Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Plus Minus Pilgub Langsung

20 Januari 2011   09:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:22 868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Wacanatentang pemilihan gubernur (pilgub) kembali mengemuka. Kali ini pembicaraan terfokus pada pemikiran untuk meninjau kembali sistem pilgub langsung yang sudah berlangsung beberapa tahun terakhir. Desakan untuk mengubah sistem pilgub semakin kuat, sementaraitu ada pula pihak yang memandang sistem pilkada langsung masih relevan dilaksanakan.Gagasan menghapus pilgub langsungsebagaimana dilaporkan sebuah media online menyebutkan bahwa pada awalnya dilontarkan oleh Ketua DPR RI Marzuki Alie. Bahkan, politikus Partai Demokratitu mengusulkan, gubernur tidak perlu lewat pemilihan, baik lewat pemilihan langsung maupun mekanisme DPRD. Usulnya, gubernur cukup ditunjuk oleh Mendagri. Alasannya, karena gubernur adalah wakil pemerintah pusat di daerah, di samping alasan efisiensi.

Menurut Sekjen Partai Golkar, Idrus Marham, sebagaimana dirilis oleh sebuah media nasional, pilgub langsung jangan hendaknya dihentikan. Adanya persoalan seperti kerusuhan dan politik uang dalam pemilihan gubernur secara langsung, tidak berarti membuat format politik yang sudah disepakati bersama sebagai salah satu bentuk demokrasi tersebut harus diubah. “Kualitas aturan diperlukan untuik meredam money politic (politik uang) dan mengatur dan mengusahakan pendidikan politik yang lebih baik kepada rakyat sehingga konflik dapat dicegah,” katanya.

Pemerintah memang tengah mengkaji wacana untuk mengubah pemilihan gubernur secara langsung oleh rakyat menjadi dipilih oleh DPRD. Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, membenarkan bahwaada beberapa pihak yang mengusulkan pemilihan gubernur dilakukan oleh DPRD, namun tidak ada wacana serupa untuk pemilihan bupati dan wali kota.

Berikut ini penulis akan menguraikan sekilas plus-minus pilgub langsung itu. Dengan mencermati plus-minusnya, diharapkan akan diperoleh gambaran yang lebih baik mengenai kedua sistem tersebut, untuk kemudian menentukan pilihan sistem mana diantara keduanya (langsung dan tak langsung) itu yang bakal dipilih.

Plusnya Apa?

Kalau dicermati, kebaikan atau nilai plus pilgub langsung ada beberapa antara lain, pertama, demokrasi hingga ke akar rumput yang telah diberlakukan dapat dijalankan secara berlanjut. Artinya, rakyat dapat secara langsung memilih pemimpin daerahnya. Kalau sistem pemilihan langsung dibandingkan dengan pilkada tidak langsung, tentu lebih ideal pilkada langsung. Mengapa?Karena, gubernur dipilih langsung oleh rakyat di wilayahnya, tidak melalui perwakilan (DPRD). Ada bahkan kalangan yang mengatakan bahwa kalau kita sekarang menggunakan sistem pilgub langsung lalu diubah menjadi pilgub tak langsung, berarti itu sebuah kemunduran atau lari dari masalah.

Kedua, terwujud kesesuaian/kompatibilitas sistem pada berbagai tingkatan wilayah atau daerah. Sebagaimana diketahui, presiden dipilih langsung oleh rakyat, demikian pula bupati/walikota dipilih langsung oleh rakyat. Sepantasnya atau dipandang masuk akal apabila gubernur pun dipilih secara langsung oleh rakyat di wilayah setempat. Kalau, misalnya, gubernur dipilih hanya oleh DPRD, berarti ini telah terjadi apa yang disebut dengan incompatible.

Ketiga,hak untuk menyampaikan pendapat atau hak suara rakyat untuk memilih (hak pilih) dengan pilgub langsung dapat disalurkan dengan baik. Kalau, misalnya, melalui DPRD, maka ini dipandang ‘mengurangi’ hak suara rakyat untuk menentukan sendiri pemimpinnya walaupun sejatinya tidak menghilangkan sama sekali. “Sistem pilkada langsung dapat mewujudkan senses of local response terhadap keseluruhan agenda publik dalam keputusan politik menjadi lebih mungkin teraktifkan. Itu terjadi karena kepala daerah yang dihasilkan dari pemilihan rakyat secara langsung mengandung konsekuensi suara rakyat harus senantiasa menjadi pertimbangan bagi setiap keputusan politik yang diambil,” tulis Amirudin, dosen FISIP Undip.

