bapak tua yang sudah membuka pikirannya secara paksa. Berkat kalimat bapak tua tadi yang menusuk hatinya, sekarang kehidupannya berubah.


Benuo Taka, 24 Februari 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun