Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Terbang, Terbanglah Tinggi, Nak

25 Desember 2012   03:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:05 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kalau direnungkan, benar apa kata para bijak bahwa anak adalah titipan Tuhan.Tuhan menitipkan anak-anak pada kita para orangtua. Kita, para orangtua, diserahi tanggung jawab untuk mengasuh mereka hingga tumbuh menjadi dewasa dan mandiri. Anak-anak itu bukan milik kita. Anak-anak itu hadir dan akan bersama kita dalam waktu tertentu. Kemudian, mereka akan pergi dan memilih jalan sendiri. Tidaklah elok kalau kita lalu memaksa mereka, anak-anak kita, untuk selalu bersama secara fisik. Apalagi mengungkungnya agar tak jauh-jauh dari rumah. Masa kini adalah milik kita, para orangtua. Masa depan adalah milik mereka, anak-anak kita. Mari kita siapkan mereka menyongsong masa depannya, dengan sebaik-baiknya: memberikannya kebebasan untuk memilih untuk menjadi apa kelak.

Saya "mempunyai" dua anak. Yang pertama kini kuliah di Universitas Indonesia. Dia tak memilih kuliah di dekat rumah, di Universitas Udayana atau di Universitas Ganesha, misalnya. Atau, di universitas swasta yang cukup banyak dan bagus kualitasnya di Bali. Tapi, dia memilih UI di Depok. Okelah, itu adalah pilihan terbaiknya. Kami, saya dan istri, mendudukung pilihannya, sepenuhnya. Termasuk ketika dia memilih jurusan psikologi kesukaannya. Dengan universitas dan jurusan yang dipilihnya sendiri itu, kami berharap, dia bisa belajar dengan baik dan berhasil menyelesaikan pendidikannya kelak.

Anak saya yang kedua, kini masih SMA kelas 2 alias kelas XI. Baru saja dia menerima rapor semesteran. Dia membuat kami, orangtuanya, ikut merasa senang, karena dia berhasil menjadi Juara Umum 2 di sekolahnya. Saya sama sekali tidak menyangka kalau ia bakal sanggup meraih prestasi seperti itu. Karena, ketika kami mendorongnya untuk meningkatkan prestasi akademik, dia bilang bahwa persaingan di sekolah demikian ketat. "Teman-teman pintar-pintar sekali, Pa. Sulit sekali bisa jadi juara umum," katanya suatu kali, dulu. Bersyukur kepada Tuhan, akhirnya anak kedua saya ini bisa menunjukkan prestasinya di sekolah.

Kakak kelasnya yang sekian tingkat di atasnya, kini berada di Korea (nggak jelas, Korsel atau Korut). Setelah bekerja untuk beberapa tahun di Jepang, kini dia melanjutkan pendidikannya di Korea, mengambil jurusan yang sama dengan S1-nya di ITB dulu. Dia belajar di Korea dengan beasiswa penuh pemerintah setempat. Anak saya yang kelas 2 SMA, diberikan informasi tentang adanya beasiswa dimaksud oleh kakak kelasnya itu. Katanya, ada program beasiswa dari pemerintah Korea untuk calon mahasiswa asing, mulai dari jenjang S1, S2, hingga S3. Tapi, dengan catatan, bahasa Inggeris mesti kuat yang dibuktikan dengan hasil test TOEFL atau sejenisnya. Anak saya yang kini baru kelas 2 SMA rupanya tertarik, bahkan sangat tertarik dengan tawaran itu.

Sebagai orangtua, kami mendukung niat baiknya itu. Para tokoh pendidikan selalu menganjurkan generasi muda untuk belajar dan belajar terus. Bila perlu hingga ke negeri China. Kalau anak kami ini ingin belajar ke Korea, mengapa tidak? Tapi (he he he, ada tapinya), sungguh, di dalam hati kecil, saya ingin menyekolahkan si anak di dalam negeri untuk S1-nya. Kalau jenjang yang lebih tinggi, silakanlah ke luar negeri. Maksud saya, agar si anak lebih kuat dulu keindonesiaannya, juga kehinduannya. Dia perlu dibekali kedua hal itu, sebelum ke luar negeri. Walau saya tahu, dengan belajar di Indonesia, tak menjamin keindonesiaannya dan kehinduannya lebih kuat dan mantap. Sebaliknya, dengan langsung mengambil S1 di luar negeri belum tentu pula keindonesiaannya dan kehinduaannya bakal tipis atau luntur.

Akhirnya, kami memberikan dia memilih apapun yang terbaik baginya. Kewajiban sebagai orangtua adalah mengantarkannya meraih cita-cita, merancang masa depannya. Terbang, terbanglah tinggi dan jauh Nak. Ayah dan ibu akan senantiasa mendoakan yang terbaik bagimu. Bersiap-siaplah dari sekarang.

SELAMAT HARI NATAL UNTUK SAHABAT YANG MERAYAKANNYA DAN SELAMAT TAHUN BARU 2013 UNTUK SEMUANYA.

( I Ketut Suweca , 25 Desember 2012).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun