Ketika langit memutuskan menjatuhkan hujan sekedar tuk mendamaikan panas, saat itulah aku berharap lupa pada luka. Membasuh serabut usang yang meninggalkan noda. Menjemurnya dan menanti kilau bersihnya. Berharap bahagia setelah lupa.
Ketika langit memutuskan untuk mengganti kelam menjadi cerah, saat itulah kutersadar perputaran waktu mengajarkanku kesempatan tuk berubah. Mengolah rasa agar menjadi tegar. Dalam putusanNya yang tak semua dapat kuterima.
Dan ketika langit memutuskan buram, saat itulah aku tahu perihal kebahagiaan pun kepedihan tak dapat dipisahkan. Ini bukan tentang keindahan pun jua tentang kejelekan hari. Tapi memang semua tak mesti kita pusingkan karena harus dimengerti.
Biarlah gelap datang setelah perginya senja. Nanti kan ada rembulan yang menghangatkan. Biarlah debu menutupi kerinduan. Kelak ada awan hujan yang kan membasuhnya. Berharap tanah basah berlapang dada. Merawat benih harapan tuk masa keindahan.
Salam hangat salam literasi😊🙏
Love and peace😁✌️
EcyEcy; Benuo Taka, 28 Juni 2019.
Terinspirasi dari puisi Ketika Langit Memutuskan oleh Zaldy Chan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H