Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Renungan: Kuburkan Aku dengan Sabuk Putih

16 Maret 2013   11:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:40 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada suatu kesempatan berjalan-jalan ke mall Tunjungan Plaza, Surabaya, langkah kaki membawa saya memasuki TB Gramedia. Bingung membeli buku apa, saya pun mulai merunut rak demi rak untuk melihat kalau-kalau ada buku yang menarik. Langkah saya terhenti tepat di depan rak buku psikologi populer. Ada apa gerangan? Saya menemukan lumayan banyak buku psikologi terbitan lama dan baru di situ. Satu demi satu yang menarik perhatian, saya bolak-balik seraya membaca cover-nya. Sayang sekali, buku-buku yang dipajang dalam keadaan dibungkus plastik. Tak saya temukan satu contohpun yang bisa saya buka-buka. Nah, dengan mengandalkan penilaian terhadap kulit depan dan belakang buku, saya putuskan membeli satu di antara banyak buku. Akhirnya, setelah bertimbang-timbang, pilihan saya jatuh pada buku berjudul A Beautiful Heart, karya Agus Santosa.

Walau memilihnya dengan cara spekulasi (karena tak bisa dilihat isinya), ternyata saya tak merasa rugi membawa pulang buku ini. Mengapa? Sesuai dengan judulnya, ada banyak bahan perenungan di dalamnya. "Buku ini mampu membawa pembaca mawas diri dan berkaca pada kebenaran...", tulis Lydia Ong dalam endorsement-nya.

Mari saya petikkan satu saja dari 120 subjudul di dalamnya, yang bertutur tentang kerendahan hati yang menggiring kerelaan untuk terus belajar. Kisahnya diinspirasi dari seorang judoka. "Jigoro Kano, pendiri ilmu bela diri judo, dikenal memiliki kemauan yang luar biasa dalam belajar. Ia mempelajari Jujiutsu yang hampir punah, lalu mengubah seni bela diri ini dengan memasukkan prinsip-prinsip olahraga modern, yang kemudian dikenal sebagai judo. Saat ini judo menjadi bela diri resmi polisi Jepang dan merupakan olahraga bela diri dari Timur pertama yang dipertandingkan di Olimpiade," demikian Agus Santosa memulai tulisannya dalam topik ini.

Menjelang kematiannya, Jigoro Kano memanggil murid-muridnya untuk menyampaikan kata-kata terakhirnya. Pintanya: "Jika kalian menguburkan aku, jangan kuburkan aku dengan sabuk hitam. Kuburkan aku dengan sabuk putih". Sabuk putih adalah simbul judoka pemula - murid yang belum piawai dan masih harus banyak berlatih.

Inilah pelajaran tentang kerendahan hati dan kerelaan untuk belajar yang luar biasa dari seorang Jigoro Kano kepada murid-muridnya. Sabuk putih Jigoro Kano mengingatkan kita bahwa siapapun yang berhenti belajar akan menjadi tua, layu, kedaluwarsa, dan merapatkan diri pada kebodohan. "Siapapun yang berhenti belajar artinya ia sudah tua, entah itu terjadi pada usia 20 tahun ataupun 80 tahun, " tulis Agus Santosa mengutip pernyataan Harvey Ullman. Jadi, bebaskanlah diri kita dari kebodohan dengan tetap belajar. Kita tidak hanya akan lebih pandai, prima dan fresh, hidup kita pun akan jauh lebih berkualitas.

Nah sahabat, itulah secuil isi buku terbitan Gramedia Pustaka Utama, tahun 2013. Jika ada sahabat yang penasaran untuk mengetahui keseluruhan isinya, silakan singgah di TB Gramedia, lalu bawa pulang buku bagus ini.

( I Ketut Suweca, 16 Maret 2013).

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun