Budi kecil duduk diteras luar pondoknya. Sambil memicingkan matanya akibat keras terpaan angin laut, Budi memandang ke langit malam.
"Pak, lihat itu. Bintangnya banyak sekali." Budi berteriak riang sambil menunjuk kumpulan bintang yang berkelap kelip.
"Itu namanya rasi bintang. Jaman dulu para nelayan menggunakan rasi bintang untuk mengetahui arah mata angin. Arah Utara biasanya ditandai dengan rasi bintang gubuk penceng. Arah selatan ada rasi bintang layang layang. Arah timur ada rasi bintang kalajengking. Dan arah barat ada rasi bintang pemburu."
"Kalau sekarang pakai apa memangnya, Pak?"
"Sekarang pakai kompas. Lebih lengkap lagi. Dengan kompas kita bisa menentukan semua arah mata angin. Utara, selatan, barat, timur, tenggara, barat daya, barat laut dan timur laut."
"Wah... asik ya, Pak. Tapi... waktu Budi ikut paman ke kota, kerlip bintang di langitnya nggak banyak."
"Masa sich?"
"Beneran, Pak. Bintang di langit bisa Budi hitung pakai jari." Budi mengangkat kesepuluh jarinya.
"Seperti itu?"
"Iya, Pak. Kenapa begitu ya?"
"Mungkin karena mata Budi silau dengan lampu jalanan. Jadi begitu melihat bintang di langit, kalah terang."