Arak arakan awan mencumbui langit biru. Bergumul dengan perubahan suhu. Kadang pekat warnanya. Menghalangi larinya cahaya tajam ke bumi. Sesekali gumpalan itu melangkah sedikit dari tempatnya. Memberi ruang pada mentari untuk memamerkan sebagian sinarnya.
Bumi pun ikut merasakan gundahnya. Kadang gerimis menghantarkan dingin. Nanti hujan memanggil genangan. Suatu saat panas menyentuhnya. Sampai embun pun pergi lebih dulu sebelum matahari menyapa pagi. Datangnya tak bisa diterka. Perginya menjadi hal biasa.
Perkiraan perkiraan datang dan pergi begitu saja. Seperti pengumuman di kotak suara. Segala hal tentang berita cuaca. Kekal dengan perubahannya. Tak bisa dipilih. Tak mampu dibendung datangnya. Tak bisa pula disalahkan dampaknya. Tinggal otak kita pintar pintar menyikapinya.
Salam hangat salam literasi😊🙏
Love and peace😁✌️
EcyEcy; Benuo Taka, 2 Januari 2019.
Turut bersimpati dengan banjir Jadetabek. Semoga solusi mengalir deras dari pemikir pemikir dan penguji penguji teori air dan tata ruang kota sebelum kehancuran membinasakan ekosistemnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H