Di tengah-tengah budaya tutur yang hidup subur di dalam masyarakat kita, rupanya masih menjadi pekerjaan berat mengubahnya menjadi budaya baca. Mengapa? Orang merasa lebih familiar dengan budaya tutur yang sudah terbentuk sejak dulu. Buktinya, dalam kehidupan sehari-hari, orang lebih suka ngobrol ngalor-ngidul daripada membaca buku. Orang lebih betah bergosip-ria dibanding mengisi waktu dengan membaca buku-buku berguna. Tidak ada yang keliru dalam hal ini. Inilah budaya kita, kini.
Akan tetapi, budaya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Budaya masih mungkin diubah sekehendak manusia pembentuk kebudayaan itu. Kalau demikian halnya, masih bisakah budaya baca di negeri ini ditingkatkan guna menyaingi kedigjayaan budaya tutur? Saya pikir jawabannya bisa, tapi persyaratannya seabreg karena tantangan dan hambatannya yang tidak sedikit. Usaha untuk mengubah budaya tutur (ngobrol) menjadi budaya baca memerlukan waktu, dilakukan secara perlahan-lahan. Mereka yang berpredikat terdidik yang seyogianya bisa menjadi contoh yang baik dalam hal membaca di lingkungannya. Ini salah satu cara saja, di samping upaya lain, seperti menyediakan buku-buku murah di pasaran oleh penerbit dan pemerintah, menyediakan buku-buku berguna di rumah/perpustakaan, melaksanakan lomba membuat review buku/rensensi buku untuk para siswa/mahasiswa.
Kalau budaya baca mulai tumbuh, ini pertanda positif bagi munculnya budaya tulis. Generasi yang gemar membaca cenderung memiliki ketertarikan untuk menulis. Jadi, perkuat dulu kegemaran membaca. Tak hanya berlaku pada para siswa/mahasiswa, bahkan yang lebih penting lagi adalah pada mereka yang seharusnya menjadi teladan dalam hal membaca buku. Kaum terpelajar mesti jadi pelopor untuk menciptakan budaya menulis ini. Jangan pernah berharap budaya tulis tumbuh kembang dengan baik, apabila kaum terdidik hanya main perintah, tapi mereka sendiri tak mampumenjadi contoh.Bukankah teladan yang baik lebih nyaring suaranya daripada kata-kata?
Mari, kaum terdidik Indonesia, bangun budaya baca dan budaya tulis di lingkungan masing-masing. Jangan tunggu semuanya tersedia dengan sempurna, lakukan saja dengan apa yang ada. Selamat membangun budaya baca dan tulis anak bangsa.
( I Ketut Suweca, 5 Oktober 2011).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H