"Semua ini untuk apa?" Aku pun membuka pembicaraan setelah Wati meletakkan sesaji di aula desa.
"Dilarung ke sungai."
"Apa!? Jadi bukan untuk dimakan warga?"
"Nggak. Nggak boleh. Ini persembahan buat penghuni hutan. Jadi kita tak boleh memakannya."
"Mubazir." Aku menggerutu.
"Apa?"
"Nggak. Nggak apa apa. Kamu cantik hari ini." Aku pun mengalihkan pembicaraan itu.
"Nggak usah ngegombal." Wati tertunduk malu.
"Beneran. Dengan rambut terurai begini, kamu terlihat lebih anggun."
"Ayo ikut aku!" Wati mengajakku ke suatu tempat di samping aula.
"Aku mau kamu pakai ini." Tangannya mengambil sesuatu dari balik ikatan kain kuning di pinggangnya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!