Keempat, perhelatan pilgub langsung lebih memacu peningkatan ekonomi kerakyatan secara temporer. Pernik-pernik aktivitas politik ini memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mendapatkan berbagai tambahan penghasilan dari barang dan jasa yang ditawarkan. Misalnya, pesanan spanduk, baliho, baju, kartu nama, makanan, dan banyak lagi, Intinya, perhelatan pilgub dapat memberikan kontribusi bagi terbantunya ekonomi rakyat walaupun hanya pada saat itu.

Minusnya Apa?

Dari pengalaman beberapa kali melaksanakan pilgub langsung, banyak pelajaran yang dapat dipetik. Di antaranya, pertama,pilgub langsung dipandang banyak pihak tidak efisien dari sisi ekonomi. Biaya yang dikeluarkan pasangan cagub dan cawagub sangat besar, konon hingga puluhan miliar rupiah untuk bersaing memenangkan pemilihan. Demikian pula dengan pemerintah juga mesti mengeluarkan dana yang besar untuk keperluan operasional pilgub, mulai dari persiapan hingga selesainya pilgub. Pemerintah tidak perlu mengeluarkan dana untuk mencetak kartu suara, membayar honor petugas pemungutan suara, dan lainnya. Termasuk, dapat menghemat biaya pengamanan, pengawasan, pemutakhiran data, dan sosialisasi yang menyedot biaya yang tidak sedikit.

Di samping itu, pilgub langsung juga rawan sekali dengan money politic di tengah masyarakat kita yang cenderung yang permisif dan hedonis. Peluang terjadinya pendewaan terhadap uang melalui kapitalisme politik menjadi semakin menguat, sesuatu yang seharusnya dihindari dalam membangun sistem demokrasi yang baik. Dalam masyarakat yang hedonis dan permisif, calon yang bersedia memberi uang (baca: membayar), dialah yang bakal dipilih. Terlebih-lebih sikap itu ditimpali dengan sikap pragmatis; melihat segala sesuatu dari keuntungan kekinian saja. Kalau begini, kapankah kita mendapatkan pemimpin yang berkualitas?

Kedua,pilgub langsung terbukti tidak menjamin tercapainya kualitas gubernur yang baik. Walaupun banyak gubernur yang berhasil menjalankan tugasnya dengan baik, namun terdapat sejumlah gubernur di Indonesia yang terseret kasus penyalahgunaan wewenang sehingga diancam hukuman, bahkan tidak sedikit jumlahnya yang harus mendekam di lembaga pemasyarakatan. Ini menunjukkan kualitas gubernur yang dihasilkan pilkada langsung tidak menjamin bakal menemukan figur yang bermoral baik.

Ketiga,pilgub langsung sangat rawan gesekan horizontal. Artinya, ketika euforia pemilihan saat kampanye berlangsung, besar kemungkinan akan terjadi gesekan-gesekan antarpendukung para calon gubernur dan wakil gubernur.Hal ini berpengaruh langsung terhadap stabilitas keamanan dan ketertiban wilayah/daerah.

Keempat, gubernur dipandang sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Karena ia merupakan perpanjangan tangan pusat, makadipandang tidak menjadi keharusan gubernur dipilih melalui pemilihan langsung. Cukup dipilih oleh DPRD setempat. Pemilihan gubernur secara langsung dianggap mubazir dan tidak efisien.

Pertimbangan

Berdasarkan plus-minus pilgub langsung dan tak langsung di atas, kiranya perlu dipertimbangkan sistem yang bakal dipilih sebagai alternatif terbaik. Setiap sistem yang dipilih tentu ada baik buruknya atau plus-minusnya. Sistem yang sempurna agaknya tidak mungkin diperoleh. Yang kita pilih adalah suatu sistem yang nilai positifnya lebih banyak daripada negatifnya. Untuk itu, perlu dikaji secara cermat dan mendalam kedua sistem yang pernah berlaku itu untuk menentukan sistem yang paling tepat. Disadari bahwa tidak ada sistem yang benar-benar sempurna untuk mendapatkan pemimpin yang berkualitas sekaligus dapat diterima (acceptable).***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun